COVID-19, Selama 5 Hari Tiongkok Catatkan Lebih Banyak Kasus Impor

Beijing, IDN Times - Otoritas kesehatan Tiongkok mencatatkan lebih banyak kasus virus corona baru atau COVID-19 dari luar negeri dibandingkan transmisi lokal selama lima hari berturut-turut. Tren ini sudah mulai terlihat sejak beberapa waktu terakhir seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang terinfeksi di berbagai negara.
Ini dipengaruhi oleh kota-kota besar di Tiongkok, seperti Shanghai, Beijing, Shenzhen dan Guangzhou, yang jadi tempat transit berbagai penerbangan internasional. Pemerintah Tiongkok sendiri sejak awal mendukung anjuran badan kesehatan dunia (WHO) yang menilai pembatasan perjalanan internasional bukan langkah yang tepat untuk melawan COVID-19.
1. Tidak ada kasus penularan lokal dalam satu hari

Untuk pertama kalinya Tiongkok melaporkan bahwa tidak ada kasus COVID-19 yang berasal dari transmisi domestik sama sekali pada Kamis (19/3). Beijing mengatakan semua kasus dalam 24 jam terakhir adalah impor. Dikutip Reuters, pemerintah mengatakan 34 kasus baru yang sudah dikonfirmasi berasal dari warga yang melakukan perjalanan atau berasal dari negara lain.
Pada Minggu (15/3), Komisi Kesehatan Nasional melaporkan ada 16 pasien COVID-19 baru di mana 12 di antaranya adalah kasus impor. Sehari kemudian, angkanya meningkat menjadi 21 dan hanya ada satu kasus transmisi domestik. Pada Selasa (17/3), tercatat ada 13 kasus baru di mana 12 merupakan kasus impor. Begitu juga pada Rabu (18/3) saat pemerintah melaporkan 11 kasus impor.
2. Beberapa penularan terjadi di negara-negara Eropa

Sampai hari ini berarti total ada 226 kasus COVID-19 impor. Penularan pun banyak terjadi di negara-negara Eropa. Contohnya, mayoritas pasien COVID-19 yang dilaporkan pada Rabu berasal dari Spanyol dan Inggris. Sehari sebelumnya, pemerintah Guangdong melaporkan lima kasus impor di mana para pasien adalah penumpang dari Inggris, Belanda dan Thailand.
WHO pun mengumumkan bahwa episenter virus corona baru berpindah dari Wuhan, Provinsi Hubei, ke Eropa. Italia menjadi negara Eropa yang paling banyak melaporkan kasus COVID-19 yaitu 35.713 per hari ini. Sedangkan total kasus di Spanyol dan Jerman masing-masing mencapai 14.679 dan 12.327. Keseluruhan kasus terkonfirmasi di Tiongkok sendiri adalah 81.137.
"Sangat jelas bahwa aksi yang diambil Tiongkok hampir mengakhiri gelombang penularan pertama," kata Ben Cowling, Kepala Divisi Epidemiologi dan Biostatistik di Universitas Hong Kong, kepada The New York Times. "Pertanyaannya adalah apa yang akan terjadi jika ada gelombang kedua sebab langkah yang diimplementasikan Tiongkok tidak begitu berkesinambungan dalam jangka panjang."
Apa yang tampak sebagai keberhasilan ini tidak bisa membuat publik lupa pada respons otoritas Tiongkok di awal wabah terjadi. Pemerintah terlambat dalam bertindak karena menganggap enteng virus tersebut. Bahkan, Partai Komunis sibuk membungkam beberapa dokter yang mencoba memperingatkan adanya virus baru yang misterius pada Desember.
Kematian Li Wenliang, salah satu dokter yang kemudian meninggal usai terinfeksi, menjadi simbol buruknya Tiongkok dalam merespons wabah. Lockdown terhadap Wuhan dan sejumlah kota lainnya awalnya terkesan sangat ekstrem. Namun, kini beberapa negara mengambil langkah ini misalnya Italia dan Filipina.
3. Beijing merasa khawatir dengan meningkatnya angka kasus impor

Setelah berjuang mengatasi krisis medis di mana banyak pasien terlantar dan alat tes mengalami kelangkaan sehingga berkontribusi terhadap kian cepatnya virus menular, Tiongkok kini dikhawatirkan dengan situasi baru ini. South China Morning Post melaporkan para petinggi di Tiongkok resah jika perjuangan keras selama dua bulan terakhir akan dikalahkan oleh banyaknya kasus impor.
"Kita juga menghadapi situasi dan masalah baru sekarang," ujar Presiden Xi Jinping saat memimpin rapat dengan Politbiro di Beijing. Xi meminta seluruh pejabat untuk meningkatkan kewaspadaan agar negaranya tak kembali pada periode sebelumnya ketika rumah sakit-rumah sakit kewalahan dalam menangani pasien.
"Khususnya seiring dengan penyebaran penyakit ke berbagai negara, menciptakan kerugian bagi perekonomian global, dan melahirkan tantangan baru terhadap usaha kita mencegah dan mengendalikan epidemi serta memengaruhi pertumbuhan ekonomi kita," kata dia.