Pesawat bomber H-6N China yang memiliki kemampuan membawa roket nuklir. (Twitter.com/Jimmie Chan)
China sebenarnya sudah sepakat tentang penjagaan tingkat minimum kepemilikan hulu ledak nuklir. Namun dalam 10 tahun terakhir, perkembangan persenjataan China dianggap sangat signifikan dan bahkan penumpukan silo rudal itu disebut menyimpang dari kesepakatan minimum.
Tapi melansir CNN, pejabat China telah berulang kali mengatakan tidak akan menggunakan senjata nuklir kecuali diserang terlebih dahulu. Selain itu, kekuatan nuklir Beijing dijaga pada tingkat minimum yang diperlukan untuk menjaga keamanan nasional.
Pada awal tahun 2021, juru bicara Kementrian Luar Negeri China yang bernama Hua Chunying mengatakan "ini adalah kebijakan dasar konsisten pemerintah China."
Para pengamat melihat kebijakan pencegahan minimum tersebut akan bergeser seiring berubahnya situasi keamanan yang menurut China dianggap mengancam.
Pada 2 Juli, Global Times, media yang disokong oleh partai Komunis China menulis dalam editorialnya yang bertajuk "China’s nuclear deterrence buildup cannot be tied down by the US."
Dalam editorial itu, disebutkan bahwa "begitu konfrontasi militer antara China dan AS mengenai masalah Taiwan pecah, jika China memiliki kapasitas nuklir yang cukup untuk menghalangi AS, itu akan menjadi dasar dari keinginan nasional China."
Drew Thompson, seorang mantan pejabat Departemen Pertahanan AS sekaligus peneliti senior tamu di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew di Universitas Nasional Singapura memberikan penjelasan atas kemajuan signifikan yang diraih oleh China.
Menurutnya, “postur kekuatan nuklir China telah berkembang dengan mantap selama 10 tahun terakhir dengan peluncur rudal mobile baru-baru ini, bergabung dengan pembom H-6N berkemampuan nuklir, rudal balistik kapal selam baru, dan semakin banyak silo statis, memberikan China sebuah triad nuklir yang semakin kuat dan dapat bertahan," katanya seperti dikutip CNN.