Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Wakil Presiden Taiwan Lai Ching-te (twitter.com/@ChingteLai)
Wakil Presiden Taiwan Lai Ching-te (twitter.com/@ChingteLai)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah China menyebut calon presiden dari Partai Demokrat (DPP) yang berkuasa di Taiwan, Lai Ching-te, sebagai orang yang konfrontatif dan perusak perdamaian. Hal itu disampaikan usai pernyataan Lai tentang kedaulatan Taiwan.

Dalam debat presiden yang disiarkan langsung di televisi pada Sabtu (20/12/2023) malam, Lai yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden Taiwan, menegaskan bahwa Beijing dan Taipei tidak saling tunduk. Adapun kedaulatan dan kemerdekaan pulau itu adalah milik rakyatnya. 

Menanggapi komentar tersebut, Kantor Urusan Taiwan untuk China mengatakan bahwa Lai telah memperlihatkan wajah aslinya sebagai pekerja kemerdekaan Taiwan yang keras kepala dan perusak perdamaian di kawasan tersebut.

“Kata-katanya penuh dengan pemikiran konfrontatif,” kata juru bicara Chen Binhua dalam sebuah pernyataan, dikutip Reuters.

Ia menambahkan bahwa sejak Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menjabat pada 2016, pemerintah yang dipimpin DPP telah mempromosikan separatisme dan merusak kepentingan rakyat Taiwan.

“Sebagai tokoh pengurus DPP dan Ketua DPP saat ini, Lai Ching-te tidak bisa lepas dari tanggung jawabnya atas hal ini."

1. Lai sebut ia terbuka untuk berkomunikasi dengan Beijing

Pemilihan presiden dan parlemen Taiwan pada 13 Januari mendatang berlangsung saat hubungan kedua negara bersitegang. China telah meningkatkan tekanan militer untuk menegaskan klaim kedaulatannya atas Taiwan yang diperintah secara demokratis.

Lai, yang menduduki puncak jajak pendapat, berjanji akan membantu memperkuat pertahanan dan ekonomi Taiwan jika terpilih. Ia juga mengatakan bahwa dirinya terbuka untuk berkomunikasi dengan pemerintah di Beijing.

“Selama ada kesetaraan dan martabat di kedua sisi Selat Taiwan, pintu Taiwan akan selalu terbuka. Saya bersedia melakukan pertukaran dan kerja sama dengan China untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kedua sisi Selat Taiwan," ujarnya saat debat, dikutip VOA News.

“Komunitas internasional telah menyadari ancaman China terhadap Taiwan dan komunitas internasional. Faktanya, semua orang sudah bersiap untuk merespons. Kita harus… bersatu dan bekerja sama untuk menjamin perdamaian.”

Baik Tsai dan Lai sebelumnya telah berulang kali menawarkan pembicaraan dengan China, namun selalu ditolak.

2. Lawan utama Lai dari partai oposisi juga serukan perdamaian dengan Beijing

Hou Yu-ih, lawan utama Lai dari Partai Kuomintang (KMT), juga menyerukan hubungan damai dengan Beijing saat debat. Ia menyatakan bahwa dirinya menentang kemerdekaan Taiwan, begitu jugad dengan potensi penyatuan di bawah kerangka “satu negara, dua sistem” yang digunakan Beijing untuk memerintah Hong Kong. Hou mengatakan bahwa dia menginginkan demokrasi dan kebebasan untuk Taiwan.

KMT secara tradisional dikenal mendukung hubungan dekat dengan China, tetapi menyangkal keras bahwa mereka pro-Beijing. Hou juga mengecam Lai sebagai pendukung kemerdekaan.

Sementara itu, kandidat ketiga, Ko Wen-je, dari Partai Rakyat Taiwan yang lebih kecil, merujuk pada kutipan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengenai hubungan AS-China. Dalam hal ini, ia mengatakan bahwa Taiwan dan China akan bekerja sama jika mereka bisa bekerja sama, bersaing jika ada kebutuhan untuk bersaing, dan saling berhadapan jika diperlukan.

“Masyarakat di kedua sisi Selat Taiwan memiliki ras yang sama dan memiliki sejarah, bahasa, agama, dan budaya yang sama, namun pada tahap ini, kami memiliki sistem politik dan cara hidup yang berbeda. Taiwan membutuhkan kemandirian, dan kedua sisi Selat Taiwan membutuhkan perdamaian," kata Ko.

“Kita harus menjelaskan kepada pemerintah China bahwa prinsip saya adalah Taiwan harus mempertahankan sistem dan cara hidup demokratis dan bebas saat ini. Hanya jika kondisi ini terpenuhi kita dapat berdialog.”

3. China kirimkan jet dan kapal militer di sekitar Taiwan hampir setiap hari

Taiwan berpisah dari China ketika perang saudara pada 1949, namun Beijing terus menganggap pulau berpenduduk 23 juta jiwa itu sebagai wilayahnya. Negara Tirai Bambu itu bahkan meningkatkan ancamannya untuk mencapai tujuan tersebut, termasuk dengan kekuatan militer jika diperlukan.

China telah meningkatkan tekanan militer terhadap Taiwan dengan mengirimkan jet dan kapal militer ke wilayah tersebut hampir setiap hari. Kementerian Pertahanan Taiwan bulan ini juga melaporkan balon mata-mata China terbang di sekitar wilayahnya.

Perbedaan pendapat mengenai Taiwan juga menjadi titik konflik utama dalam hubungan AS-China.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team