AS Sanksi Pejabat Guatemala yang Dianggap Merusak Demokrasi

Krisis politik masih menghantui Guatemala

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS), pada Minggu (1/10/2023), memberi sanksi baru kepada pejabat publik yang dianggap merusak demokrasi di Guatemala. Mereka disebut berusaha menghalangi transisi pemerintahan ke tangan presiden terpilih Bernardo Arevalo. 

Belakangan ini, Washington telah menyuarakan kekhawatiran terkait situasi politik di Guatemala usai digelarnya pilpres putaran kedua usai adanya persekusi terhadap Partai Semillia. Terdapat dugaan bahwa aksi tersebut bertujuan menghalangi terpilihnya Arevalo sebagai presiden. 

1. Menerapkan pembatasan visa kepada sejumlah pejabat Guatemala

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Matthew Miller, mengumumkan keputusan pemblokiran visa masuk kepada sejumlah pejabat, termasuk anggota parlemen, yudisial, dan pejabat lain di Guatemala. 

"Kami secara aktif melanjutkan langkah dalam menerapkan sanksi pembatasan visa kepada individu yang terus berupaya merusak demokrasi di Guatemala. Ini termasuk dari berbagai jabatan yang terbukti terlibat dalam sikap seperti itu," tutur Miller, dikutip La Prensa Latina.

Namun, dalam keterangannya, Washington tidak mengumumkan secara spesifik nama-nama yang masuk daftar sanksi. 

Di sisi lain, AS menegaskan bahwa pihaknya akan terus membela siapapun yang berusaha mempertahankan demokrasi dan aturan hukum di Guatemala. Washington berharap transisi pemerintahan di Guatemala dapat dilakukan secara damai. 

Baca Juga: Guatemala Kirimkan Ribuan Tentara ke Perbatasan Meksiko

2. Polisi berusaha ambil kotak suara pemilu

Pada Sabtu (30/9/2023), aparat kepolisian terlibat percekcokan di Pengadilan Elektoral setelah berusaha menyita kotak suara pilpres. Para hakim yang menolak menyerahkan kotak suara pun bersikukuh menghalangi aparat untuk membawa kotak tersebut keluar dari gedung. 

Hakim Maynor Franco diketahui sempat terlibat tarik menarik dengan polisi yang lebih muda di dalam gedung. Sedangkan, Hakim Blanca Alfaro memohon kepada polisi agar tidak membawa kotak suara dan menyebut bahwa suara dalam kotak tersebut adalah aspirasi rakyat. 

Insiden tersebut merupakan aksi lanjutan dari Jaksa Agung Consuleo Porras dan Jaksa Rafael Curruchiche. Selama ini, pihak internasional menyebut kedua pejabat itu berusaha merusak demokrasi dan mengubah hasil pemilu. 

Dilansir Associated Press, Porras yang menjabat pada 2018 dan 2021 itu telah dijatuhi sanksi oleh pemerintah AS karena menjadi sosok anti-demokrasi. Ia juga disebut telah menyudahi sejumlah investigasi terkait kasus korupsi di Guatemala. 

3. Arevalo tegaskan bahwa aksi Porras adalah upaya kudeta

Presiden terpilih Guatemala, Bernardo Arevalo de Leon, menegaskan bahwa terdapat upaya kudeta terhadap transisi pemerintahannya yang dipimpin oleh Menteri Publik Guatemala, Consuelo Porras dan sejumlah pejabat lainnya. 

Dalam kunjungannya ke Meksiko, ia pun mengkritisi Kementerian Publik Guatemala yang berusaha menyita kotak suara di Pengadilan Tinggi Elektoral. Ia menyebut ini adalah upaya pengrusakan demokrasi di Guatemala.

"Tidak diragukan lagi bahwa aksi dari Menteri Publik adalah sebuah penolakan terhadap hasil pemilu dan pengrusakan terhadap demokrasi," tegas Arevalo, dikutip El Universal.

Ia pun meminta kepada Presiden Guatemala, Alejandro Giammattei untuk memperingatkan dan bertindak tegas kepada Kementerian Publik Guatemala. 

Baca Juga: Parlemen Guatemala Tolak Partai Presiden Terpilih Bernardo Arevalo

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya