Gambar bendera Pakistan (Pixabay/Pete Linforth)
Para kritikus telah lama menyerukan reformasi undang-undang penistaan agama. Mereka mengatakan bahwa undang-undang tersebut sering disalahgunakan untuk menyelesaikan masalah pribadi. Ratusan tersangka, yang sebagian besar Muslim, mendekam di penjara karena tekanan dari luar dan membuat para hakim enggan untuk melanjutkan persidangan.
"Organisasi masyarakat sipil melaporkan bahwa para hakim enggan membebaskan individu yang dituduh melakukan penistaan agama, karena khawatir akan adanya kekerasan main hakim sendiri," ujar Amerika Serikat (AS) dalam laporan tahunannya tentang situasi hak asasi manusia di Pakistan.
Laporan Departemen Luar Negeri AS tahun 2022 mengutip kelompok-kelompok masyarakat sipil yang menyatakan bahwa pengadilan sering kali gagal melindungi hak-hak agama minoritas terhadap para tertuduh Muslim dalam kasus-kasus terkait penistaan agama.
"Meskipun mayoritas dari mereka yang dipenjara karena penistaan agama adalah Muslim, agama minoritas terkena dampak yang tidak proporsional. Pengadilan yang lebih rendah sering gagal mematuhi standar pembuktian dasar dalam kasus-kasus penistaan agama. Sebagian besar terpidana menghabiskan waktu bertahun-tahun di penjara sebelum pengadilan yang lebih tinggi akhirnya membatalkan vonis mereka atau memerintahkan pembebasan mereka," demikian laporan tersebut.