Bakal Dilanjutkan, Perundingan Gaza Masih Tak Membuahkan Hasil

- Perundingan gencatan senjata di Gaza tak membuahkan hasil pada Minggu (27/10/2024).
- Keluarga tawanan Israel menekan pemerintahnya agar menandatangani kesepakatan pembebasan kerabat mereka.
- Hamas berupaya mencapai gencatan senjata permanen, sementara Netanyahu menginginkan kendali militer atas sebagian wilayah Gaza.
Jakarta, IDN Times – Perundingan gencatan senjata terkait konflik di Gaza pada Minggu (27/10/2024) tak membuahkan hasil. Kantor Perdana Menteri Israel dalam sebuah pernyataan pada Senin (28/10/2024) mengatakan bahwa kepala Mossad, David Barnea, telah kembali dari Doha, Qatar.
“Dalam beberapa hari mendatang, diskusi akan terus berlanjut antara para mediator dan Hamas untuk menilai kelayakan perundingan dan untuk melanjutkan upaya guna mencapai kesepakatan,” kata pernyataan tersebut, dilansir Al Jazeera.
Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani, mengatakan negaranya baru-baru ini berkomunikasi lagi dengan para pemimpin Hamas di Doha sejak Sinwar terbunuh. Pembicaraan gencatan senjata itu telah berulang kali terhenti selama lebih dari satu tahun sejak konflik dimulai.
1. Netanyahu enggan untuk akhiri pertempuran di Gaza

Keluarga tawanan Israel juga telah menekan pemerintahnya agar menandatangani kesepakatan untuk menjamin pembebasan kerabat mereka. Hampir 100 tawanan masih berada di Gaza karena Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak perundingan dan masih meningkatkan operasi militer.
Pada Minggu, pengunjuk rasa Israel menyela pidato Netanyahu dengan meneriakkan kalimat "shame on you" saat ia berpidato di sebuah peringatan untuk para korban serangan 7 Oktober 2023.
Hamas telah berupaya mencapai gencatan senjata permanen dan menginginkan penarikan pasukan Israel sebagai bagian dari kesepakatan apa pun. Namun, Netanyahu menginginkan kendali militer atas sebagian wilayah Gaza.
“Selama Israel berpegang pada definisi keberhasilannya, tidak akan ada pembebasan sandera secara damai,” kata Sultan Barakat, seorang profesor kebijakan publik di Universitas Hamad Bin Khalifa Qatar.
Barnea bepergian ke Doha pada Minggu dengan itikad baik tetapi tidak memiliki mandat terkait perubahan status pengambilalihan Koridor Philadelphi dan Netzarim di Gaza oleh Israel. Netanyahu menginginkan kendali atas dua koridor ini.
2. Pakar pesimis perundingan bakal mencapai terobosan baru

Sumber-sumber Hamas mengatakan tuntutannya mereka tegas, yakni penarikan penuh militer Israel dari seluruh Jalur Gaza, pembebasan tahanan Palestina yang dipenjara di Israel, pengiriman bantuan ke seluruh Gaza, dan diakhirinya perang.
Luciano Zaccara, seorang profesor di Universitas Georgetown Qatar, mengatakan dia tidak optimis tentang terobosan gencatan senjata.
"Meskipun delegasi Israel ada di sini, mereka menyerang Iran. Jadi tampaknya mereka tidak siap untuk memberikan konsesi apa pun kepada musuh-musuh mereka. Israel telah memutuskan untuk mendorong solusi militer definitif terhadap Hamas," katanya.
Satu-satunya terobosan yang bisa dilihat sejauh ini adalah pada November tahun lalu saat pertukaran tahanan yang membebasan sekitar 100 orang Israel dengan imbalan sekitar 240 tahanan Palestina.
3. Israel inginkan perdamaian setelah konflik dengan Hamas dan Hizbullah selesai

Pada Senin, Netanyahu mengatakan bahwa ia menginginkan perdamaian dengan seluruh negara Arab setelah perangnya dengan Hamas dan Hizbullah usai. Ia mengatakan bahwa pihaknya kini berupaya untuk “menstabilkan” dua front tersebut.
"Saya bercita-cita untuk melanjutkan proses yang saya pimpin beberapa tahun lalu dalam penandatanganan Perjanjian Abraham yang bersejarah, dan mencapai perdamaian dengan lebih banyak negara Arab," katanya, dilansir Reuters.
Israel, berdasarkan perjanjian 2020 yang ditengahi AS, menormalisasi hubungan dengan empat negara Arab, yakni Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan.
Sejak saat itu, Israel, dengan dukungan Amerika Serikat, telah berupaya untuk mengikutsertakan negara-negara lain, khususnya Arab Saudi. Riyadh mengatakan tidak akan mengakui Israel tanpa pembentukan negara Palestina.