Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
bendara India (unsplash.com/Naveed Ahmed)

Jakarta, IDN Times - India telah meluncurkan roket untuk mempelajari matahari, kurang lebih seminggu setelah keberhasilan pendaratan pesawat tak berawak di bulan.

Roket Aditya-L1, yang membawa instrumen ilmiah untuk mengamati lapisan terluar matahari selama empat bulan, diluncurkan pada Sabtu (2/9/2023) pukul 11.50. 

“Aditya-L1 akan berada sekitar 1,5 juta km dari Bumi, mengarah ke Matahari, yaitu sekitar 1 persen jarak Bumi-Matahari,” kata Organisasi Penelitian Luar Angkasa India dalam unggahannya di media sosial X, dikutip dari The National.

“Matahari adalah bola gas raksasa dan Aditya-L1 akan mempelajari atmosfer luar Matahari. Aditya-L1 tidak akan mendarat di Matahari atau mendekati Matahari lebih dekat lagi," tambahnya.

1. Aditya-L1 membawa tujuh muatan ilmiah untuk studi sistematis tentang matahari

Menurut Organisasi Penelitian Luar Angkasa India (ISRO), pesawat ruang angkasa tersebut membawa tujuh muatan ilmiah untuk studi sistematis tentang matahari. Semua alat tersebut dikembangkan secara lokal melalui kolaborasi antara badan antariksa India dan lembaga ilmiah.

Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) dan Badan Antariksa Eropa (ESA) telah mengirimkan sejumlah wahana antariksa ke pusat tata surya, yang dimulai dengan program Pioneer NASA pada tahun 1960-an. Namun jika misi terbaru ISRO itu berhasil, maka ini akan menjadi misi pertama negara Asia yang ditempatkan di orbit matahari.

Dinamakan dengan bahasa Hindi yang berarti 'matahari', Aditya-L1 terbang dengan roket PSLV XL berbobot 320 ton rancangan ISRO yang telah menjadi andalan program luar angkasa India. Roket ini juga telah mendukung peluncuran sebelumnya ke bulan dan Mars.

Pesawat ruang angkasa ini juga telah dirancang untuk melakukan perjalanan sekitar 1,5 juta kilometer selama empat bulan di luar angkasa, di mana benda-benda cenderung tetap diam karena keseimbangan gaya gravitasi, sehingga mengurangi konsumsi bahan bakar untuk pesawat ruang angkasa.

Adapun posisi itu disebut Poin Lagrange, diambil dari nama ahli matematika Italia-Prancis Joseph-Louis Lagrange.

2. Ledakan besar dalam hal ilmu pengetahuan

Para ilmuwan percaya, penting untuk mempelajari Matahari karena aktivitasnya dapat mempengaruhi Bumi, planet lain, dan ruang angkasa itu sendiri. Misi Aditya-L1 diharapkan dapat membantu mengungkap rahasia aktivitas matahari, termasuk membantu para ilmuwan memahami pemanasan korona dengan lebih baik.

"Misi tersebut memiliki kapasitas untuk membuat ledakan besar dalam hal ilmu pengetahuan,” kata Somak Raychaudhury, yang terlibat dalam pengembangan beberapa komponen observatorium, dikutip dari Al Jazeera.

Ia menambahkan, partikel energi yang dipancarkan matahari dapat mengenai satelit yang mengendalikan komunikasi di bumi. 

“Ada kalanya komunikasi besar terhenti karena satelit terkena emisi corona yang besar. Satelit di orbit rendah bumi menjadi fokus utama pemain swasta global, sehingga misi Aditya L1 menjadi proyek yang sangat penting,” ujarnya.

3. India berhasil menyamai prestasi negara-negara Barat

India terus menyamai pencapaian negara-negara yang telah lebih dulu menjelajahi luar angkasa, seperti AS, Rusia dan China, namun dengan biaya yang lebih murah. Keberhasilan pendaratan pesawat India di permukaan bulan berhasil dicapai dengan biaya kurang dari 75 juta dolar AS (sekitar Rp1 triliun).

India juga telah mengalahkan Rusia pada akhir bulan lalu untuk menjadi negara pertama yang mendarat di kutub selatan bulan. Meskipun Rusia memiliki roket yang lebih kuat, Chandrayaan-3 India mampu mengalahkan Luna-25 dalam melakukan pendaratan.

India juga menjadi negara Asia pertama yang menempatkan pesawat ke orbit Mars pada 2014 dan dijadwalkan untuk meluncurkan misi berawak selama tiga hari ke orbit Bumi  tahun depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorFatimah