Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mantan PM Bangladesh, Sheikh Hasina. (premier.gov.ru, CC BY 3.0 <https://creativecommons.org/licenses/by/3.0>, via Wikimedia Commons)

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Kejahatan Internasional (ICT) Bangladesh memvonis enam bulan penjara kepada mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina dalam kasus penghinaan terhadap pengadilan. Putusan yang dibacakan pada Rabu (2/7/2025) ini menjadi vonis pertama yang dijatuhkan kepadanya sejak ia digulingkan dari kekuasaan pada Agustus 2024.

Vonis tersebut dibacakan secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa, mengingat Hasina kini berada di pengasingan di India. Hukuman akan mulai berlaku saat ia ditangkap oleh aparat atau secara sukarela menyerahkan diri ke pengadilan.

1. Hasina mengancam untuk membunuh para pelapornya

Kasus melibatkan sebuah rekaman audio yang bocor ke publik dan beredar luas di media sosial tahun lalu. Dalam rekaman tersebut, Hasina mengeluarkan pernyataan yang dianggap sangat kontroversial oleh panel hakim.

"Ada 227 kasus terhadap saya, jadi sekarang saya memiliki izin untuk membunuh 227 orang," bunyi dugaan potongan rekaman Hasina, dilansir Al Jazeera.

Pengadilan menganggap pernyataan itu sebagai upaya untuk merendahkan wibawa lembaga peradilan di Bangladesh. Keaslian rekaman tersebut telah dikonfirmasi oleh laporan forensik pemerintah.

Tim jaksa penuntut umum berpendapat bahwa komentar Hasina telah menakuti para pelapor kasus dan saksi-saksi. Selain Hasina, pengadilan juga menjatuhkan vonis dua bulan penjara kepada Shakil Akand Bulbul dalam kasus yang sama. Ia merupakan seorang tokoh dari sayap mahasiswa Partai Liga Awami yang kini telah dilarang oleh pemerintah interi, dilansir TRT Global.

2. Buntut dari penggulingan Hasina

Vonis ini merupakan salah satu babak hukum lanjutan setelah Hasina dilengserkan dari jabatannya tahun lalu. Kejatuhannya dipicu oleh gelombang unjuk rasa besar-besaran yang digerakkan kelompok mahasiswa di seluruh negeri.

Pemerintahan Hasina merespons keras protes massal tersebut. Menurut laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 1.400 orang tewas dalam periode Juli hingga Agustus 2024.

Setelah lengser, Hasina segera meninggalkan kediamannya di Dhaka dan terbang ke India untuk mengasingkan diri. Ia dilaporkan mendarat di pangkalan udara militer Hindon setelah helikopter yang ditumpanginya sempat berputar di wilayah udara India.

Kekosongan kekuasaan kemudian diisi oleh pemerintahan interim yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian, Muhammad Yunus. Sejak itu, banyak pejabat dan menteri dari rezim Hasina yang ditangkap atau melarikan diri untuk menghindari proses hukum, dilansir The Hindu.

3. Hasina juga menghadapi dakwaan kejahatan kemanusiaan

Selain kasus penghinaan pengadilan, Hasina juga menghadapi dakwaan yang jauh lebih serius, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan. Melansir Indian Express, jaksa menuduhnya bertanggung jawab atas dugaan pembunuhan massal yang terjadi selama unjuk rasa.

Pengacaranya menyatakan bahwa Hasina menyangkal semua tuduhan yang diarahkan kepadanya. Di sisi lain, para pendukungnya menuduh serangkaian kasus yang menjeratnya kental dengan muatan politik dan merupakan upaya untuk membungkam oposisi.

Ironisnya, ICT ternyata didirikan oleh pemerintahan Hasina sendiri pada 2010. Tujuan awal pembentukan ICT adalah untuk mengadili kejahatan perang yang terjadi selama Perang Kemerdekaan Bangladesh pada 1971.

Kini, lembaga yang sama difungsikan oleh pemerintah interim untuk menyelidiki berbagai dugaan pelanggaran HAM dan korupsi yang terjadi di bawah pemerintahan Hasina. Langkah hukum ini dinilai perlu untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi negara dan menegakkan akuntabilitas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRama