53 Orang Tewas Akibat Konflik Suku di Papua Nugini

Korban ditembak mati di dataran tinggi Provinsi Enga

Jakarta, IDN Times - Sedikitnya 53 orang tewas dalam pembantaian di wilayah dataran tinggi terpencil di Papua Nugini.

Polisi mengatakan, para korban ditembak mati di Provinsi Enga akibat perselisihan antara dua suku. Pembantaian ini diyakini sebagai yang terburuk di wilayah tersebut dalam beberapa tahun terakhir.

“Ini adalah (pembunuhan) terbesar yang pernah saya lihat di Enga, mungkin juga di seluruh Dataran Tinggi,” kata Penjabat Polisi Kerajaan Papua Nugini, George Kakas, menurut laporan ABC pada Senin (19/2/2024)

"Kami semua hancur, kami semua mengalami tekanan mental. Ini sangat sulit untuk dipahami," tambah dia. 

1. Para korban disergap saat hendak menyerang suku tetangga

Kakas menjelaskan bahwa salah satu suku, bersama sekutu dan tentara bayarannya, sedang dalam perjalanan untuk menyerang suku tetangga ketika mereka disergap.

“Warga suku ini telah dibunuh di seluruh pedesaan, di seluruh hutan. Polisi dan pasukan pertahanan harus melakukan yang terbaik untuk memadamkan situasi," katanya.

“Kami mulai mengumpulkan mayat-mayat, yang tersebar di seluruh medan perang, jalan raya, tepi sungai, dan mereka dimasukkan ke dalam truk polisi dan dibawa ke rumah sakit," sambung dia. 

Dia mengatakan, pihak berwenang masih menghitung jumlah korban, baik yang tewas maupun terluka. Petugas kemungkinan akan menemukan lebih banyak lagi korban jiwa di semak-semak.

“Kami perkirakan jumlahnya akan bertambah menjadi 60 atau 65,” tambahnya.

Pertikaian suku kali ini diketahui melibatkan suku yang sama, yang menewaskan lebih dari 60 orang tahun lalu.

Baca Juga: Diserang Teroris, 2 Tentara Afrika Selatan Tewas di RD Kongo

2. Provinsi Enga sempat di-lockdown tahun lalu

Gubernur Enga Peter Ipatas mengatakan, terdapat peringatan bahwa pertikaian suku akan segera terjadi.

“(Ini) peristiwa yang sangat, sangat menyedihkan bagi kami di provinsi ini dan merupakan hal buruk bagi negara ini,” katanya.

“Dari perspektif provinsi, kami tahu pertarungan ini akan terus berlanjut dan kami (memperingatkan) pasukan keamanan minggu lalu untuk memastikan mereka mengambil tindakan yang tepat untuk memastikan hal ini tidak terjadi," sambung Ipatas.

Tahun lalu, pemerintah sempat memberlakukan lockdown selama tiga bulan di Provinsi Enga menyusul peningkatan kekerasan antar-suku. Jam malam dan pembatasan perjalanan pun diterapkan.

Selain itu, polisi juga telah berusaha menghentikan pasokan senjata api dan amunisi ke wilayah tersebut.

3. Makin banyak suku yang terlibat dalam pertikaian

Kekerasan suku marak terjadi di wilayah Enga sejak pemilu terakhir pada 2022. Pada September lalu, suku dari desa lain disalahkan atas kematian seorang pria. Mereka kemudian menyerang pemakamannya dan membunuh lima orang dengan pisau dan kapak.

Pada bulan-bulan berikutnya, aksi balas dendam semakin tidak terkendali. Semakin banyak suku yang terlibat, dan banyak desa yang digerebek dan dibakar.

Ipatas mengatakan bahwa pemerintah telah berusaha untuk mencegah pertempuran, namun dengan adanya 17 suku yang terlibat dalam eskalasi terbaru, pemerintah bergantung pada pasukan keamanan untuk mengendalikan situasi.

“Ini adalah pertarungan yang sangat besar yang tidak biasa terjadi di provinsi Enga. Ini mungkin pertarungan antar suku terbesar yang pernah kami alami. Polisi dan pasukan keamanan harus mengambil alih dan turun ke lapangan, menilai situasi dan mengambil tindakan yang tepat," ujarnya.

Baca Juga: Diancam Israel, Menlu Afrika Selatan Minta Perlindungan 

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya