Ribuan Warga Georgia Tolak Penetapan Media sebagai Agen Asing

Georgia disebut tiru kebijakan Rusia

Jakarta, IDN Times - Ribuan warga Georgia pada Kamis (2/3/2023) mengadakan demonstrasi besar menolak pengesahan hukum yang melabeli media sebagai agen asing. Publik menganggap bahwa kebijakan tersebut akan membawa negara pecahan Uni Soviet itu kembali ke masa autoritarianisme. 

Sebelumnya, pemimpin Partai Georgian Dream Irakli Kobakhidze mengaku menyetujui keputusan penetapan media yang mendapat pendanaan dari luar negeri sebagai agen asing. Ia mengungkapkan bahwa kebijakan ini untuk memberikan transparansi berapa dana asing ke media di Georgia. 

1. Bentrokan demonstran dan polisi terjadi di luar gedung parlemen

Demonstran di luar gedung parlemen Georgia sempat marah dan terlibat bentrokan dengan aparat kepolisian. Bentrokan terjadi akibat massa yang menolak peresmian hukum agen asing yang dinilai mencederai kebebasan berekspresi di Georgia. 

Kejadian bentrokan ini mengakibatkan 36 orang ditangkap oleh aparat kepolisian. Pasalnya, massa dianggap sebagai dalang kerusuhan usai demonstran memadati jalan masuk ke dalam gedung parlemen yang jadi tempat persidangan. 

Dilansir RFE/RL, demonstran juga membawa spanduk yang bertuliskan "Tidak untuk hukum Rusia!" dan "Tidak untuk pengkhianat". 

Mereka mengatakan hal itu karena menganggap adanya kesamaan dengan hukum di Rusia yang merestriksi pekerjaan dari kelompok masyarakat, organisasi non-profit, dan organisasi media di Georgia. 

Baca Juga: Georgia Mau Media yang Didanai dari Luar Negeri Dilabeli Agen Asing

2. Pertikaian terjadi antara anggota partai pemerintahan dan oposisi

Dilaporkan Euractiv, persidangan untuk menentukan hukum agen asing ini berlangsung panas. Tersebar potongan video yang memperlihatkan pertikaian antara anggota parlemen oposisi dan penguasa terkait perbedaan pendapat soal undang-undang tersebut. 

Hukum itu berisikan aturan jika organisasi media di Georgia menerima dana asing lebih dari 20 persen, maka mereka akan didaftarkan sebagai agen asing atau menerima denda. Ini mirip dengan aturan di Rusia yang diresmikan 2012 lalu untuk membatasi masyarakat. 

Pada Februari lalu, lebih dari 60 media dan kelompok masyarakat di Georgia menyatakan tidak akan mengikuti aturan tersebut jika disahkan. Presiden Georgia, Salome Zourabichvili, juga mengungkapkan akan memveto undang-undang tersebut. 

Hukum ini mendapat kritikan dari berbagai pihak di Georgia kecuali partai penguasa, Georgian Dream. Bahkan, pengajuan undang-undang ini mengundang kecaman dari berbagai pihak di luar negeri, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE), dilansir Jam News.

3. Parlemen Georgia tetap mengesahkan undang-undang tersebut

Meski dapat penolakan dari berbagai pihak dan terus ditekan oleh demonstran di luar gedung parlemen, proposal undang-undang yang menetapkan media asing sebagai agen asing itu tetap disetujui oleh komite pertama. 

Sehari sebelumnya, Dubes Uni Eropa di Gerogia Paweł Herczyński bersama 19 perwakilan negara anggota UE di Tbilisi telah mengadakan pertemuan dengan juru bicara Parlemen Georgia, Shalva Papuashvili, dilaporkan OC Media.

Herczyński mengungkapkan bahwa hukum tersebut tidak sesuai dengan rekomendasi yang dianjurkan UE kepada Georgia, jika negara Kaukasus itu masih ingin masuk dalam blok Uni Eropa. Sebagai informasi, Georgia gagal masuk dalam status kandidat UE pada Juni 2022. 

Sementara, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price, mengatakan bahwa siapapun yang menyetujui undang-undang tersebut secara langsung bertanggung jawab atas pengerusakan masa depan integrasi Georgia ke dalam Euro-Atlantik. 

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya