Selandia Baru Perkenalkan UU Larangan Terapi Konversi LGBT

Bagi yang melanggar, ancaman hukumannya 3-5 tahun penjara

Wellington, IDN Times - Pemerintah Selandia Baru pada hari Jumat, 30 Juli 2021, waktu setempat memperkenalkan undang-undang mengenai larangan terapi konversi LGBT. Bagi siapapun yang melanggar aturan tersebut, pelanggar akan terancam hukuman 3-5 tahun penjara. Bagaimana awal ceritanya?

1. Menteri Kehakiman Selandia Baru mengatakan mereka yang mengalami praktik konversi ini berbicara mengenai kesehatan mental yang berkelanjutan 

Selandia Baru Perkenalkan UU Larangan Terapi Konversi LGBTIlustrasi acara LGBT. (Pixabay.com/Sephelonor)

Dilansir dari The Guardian, Selandia Baru telah memperkenalkan undang-undang untuk melarang praktik konversi, dengan mengatakan praktik itu berbahaya dan tidak memiliki tempat di Selandia Baru modern ini. Terapi konversi mengacu pada praktik dan sering kali oleh kelompok agama, mencoba untuk "menyembuhkan" orang dari seksualitas, ekspresi gender, atau indentitas LGBTQI mereka. Menteri Kehakiman Selandia Baru, Kris Faafoi, mengatakan mereka yang telah mengalami praktik konversi berbicara mengenai tekanan kesehatan mental yang berkelanjutan, depresi, rasa malu dan stigma, serta bahkan berpikir untuk bunuh diri.

Undang-undang tersebut menjadikannya pelanggaran untuk melakukan praktik konversi pada siapa pun yang berusia di bawah 18 tahun atau dengan kapasitas pengambilan keputusan yang terganggu, dengan hukuman hingga 3 tahun penjara. Selain itu, juga merupakan pelanggaran untuk melakukan praktik konversi yang menyebabkan kerugian serius, tanpa memandang usia, yang membuatnya divonis hingga 5 tahun penjara. Pemerintah Selandia Baru mengatakan bahwa undang-undang tersebut tidak membahas ekspresi umum keyakinan atau prinsip agama tentang seksualitas dan gender.

2. Praktik terapi konversi merupakan legal di sebagian negara-negara di dunia  

Selandia Baru Perkenalkan UU Larangan Terapi Konversi LGBTIlustrasi LGBT. (Pixabay.com/Tumisu)

Praktik terapi konversi merupakan legal di sebagian negara-negara di dunia, termasuk di Inggris dan banyak negara bagian di Amerika Serikat. Sebuah laporan oleh Pakar Independen PBB tentang perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi berdasarkan orintasi seksual dan identitas gender menemukan bahwa praktik konversi menyebabkan kehilangan harga diri yang signifikan, kecemasan, sindrom depresi, isolasi sosial, kesulitan keintiman, kebencian diri, rasa malu dan rasa bersalah, disfungsi seksual, ide bunuh diri dan upaya bunuh diri, serta gejala gangguan stres pasca-trauma.

Mereka menemukan praktik tersebut melanggar konvensi PBB tentang penyiksaan dan
merekomendasikan larangan secara global. Badan kesehatan termasuk American Psychological Association telah menyimpulkan bahwa tidak ada bukti praktik konversi berhasil mengubah seksualitas atau identitas gender. Aktivis Shaneel Lal, seorang penyintas yang telah berkampanye menentang praktik tersebut di Selandia Baru, mengatakan mereka secara luas menyambut undang-undang tersebut dan itu menunjukkan potensi perubahan nyata.

Praktik yang dianggap oleh Lal sebagai praktik pertobatan telah mendorong begitu banyak orang aneh ke dalam kehidupan yang menyakitkan dan sengsara serta kematian dan berpikir bahwa Tuhan tidak akan pernah memaafkan mereka karenanya. Setiap cerita yang ia dengar selama ini mengenai praktik ini, para korban mempertanyakan apakah itu layak untuk dijalani dan dia adalah salah satu dari orang-orang itu. Meski mendukung, Lal juga menyuarakan keprihatinan dengan kata-kata yang ada pada undang-undang itu serta beberapa ketentuannya.

Mereka mengatakan kata-kata "kerugian serius" menyiratkan bahwa tidak apa-apa untuk menyebabkan kerusakan, jika itu tidak membahayakan serius dan mengangkat kekhawatiran bahwa para penyintas mungkin berjuang untuk mengumpulkan bukti yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa kerugian emosional dan psikologis yang serius telah dilakukan pada mereka.

Baca Juga: Selandia Baru Tutup Perjalanan Bebas Karantina

3. Seorang akademisi mengatakan tidak ada data konklusif mengenai berapa banyak orang yang telah melalui praktik ini

Selandia Baru Perkenalkan UU Larangan Terapi Konversi LGBTIlustrasi LGBT. (Pixabay.com/Myriams-Fotos)

Seorang akademisi juga dosen senior dari Waikato University di bidang psikologi, Dr. Jaimie Veale, sebelumnya mengatakan bahwa tidak ada data konklusif mengenai berapa banyak orang yang telah melalui apa yang disebut praktik terapo konversi di Selandia Baru, meskipun ada banyak bukti anekdot. Sebuah survei terhadap orang-orang transgender "Counting Ourselves", di mana Veale adalah penyelidik utama, menemukan 17 persen responden, atau 1 dari 6 orang, mengalami seorang profesional kesehatan yang menghentikan mereka dari trans atau non-biner.

Di Australia, sebuah studi tahun 2018 lalu menemukan 10 persen orang Australia yang tertarikk padaorang dengan jenis kelamin yang sama atau beragam gender rentan terhadap praktik terapi konversi. Dalam melarang terapi konversi, Selandia Baru bergabung dengan kelompok yang berkembang di seluruh dunia, termasuk beberapa negara bagian Australia. Negara Bagian Queensland adalah yang pertama memberlakukan larangan tersebut pada Agustus 2020 lalu, diikuti oleh Wilayah Ibu Kota Australia.

Tetapi jangkauan terluas adalah yang diadopsi di Negara Bagian Victoria pada bulan Februari 2021 lalu. Di bawah reformasi, siapa pun yang ditemukan mencoba untuk menekan atau mengubah seksualitas atau identitas gender orang lain menghadapi hukuman 10 tahun penjara atau denda hampir 10 ribu dolar Australia atau setara dengan Rp106,8 juta jika dapat dibuktikan tanpa keraguan bahwa tindakan mereka menyebabkan cedera serius.

Baca Juga: Selandia Baru Alami Juni Terpanas dalam 100 Tahun Terakhir

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya