Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pertemuan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada 2019. (The White House from Washington, DC, Public domain, via Wikimedia Commons)
Pertemuan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada 2019. (The White House from Washington, DC, Public domain, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Pertemuan dengan Korsel jadi ujian baru Trump

  • Warisan Diplomasi Cinta Trump dan Kim

  • Lee Jae Myung dorong pendekatan baru

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kembali menyoroti kawasan Asia Timur setelah serangkaian diplomasi kontroversial di Ukraina. Dia berharap bisa kembali berbaikan dengan Korea Utara.

Sejak menjabat kembali di Gedung Putih, Trump berulang kali menyombongkan diri telah mengakhiri enam atau tujuh perang, meski klaim itu masih diperdebatkan. Namun, hingga kini Korea Utara belum masuk radar kebijakan luar negeri periode keduanya.

Padahal, pada masa jabatan pertama, Trump pernah melakukan diplomasi personal yang tidak biasa dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un. Dia bahkan tiga kali bertemu langsung dengan Kim, langkah yang kala itu dianggap mengejutkan dunia internasional. Dalam salah satu pernyataannya, Trump bahkan menyatakan saling jatuh cinta dengan dan Kim.

Kini, momentum baru bisa muncul pada 25 Agustus 2025, ketika Trump dijadwalkan menerima kunjungan Presiden Korea Selatan yang baru, Lee Jae Myung, di Gedung Putih. Lee dikenal sebagai pendukung pendekatan dialog dengan Korea Utara, dan pertemuan ini bisa membuka babak baru bagi hubungan AS-Korut di bawah Trump.

1. Pertemuan dengan Korsel jadi ujian baru Trump

Presiden Korea Selatan (Korsel) Lee Jae Myung. (x.com/대한민국 대통령실)

Trump masih mencari pencapaian besar di bidang diplomasi setelah KTT Alaska dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada 15 Agustus 2025 lalu gagal menghasilkan terobosan di Ukraina. Hal ini, menurut pengamat, bisa mendorong Trump untuk menaruh perhatian lebih pada pertemuan dengan Lee.

"Karena KTT Alaska tidak berjalan sesuai yang diinginkan, kemungkinan besar Presiden akan jauh lebih tertarik untuk memastikan pertemuan dengan Korea Selatan berjalan sangat baik," kata Victor Cha, penasihat Asia untuk mantan Presiden George W Bush dan kini menjabat sebagai Korea Chair di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), dilansir dari Straits Times, Minggu (24/8/2025).

Cha menilai, Trump yang dikenal haus akan berita besar mungkin melihat peluang dalam isu Korea Utara untuk mengembalikan sorotan publik.

2. Warisan Diplomasi Cinta Trump dan Kim

Kim Jong Un berjabat tangan dengan Donald Trump. Sumber: Wikimedia

Pada masa jabatan pertamanya, Trump membangun hubungan personal yang unik dengan Kim. Dia berulang kali menyatakan kekagumannya terhadap pemimpin muda Korea Utara itu, bahkan sempat menyatakan keduanya jatuh cinta usai serangkaian surat pribadi yang dipertukarkan.

Namun, hubungan personal tersebut gagal menghasilkan kesepakatan konkret mengenai denuklirisasi. Kini, analis menilai Kim tampil lebih percaya diri dan semakin berani dibandingkan ketika Trump terakhir kali bertemu dengannya.

Trump disebut bisa saja menghadapi Kim yang berbeda, lebih kuat secara politik di dalam negeri dan lebih berani menantang AS setelah beberapa tahun meningkatkan kemampuan nuklir serta militernya.

3. Lee Jae Myung dorong pendekatan baru

Upacara pelantikan Presiden Korea Selatan, Lee Jae Myung, digelar 4 Juni 2025. (Republic of Korea from Seoul, Republic of Korea, CC BY-SA 2.0, via Wikimedia Commons)

Korea Selatan dinilai bisa kembali menjadi mak comblang, dengan Lee membawa pendekatan berbeda terhadap Korea Utara dibandingkan pendahulunya. Lee dikenal sebagai tokoh progresif yang mendukung kebijakan keterlibatan dan dialog dengan Pyongyang.

Kehadirannya di Gedung Putih dapat menjadi kesempatan bagi Trump untuk mengeksplorasi jalan baru dalam diplomasi di Semenanjung Korea. Menurut pengamat, jika Trump serius ingin membangun warisan perdamaian di Asia Timur, kerja sama dengan Lee bisa menjadi pintu masuk.

Namun, masih menjadi pertanyaan besar apakah Trump benar-benar akan kembali fokus ke Korea Utara, atau justru lebih sibuk mencari pencapaian cepat untuk kepentingan politik dalam negeri menjelang tahun-tahun kritis masa jabatan keduanya.

Editorial Team