Hadapi Gerakan Protes, Inggris Berencana Revisi UU Ketertiban Umum

Rencana tersebut menjadi pro dan kontra di masyarakat

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Inggris berencana merevisi undang-undang untuk mengatasi gerakan demonstrasi. Saat ini undang-undang tersebut sedang dalam tahap akhir perdebatan yang berlangsung di parlemen.

Sejumlah kelompok menilai revisi undang-udang tersebut akan memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada polisi untuk mengatasi demonstran.

1. Dalam undang-undang tersebut, polisi diberikan kekuasaan dalam menangani setiap demonstrasi yang terjadi 

Dilansir dari Al Jazeera, amandemen RUU Ketertiban Umum, yang akan diajukan pada Senin (16/1) ini waktu setempat, akan memperluas definisi hukum dari "gangguan serius", memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada polisi dan "kejelasan mutlak" mengenai kapan mereka dapat melakukan intervensi dalam sebuah protes. Kepolisian Inggris telah diberi kekuatan tambahan untuk mencegah para demonstran menggunakan taktik gerilya.

"Hak untuk memperoleh adalah prinsip dasar demokrasi kita, tapi ini tidak mutlak," ungkap pernyataan dari Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak, pada Minggu malam waktu setempat yang dikutip dari Al Jazeera.

Ia menambahkan pihaknya tidak dapat melakukan protes yang dilakukan oleh minoritas kecil yang mengganggu kehidupan masyarakat biasa dan itu tidak dapat diterima sehingga pihaknya akan mengakhirinya. Di bawah perubahan yang diusulkan, polisi di Inggris akan dapat menutup protes bahkan sebelum itu terjadi, serta diizinkan untuk mempertimbangkan "dampak total" dari serangkaian protes dibandingkan menanganinya secara individual.

Untuk saat ini, RUU Ketertiban Umum saat ini sedang dalam tahap akhir perdebatan di parlemen dan telah menghadapi kritik keras dari kelompok HAM yang mengatakan hal itu memberi polisi terlalu banyak kekuasaan. RUU tersebut mencakup tindak pidana baru bagi mereka yang mencoba mengunci diri mereka ke objek atau bangunan dan mengixinkan pengadilan untuk membatasi kebebasan demonstran jika dianggap dapat menyebabkan "gangguan serius".

Baca Juga: Kemenhub Gandeng Konsultan Inggris untuk Operasional LRT dan KCJB

2. Juru kampanye kebebasan sipil dan kelompok demonstrasi merasa takut dengan pendekatan pemerintah yang dianggap terlalu kejam 

Para juru kampanye kebebasan dan sipil dan kelompok demonstrasi pada Minggu malam waktu setempat mengatakan bahwa mereka takut dengan pendekatan pemerintah yang dinilai terlalu kejam. Rekan dari Partai Buruh dan mantan Direktur Liberty, Shami Chakrabarti, mengatakan upaya pemerintah untuk mendapatkan lebih banyak kekuasaan sangat meresahkan.

"Definisi dari apa yang dianggap sebagai gangguan serius adalah kunci dari RUU ini karena digunakan sebagai pembenaran untuk berbagai macam pelanggaran baru, penghentia dan penggeledahan, serta perintah pelarangan. Jika anda menerapkan standar terlalu rendah, anda benar-benar memberikan cek kosong kepada polisi untuk menghentikan perbedaan pendapat bahkan sebelum itu terjadi," ungkap pernyataan dari Shami CHakrabarti yang dikutip dari The Guardian.

Kelompok demonstrasi terkemuka mengatakan undang-undang baru justru tidak akan menghalangi mereka. Juru bicara Just Stop Oil mengatakan para pendukung Just Stop Oil akan terus berlanjut dan berhenti bukanlah sebuah pilihan. Ia menambahkan tidak masalah terhadap apa yang dilakukan pemerintah.

"Mereka dapat menangkap, mendenda, atau memenjarakan orang biasa karena berjalan di jalan atau mereka dapat mengambil langkah berarti untuk melindungi rakyat negara ini dan mulai dengan mengakhiri minyak serta gas baru, mengisolasi rumah orang, dan mempertahankan Pelayanan Kesehatan Nasional (NHS)," ungkap pernyataan yang disampaikan oleh juru bicara Just Stop Oil yang juga dikutip dari The Guardian.

3. Awal dari masalah terjadinya setiap gerakan protes berasal dari krisis biaya hidup di Inggris yang mengalami fase buruk 

Hadapi Gerakan Protes, Inggris Berencana Revisi UU Ketertiban UmumSuasana di sekitar wilayah London, Inggris. (Sumber: pixabay.com/KaiPilger)

Inggris saat ini sedang berada dalam cengkeraman krisis biaya hidup terburuk dalam beberapa dekade. Inflasi berada pada level tertinggi dalam 41 tahun terakhir dan tagihan makanan serta energi meroket dalam beberapa bulan terakhir. Jutaan warga sekitar juga berjuang untuk mengatasinya.

Dengan latar belakang yang suram inilah para pekerja, termasuk perawat, guru, staf pasukan perbatasan, dan pekerja transportasi telah memutuskan untuk mengambil tindakan. Untuk profesi perawat merupakan yang pertama kalinya dalam 106 tahun sejarah serikat pekerja mereka melakukan pemogokan. Setelah bertahun-tahun lamanya nilai gaji stagnan dan tekanan gaji semakin meningkat, mereka mengatakan bahwa mereka tidak punya banyak pilihan.

Hak mogok merupakan landasan demokrasi yang berfungsi dan hak fundamental, misalnya di bawah Piagam Sosial Eropa. Hak ini juga memberikan suara kepada pekerja dan memungkinkan mereka menunjukkan solidaritas. Secara lebih luas, protes damai dan hak untuk bebas berkumpul memungkinkan individu untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang berkuasa, sesuatu yang tampaknya akan menjadi sebuah batu sandungan bagi pemerintah Inggris.

Terlepas dari ini juga, RUU Ketertiban Umum yang diklaim banyak kontroversial, justru untuk mengkriminalisasi banyak para demonstran. Sebelumnya, Undang-Undang Polisi, Kejahatan, Hukuman, dan Pengadilan, yang disahkan pada April 2022 lalu, memperkenalkan berbagai pelanggaran gangguan publik, menciptakan kekuatan bagi polisi untuk menempatkan kondisi pada protes yang berisik, serta meningkatkan hukuman karena menghalangi jalan raya. Namun, undang-undang tersebut memicu adanya protes luas di tengah kekhawatiran tentang pengaruhnya terhadap kebebasan sipil.

Baca Juga: Inggris Tuding China Mengikis Hak dan Kebebasan Hong Kong

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya