Tok! AS Beri Sanksi Pihak Pemicu Konflik di Sudan

Perusahaan sediakan senjata ke RSF

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Amerika Serikat resmi menjatuhkan sanksi kepada pihak yang terlibat dalam kudeta militer di Sudan. Hal itu diumumkan pada Kamis (28/9/2023). Mereka yang dijatuhi sanksi dianggap memicu instabilitas di negara Afrika Timur itu dan dianggap antipemerintah demokrasi. 

Perang Sudan pecah pada April 2023 setelah pasukan Rapid Support Forces (RSF) dan tentara Sudan terlibat perseteruan terkait integrasi tentaranya. Sampai saat ini, perang masih berkecamuk di Sudan dan menimbulkan krisis kemanusiaan berkepanjangan. 

Baca Juga: PBB: Seribu Lebih Anak Tewas di Sudan akibat Campak dan Malnutrisi

1. Kemenkeu AS sanksi dua perusahaan Sudan dan Rusia

Kementerian Keuangan AS resmi menetapkan sanksi kepada mantan Menteri Luar Negeri Sudan, Ali Karti dan dua perusahaan yang berafiliasi dengan pasukan paramiliter (RSF). Kedua perusahaan itu adalah GSK Advance Company Ltd dan perusahaan militer Rusia, Aviatrade LLC. 

Dilaporkan Associated Press, Washington menyebut sanksi itu diberikan karena perusahaan tersebut membantu RSF dalam perangnya melawan tentara Sudan. Kedua perusahaan itu membantu dalam menyediakan suku cadang dan suplai, serta pelatihan drone kepada RSF. 

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken menekankan bahwa Karti telah memimpin upaya untuk merusak stabilitas pemerintahan yang dipimpin oleh sipil. Ia pun dianggap berupaya merusak transisi ke arah demokrasi di Sudan. 

Ali Karti merupakan Menteri Luar Negeri Sudan yang menjabat pada 2010-2015, ketika negara itu dipimpin Omar al-Bashir. Ia pun dilengserkan ketika kudeta militer dari tentara Sudan dan RSF berlangsung pada April 2019. 

2. AS jatuhkan sederetan sanksi kepada paramiliter RSF dan afiliasinya

Pada awal September, AS telah menjatuhkan sanksi kepada komandan RSF, Abdelharim Hamdan Dagalo berupa penyitaan properti dan asetnya. Sedangkan komandan RSF, Abdul Rahman Juma disanksi pembekuan visa ke AS. 

Blinken menuduh Dagalo dan Juma sebagai sosok pelanggar hak asasi manusia (HAM) di Sudan. Mereka pun dianggap bertanggung jawab atas penculikan dan pembunuhan mantan Gubernur Provinsi Darfur Barat, Khamis Abdalla Abkar pada Juni lalu. 

Ia dibunuh beberapa jam setelah menghadiri wawancara denan televisi Arab Saudi, Al-Hadath. Dalam keterangannya, Abkar menuding paramiliter dan sekutu militannya telah menyerang komunitas lokal di ibu kota Darfur Barat, Geneina. 

Pada Juni lalu, Washington juga menetapkan sanksi kepada empat perusahaan kunci yang punya kaitan dengan tentara dan paramiliter. AS pun menetapkan pembatasan visa kepada pejabat dan memperingatkan kepada dua pihak yang berseteru di Sudan. 

3. Pemimpin militer Sudan ajak semua negara tetapkan RSF sebagai teroris

Dalam Majelis Umum PBB, pemimpin militer Sudan, Abdel Fattah Burhan mengatakan perang di Sudan dapat menyebar melewati perbatasan negara di Afrika Utara, jika tidak segera dihentikan. Ia juga mengajak dunia agar menetapkan RSF sebagai teroris. 

"Kondisi perang ini sekarang adalah sebuah ancaman regional, serta ancaman pada kedamaian dan keamanan internasional. Ini akan memicu perang lain, dan perang akan merembet ke negara-negara lain di kawasan Afrika Utara," tutur Burhan. 

Meski tentara Sudan mengklaim RSF melakukan kejahatan perang dan pelanggaran HAM. Organisasi penegak HAM, Amnesty International menuding kedua pihak melakukan kejahatan perang dengan membunuh warga sipil secara sengaja. Perwakilan PBB di Sudan, Volker Perthes mengatakan konflik di Sudah sudah mengakibatkan setidaknya 5 ribu orang tewas dan 12 ribu di antaranya terluka. 

Baca Juga: Panglima Militer Sudan Sebut Konflik Bisa Menyebar ke Negara Lain

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya