Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (Staff Sgt. Danny Gonzalez, Public domain, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Iran menolak negosiasi selama sanksi AS masih berlaku
  • Trump mengirim surat ajakan negosiasi terkait program nuklir Iran kepada Ayatollah Ali Khamenei
  • Gedung Putih mengkonfirmasi pengiriman surat tersebut, Trump ingin berunding masalah denuklirisasi dengan China dan Rusia

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengaku telah mengirim surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei pada Rabu (5/3/2025). Surat tersebut berisi ajakan negosiasi terkait program nuklir Iran.

Namun, Iran membantah telah menerima surat dari Trump. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, juga menolak kemungkinan negosiasi selama sanksi AS masih berlaku.

Trump mengungkapkan isi suratnya dalam wawancara dengan Fox Business.

"Saya berharap Iran akan bernegosiasi karena itu akan jauh lebih baik bagi mereka. Jika kita harus masuk secara militer, itu akan menjadi hal yang mengerikan bagi mereka," kata Trump, dikutip dari CBS. 

Langkah Trump ini berbeda dengan kebijakannya pada 2018, saat dia menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran. Penarikan diri tersebut menggagalkan pencapaian kebijakan luar negeri presiden sebelumnya, Barack Obama.

1. Trump pilih negosiasi ketimbang opsi militer

Trump menyampaikan dua pilihan bagi Iran dalam menangani masalah nuklir. Pilihan pertama adalah melalui jalur militer dan kedua melalui kesepakatan baru. Trump mengaku lebih memilih jalur kesepakatan karena tidak ingin menyakiti Iran.

Gedung Putih telah mengonfirmasi pernyataan Trump terkait pengiriman surat tersebut. Trump juga menyatakan inisiatif negosiasi nuklir tidak hanya ditujukan ke Iran. Dia berharap bisa berunding masalah denuklirisasi dengan China dan Rusia.

Trump bahkan menginginkan semua negara di dunia menghentikan program senjata nuklirnya.

"Akan sangat bagus jika semua orang membuang senjata nuklir mereka," tutur Trump saat berbicara di Gedung Putih, dilansir NYT.

AS dan Israel telah memperingatkan tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir. Peringatan ini muncul seiring kemajuan program pengayaan uranium Iran yang mendekati level senjata nuklir.

2. Dinamika internal Iran hadapi tawaran AS

Iran mengalami pertentangan internal soal kemungkinan negosiasi dengan Trump. Faksi moderat dan reformis yang menguasai kepresidenan mendukung pembicaraan dengan Washington. Kelompok konservatif garis keras bersikap sebaliknya, menentang segala bentuk negosiasi dengan AS.

Kondisi ekonomi menjadi faktor pendorong keterbukaan Iran terhadap negosiasi. Presiden Iran Masoud Pezeshkian terpilih tahun lalu setelah menjanjikan perbaikan ekonomi melalui dialog langsung dengan Washington. Hal ini merespons kondisi ekonomi Iran yang terpuruk akibat sanksi internasional dan kesalahan manajemen.

Namun segala keputusan penting Iran tetap berada di tangan Pemimpin Tertinggi, Ayatollah Khamenei. Meski pada Agustus lalu Khamenei sempat membuka peluang keterlibatan dengan Amerika Serikat, sikapnya kini berubah. Dia menilai negosiasi bukan pilihan bijak dalam situasi saat ini.

Sementara itu, Pezeshkian secara terbuka masih mendukung negosiasi.

"Saya memang mendukung negosiasi dari dulu, tapi saat ini kita harus mengikuti arahan pemimpin tertinggi," ujar Pezeshkian.

3. Status terkini program nuklir Iran

Laporan terbaru Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menunjukkan Iran telah meningkatkan produksi uranium pengayaan tingginya secara drastis. Iran sudah mampu memperkaya uranium sampai tingkat kemurnian 60 persen. Level ini semakin mendekati angka 90 persen yang diperlukan untuk membuat senjata nuklir.

Stok uranium pengayaan tinggi Iran sudah mencapai 275 kilogram per Februari 2025. Angka ini jauh melampaui batas yang ditetapkan kesepakatan nuklir 2015. Kesepakatan tersebut hanya mengizinkan Iran memiliki uranium dengan kemurnian maksimal 3,67 persen dan stok tidak lebih dari 300 kilogram di level tersebut.

Melansir AL Jazeera, badan intelijen AS melaporkan Iran memang belum memulai program senjata nuklir. Namun Iran sudah melakukan berbagai persiapan yang membuatnya lebih siap membuat senjata nuklir kapan saja jika mereka mau. Iran kerap mengklaim bahwa program nuklirnya hanya untuk tujuan damai. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorLeo Manik