109 Orang Ditangkap dalam Protes Iklim di Australia

Pengunjuk rasa gunakan kayak untuk memblokir pelabuhan

Jakarta, IDN Times - Lebih dari 100 orang telah ditangkap dalam protes perubahan iklim di pelabuhan di Newcastle, Australia, pada Minggu (26/11/2023). 

Dimulai pada Sabtu (25/11/2023) pagi, para pengunjuk rasa menggunakan kayak untuk memblokir jalur pelayaran di pelabuhan batu bara terbesar di dunia itu. Tujuannya adalah menghalangi lebih dari setengah juta ton batu bara meninggalkan negara itu.

Diperkirakan ada 3 ribu orang dari seluruh Australia yang ikut ambil bagian dalam blokade jalur pelayaran yang berlangsung selama 30 jam. Rising Tide, yang mengorganisir aksi, menyebutnya sebagai tindakan pembangkangan sipil terbesar terhadap iklim dalam sejarah Australia, dilansir BBC

1. Sebanyak 104 orang akan dibawa ke pengadilan

Polisi telah memberi izin bagi pengunjuk rasa untuk memblokir pelabuhan hingga jam 4 sore pada Minggu. Meski begitu, beberapa pengunjuk rasa tetap berada di dalam air setelah batas waktu yang diberikan habis. Akibatnya 109 ditangkap, termasuk lima anak di bawah umur yang kemudian dibebaskan.

Pada Senin (27/11/2023), kepolisian New South Wales mengatakan bahwa 104 orang didakwa atas penolakan mereka meninggalkan jalur pelabuhan tersebut.

“Saya melakukan ini demi cucu-cucu saya dan generasi mendatang,” kata Alan Stuart, salah seorang pengunjuk rasa yang melanggar tenggat waktu.

“Saya sangat menyesal mereka harus menanggung akibat dari kelambanan kami. Jadi, saya pikir adalah tugas saya untuk melakukan apa yang saya bisa,” tambahnya.

Protes tersebut terjadi hanya beberapa hari menjelang COP28, pertemuan puncak perubahan iklim global tahunan, yang dimulai di Dubai pada Kamis (30/11/2023).

Baca Juga: Ribuan Warga Belanda Demo usai Partai Rasis Menang Pemilu

2. Eksportir batu bara hasilkan Rp621 Triliun tahun lalu

Australia adalah eksportir batu bara terbesar kedua di dunia dan bergantung pada bahan bakar fosil untuk kebutuhan listriknya.Terletak sekitar 170 km dari Sidney, pelabuhan Newcastle merupakan terminal terpenting di negara itu untuk pengiriman batu bara.

“Saya lebih suka hal itu (protes) tidak terjadi,” kata Perdana Menteri New South Wales Chris Minns, seraya memuji tindakan polisi dalam protes tersebut, dikutip The Sydney Morning Herald.

“Kami menjual batu bara senilai 40 miliar dolar AS (sekitarRp621 triliun) tahun lalu, dan kita membutuhkannya jika ingin melakukan transisi perekonomian ke energi terbarukan," kata dia. 

3. Pemerintah didesak untuk membatalkan proyek bahan bakar fosil baru

Rising Tide ingin pemerintahan yang dipimpin Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengenakan pajak atas ekspor batu bara termal dan membatalkan proyek bahan bakar fosil baru.

Australia sendiri telah lama dianggap sebagai negara yang lamban dalam perubahan iklim, namun Albanese berjanji akan mengurangi emisi ketika ia menjabat pada 2022.

Sejak itu, pemerintahannya telah menetapkan target pengurangan emisi sebesar 43 persen pada 2030, naik dari komitmen negara sebelumnya sebesar 26-28 persen. Langkah tersebut setara dengan menghilangkan emisi dari seluruh sektor transportasi atau pertanian Australia.

Namun, Albanese juga menolak sepenuhnya melarang proyek bahan bakar fosil baru. Menurut Australia Institute, ia telah memberikan lampu hijau pada empat tambang batu bara baru sejak Mei, dengan 25 proyek lainnya menunggu persetujuan.

Baca Juga: Warga Palestina Tuduh Australia Ekspor Senjata ke Israel

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya