AS Akhiri Dukungan ke Arab Saudi Atas Perang Terhadap Yaman

Ini merupakan bagian dari kebijakan luar negeri secara luas

Washington, D.C, IDN Times - Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengatakan bahwa pihak Amerika Serikat telah menghentikan dukungan kepada Arab Saudi dalam operasi serangan terhadap Yaman pada hari Kamis, 4 Februari 2021, waktu setempat. Ini merupakan kebijakan luar negeri Amerika Serikat secara luas. Bagaimana awal ceritanya?

1. Biden menilai konflik di Yaman menciptakan bencana kemanusiaan

AS Akhiri Dukungan ke Arab Saudi Atas Perang Terhadap YamanPresiden Amerika Serikat, Joe Biden. (Twitter.com/MUMARAFAQ3)

Dilansir dari The Guardian, Biden mengatakan perang antara Arab Saudi-Yaman harus diakhiri dalam pernyataannya saat berpidato di Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang menguraikan perombakan kebijakan luar negeri di era Donald Trump. Biden juga mengumumkan untuk mengakhiri dukungan Amerika Serikat untuk operasi serangan yang dipimpin Arab Saudi di Yaman, sebagai bagian dari pembentukan kembali kebijakan luar negeri Amerika Serikat secara luas.

Dalam pidatonya, Biden mengisyaratkan Amerika Serikat tidak akan lagi menjadi sekutu yang tidak perlu dipertanyakan lagi bagi monarki di negara Teluk, dengan mengumumkan peningkatan lebih dari 8 kali lipat dalam jumlah pengungsi yang akan diterima negara tersebut. Orang nomor satu di Amerika Serikat ini menilai konflik di Yaman, yang telah menewaskan lebih dari 100 ribu orang tewas dan 8 juta orang lainnya mengungsi, telah menciptakan bencana kemanusiaan. Akan tetapi, dia juga mengatakan Amerika Serikat terus memberikan dukungan defensif kepada Arab Saudi terhadap serangan rudal dan drone dari pasukan yang didukung oleh Iran serta pasukan militer Amerika Serikat juga akan melanjutkan operasi melawan al-Qaeda di semenanjung Arab. 

2. Pada tahun 2015 lalu, pemerintahan Barack Obama memberikan persetujuan kepada Arab Saudi dalam memimpin kampanye udara menargetkan kelompok Houthi di Yaman

AS Akhiri Dukungan ke Arab Saudi Atas Perang Terhadap YamanIlustrasi perang. (Pixabay.com/jarmoluk)

Di era pemerintahan Presiden Amerika Serikat saat itu, Barack Obama, pada tahun 2015 telah memberikan persetujuannya kepada Arab Saudi yang memimpin kampanye udara lintas batas yang menargetkan kelompok Houthi di Yaman, yang telah merebut lebih banyak wilayah di Yaman, termasuk Sana'a. Kelompok Houthi saat itu telah meluncurkan beberapa serangan drone dan rudal jauh ke Arab Saudi. Pihak Amerika Serikat mengatakan kampanye yang dipimpin oleh Arab Saudi telah mengakar peran Iran dalam konflik di pihak kelompok Houthi.

Amerika Serikat telah menargetkan bantuan untuk komando dan kendali Arab Saudi seharusnya meminimalkan korban sipil dalam serangan udara yang dipimpin Arab Saudi. Namun, akibat peristiwa pemboman tersebut telah menewaskan sebagian besar warga sipil Yaman, termasuk diantaranya anak-anak sekolah di dalam bus dan nelayan di kapal mereka. Para korban telah memperlihatkan pecahan-pecahan yang menunjukkan itu merupakan bom buatan dari Amerika Serikat sendiri. 

Baca Juga: Iran Beri Sanksi Dubes AS di Yaman Sebagai Aksi Balasan

3. Jika keputusan ini diterapkan secara penuh, maka akan berpengaruh kepada Inggris

AS Akhiri Dukungan ke Arab Saudi Atas Perang Terhadap YamanSituasi perang antara Arab Saudi dan Yaman. (Twitter.com/iPicNews)

Jika nantinya keputusan yang diambil Amerika Serikat diterapkan sepenuhnya, maka akan berpengaruh besar terhadap Inggris yang melakukan penjualan senjata ke Arab Saudi. Produsen senjata Inggris, Raytheon, telah menghapus beberapa pesanan dari pembukuannya, menurut bukti yang diberikan kepada komite pemilihan kendali senjata Inggris minggu ini. Meskipun Inggris secara tidak resmi menjadi bagian dari koalisi Arab Saudi di Yaman, pihak Inggris telah memberikan bantuan teknis kepada angkatan udara Arab Saudi, yang menurut Kementerian Pertahanan Inggris dirancang untuk membantu penargetan Arab Saudi memenuhi standar hukum kemanusiaan.

Akan tetapi, Inggris akan sangat menolak untuk mengikuti jejak Amerika Serikat karena Inggris telah melisensikan setidaknya senilai 5,4 miliar poundsterling atau setara dengan Rp103,8 triliun untuk jet tempur, terutama Typhoon dan rudal, sejak kampanye udara dimulai pada tahun 2015 lalu. Menurut profesor hubungan internasional dari University of Sussex, Anna Stavrianakis, mengatakan bahwa Inggris saat ini beresiko melihat lebih jauh dari langkah dengan negara-negara anggota Uni Eropa dan berpotensi dengan Amerika Serikat, yang membuat Inggris terlihat terlihat sangat terisolasi. Untuk negara yang berinvestasi agar terlihat berada di garis terdepan dalam aturan hukum dan pengaturan multilateral, yang menurutnya adalah posisi yang sangat berbahaya bagi Inggris sendiri.

Baca Juga: Staf Positif COVID-19, Yaman dan Filipina Tutup Kedutaan di Arab Saudi

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya