Jerman Apresiasi Sikap Kazakhstan kepada Rusia

Kazakhstan makin dekat dengan Uni Eropa

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Jerman pada Senin (31/10/2022), menyampaikan apresiasinya kepada Kazakhstan yang bersedia tetap netral di tengah perang Rusia-Ukraina. Meskipun, negara Asia Tengah itu dikenal sebagai sekutu Rusia dan masuk dalam anggota aliansi CSTO. 

Bahkan, relasi Rusia-Kazakhstan dilaporkan terus merenggang dalam beberapa bulan terakhir. Hal itu terutama setelah Kazakhstan menolak mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk dalam acara St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF). 

Baca Juga: Kebanyakan Kontroversi, Dubes Ukraina di Kazakhstan Dipecat

1. Baerbock apresiasi Kazakhstan yang berpegang pada perdamaian

Pernyataan di atas disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock dalam kunjungannya ke Astana. Ia mengapresiasi keberpihakan Kazakhstan kepada hukum internasional meskipun memiliki kedekatan dengan Rusia baik secara politik, ekonomi dan geografis. 

"Kazakhstan punya posisi geografis yang sulit dan kedekatan dengan Rusia, tetapi menunjukkan posisi teguh dalam menjunjung perdamaian dalam beberapa bulan ini. Sikap ini sesuatu yang patut dihargai," tutur Baerbock, dikutip dari La Prensa Latina.

"Kunjungan saya ke Astana ini berlangsung di tengah peperangan yang berkecamuk di Eropa. Dalam perbincangan dengan Tleuberdi, kami mendengar bahwa dampak perang sangat terasa di Asia Tengah."

"Anda mempunyai hubungan ekonomi yang dekat dengan Rusia, tapi dalam delapan bulan ini Anda sudah mengalami beberapa kejadian dengan beragam alasan terkait penyetopan pengiriman minyak lewat Laut Hitam," sambungnya. 

Baca Juga: Kazakhstan Tolak Permintaan Rusia untuk Usir Dubes Ukraina

2. Baerbock diskusikan diplomasi hidrogen dengan Kazakhstan

Jerman Apresiasi Sikap Kazakhstan kepada RusiaMenteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock dan Menteri Luar Negeri Kazakhstan, Mukhtar Tileuberdi, Senin (31/10/2022). (twitter.com/MFA_KZ)

Kunjungan Baerbock ke Kazakhstan ini berfungsi untuk membuka Kantor Diplomasi Hidrogen di Astana. Menurut pemerintah beserta pakar dari Jerman dan Kazakhstan, hidrogen ini akan menciptakan bahan bakar energi stabil di kawasan Asia Tengah dan Eropa. 

Ketika bertemu dengan PM Kazakhstan, Alikhan Smailov mengungkapkan pentingnya pentingnya inisiatif ini. Nantinya, proyek tersebut akan diawasi secara langsung oleh German Society for International Cooperation (GIZ) dan Kantor Luar Negeri Jerman. 

Sedangkan proyek lain yang akan dijalankan adalah konstruksi kompleks energi hijau hidrogen. Proyek itu meliputi turbin angin dan pembangkit listrik tenaga surya yang memiliki kapasitas sebesar 45 GW. 

"Ini adalah proyek terbesar di sektor ini sekarang, tapi ini Kazakhstan memiliki keterbatasan di sektor ini. Saya percaya bahwa negara kami punya kemungkinan besar untuk menjadi salah satu pusat perkembangan generasi hidogen hijau di dunia" ungkap Smailov, dilansir dari The Astana Times.

Di sisi lain, Baerbock menekankan bahwa keduanya mengutamakan keuntungan bersama di bidang ekonomi, termasuk energi dan industri. 

Baca Juga: Kazakhstan Kewalahan Urus 100 Ribu Warga Rusia yang Kabur dari Perang

3. Kazakhstan ingin jadi eksportir energi terbarukan

Meskipun dikenal sebagai pengekspor migas, Kazakhstan punya harapan lain untuk mengembangkan energi terbarukan. Bahkan, negara Asia Tengah itu punya angan menjadi pemimpin dalam eksportir energi hijau. 

Rencana itu diungkapkan Presiden Kassym-Jomart Tokayev pada pekan lalu usai menyetujui perjanjian senilai 50 miliar dolar AS (Rp781,3 triliun) dengan kelompok Svevind dari Eropa. Persetujuan itu meliputi pembangunan fasilitas produksi hidrogen di Mangystau, dilaporkan BNE Intellinews.

Proyek itu meliputi Hyarsia One yang digunakan untuk generator listrik dari panel surya dan turbin angin yang berbeda dari gas hidrogen air. Fasilitas itu diperkirakan akan mulai beroperasi pada 2030 dan mampu memroduksi 2 juta ton per tahunnya mulai 2032. 

Kapasitas itu disebut akan memenuhi satu per lima target impor energi hijau Uni Eropa pada 2030 mendatang. Akan tetapi, tantangannya ada pada transportasi gas tersebut dari Kazakhstan ke Eropa, mengingat kondisi geografisnya yang kurang menguntungkan. 

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya