Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Demonstrasi Pembebasan Sandera di Israel Diwarnai Kekerasan

bendera Israel (unsplash.com/Taylor Brandon)

Jakarta, IDN Times - Para pengunjuk rasa yang menuntut pembebasan sandera Israel yang ditahan di Gaza menghadapi kekerasan saat melakukan demonstrasi di Tel Aviv pada Senin (22/7/2025).

Menurut Israeli Army Radio, ratusan demonstran yang berkumpul di kawasan Gerbang Begin diserang oleh sejumlah pengguna jalan, termasuk pengendara mobil dan sepeda motor. Seorang pria berusia 74 tahun dilaporkan dirawat di rumah sakit setelah ditabrak oleh pengendara sepeda motor yang menerobos kerumunan.

Harian Haaretz Israel menyebutkan bahwa beberapa pengunjuk rasa dipukul di wajah dan diserang oleh seorang pengemudi mobil.

1. Belum ada kemajuan terkait perundingan gencatan senjata

Israel memperkirakan sekitar 50 sandera masih berada di Gaza, termasuk 20 orang yang diyakini masih hidup. Selama berbulan-bulan, keluarga para sandera telah melakukan protes demi mendesak pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mencapai kesepakatan yang menjamin pembebasan sandera dengan kelompok Palestina Hamas.

Sejauh ini, belum ada kemajuan dalam perundingan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Netanyahu berulang kali menyatakan bahwa perluasan operasi militer Israel di Gaza akan menekan Hamas dalam negosiasi.

Sejak perang meletus pada Oktober 2023, hanya dua kesepakatan gencatan senjata sementara yang berhasil dicapai, yaitu pada November 2023 dan Januari 2025. Namun, Netanyahu menarik diri dari kesepakatan terbaru tersebut dan melanjutkan operasi militer di Gaza pada 18 Maret.

Menurut Kementerian Kesehatan, lebih dari 59 ribu warga Palestina telah tewas akibat serangan militer Israel di Gaza sejak Oktober 2023. Genosida ini juga telah menghancurkan wilayah tersebut, meruntuhkan sistem kesehatan, dan menyebabkan krisis pangan yang parah.

2. Keluarga pesimis dengan pemerintah Israel

Yehuda Cohen, ayah dari Nimrod, salah satu sandera yang diyakini masih hidup di Gaza, mengaku telah kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah Israel.

“Saya tidak percaya pada pemerintahan saya sendiri, saya tidak percaya pada Netanyahu. Saya hanya percaya pada pemerintah Amerika bahwa mereka akan memaksa Netanyahu untuk mencapai kesepakatan," katanya kepada DW.

Cohen menyebutkan alasan-alasan ketidakpercayaannya terhadap Netanyahu, termasuk sikap keras kepala Israel untuk tetap berada di Koridor Philadelphi, yang terletak di perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir, serta dugaan bahwa para ajudan Netanyahu membocorkan dokumen rahasia kepada tabloid Jerman untuk memengaruhi opini publik di Israel agar mendukung posisi pemerintah.

Menurutnya, satu-satunya cara untuk memulangkan putranya adalah dengan terus memperjuangkan pembebasan para sandera dan penghentian perang, baik dengan berbicara kepada media atau berunjuk rasa di depan kantor Netanyahu.

3. Sebanyak 25 negara tuntut Israel akhiri perang di Gaza

Pada Senin, sebanyak 25 negara, termasuk Inggris, Prancis dan Kanada, mengeluarkan pernyataan bersama yang menuntut Israel agar menghentikan perang di Gaza. Mereka juga mengecam pembunuhan terhadap ratusan warga Gaza yang berusaha memperoleh makanan di pusat distribusi bantuan milik Yayasan Kemanusian Gaza (GHF), lembaga yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat (AS).

Menurut PBB dan Kementerian Kesehatan Gaza, sedikitnya 875 orang terbunuh saat berusaha mencari bantuan makanan sejak GHF mulai beroperasi di Gaza pada akhir Mei.

“Model distribusi bantuan yang diterapkan pemerintah Israel berbahaya, memicu ketidakstabilan, dan merampas martabat kemanusiaan warga Gaza," demikian bunyi pernyataan itu, dikutip dari Al Jazeera.

Namun, Israel menolak kritikan tersebut dengan menyebutnya tidak sesuai dengan kenyataan. Pihaknya menuding negara-negara tersebut gagal mengarahkan tekanan kepada Hamas dan tidak mengakui peran serta tanggung jawab kelompok Palestina itu atas situasi yang terjadi.

"Hamas adalah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas berlanjutnya perang dan penderitaan di kedua belah pihak,” kata Kementerian Luar Negeri Israel.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us