Lebih dari 170 Orang Tewas akibat Demam Berdarah di Bangladesh

Tingkat kematian tahun ini lebih tinggi dari tahun lalu

Jakarta, IDN Times - Hujan lebat yang melanda Bangladesh menyebabkan infeksi Demam Berdarah (DBD) meningkat. Pakar kesehatan mengatakan bahwa DBD kini telah mencapai proporsi epidemik, meskipun pemerintah belum secara resmi mengumumkannya.

Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (DGHS), hingga Minggu malam (23/7/2023), sedikitnya 176 orang, 31 di antaranya anak-anak berusia di bawah 14 tahun, meninggal akibat DBD.

Para pejabat mengatakan, tingkat kematian akibat DBD tahun ini mencapai level tertinggi selama lima tahun terakhir, yaitu sebesar 0,53 persen.

Tahun sebelumnya, persentase ini mencapai 0,45 persen ketika 281 orang meninggal akibat penyakit tersebut di Bangladesh.

1. Kasus DBD kemungkinan akan terus meningkat

Para ahli memperingatkan, situasi ini bisa menjadi lebih buruk dalam beberapa hari mendatang, lantaran rawat inap dan kematian akibat DBD di Bangladesh biasanya mencapai puncak pada Agustus dan September.

“Saya pikir wabah demam berdarah tahun ini memiliki dampak yang sama pada orang-orang seperti yang terjadi pada tahun 2019, jika tidak lebih,” kata ANM Nuruzzaman, dokter dan pakar kesehatan masyarakat kepada Al Jazeera.

Pada 2019, Bangladesh mencatat lebih dari 1 juta rawat inap, tertinggi yang pernah ada di negara tersebut, dan 179 kematian akibat DBD. Banyak orang menyebut 2019 sebagai tahun demam berdarah.

“Pemerintah juga harus menyatakan (tahun ini) sebagai epidemik dan mengambil tindakan yang tepat untuk menghentikan penyebarannya. Kalau tidak, akan semakin parah,” tambah Nuruzzaman.

Pada 16 Juli, Asosiasi Medis Bangladesh, badan tertinggi untuk dokter negara itu, telah mendesak pemerintah untuk menyatakan wabah demam berdarah sebagai darurat kesehatan masyarakat.

Namun, Direktur Jenderal DGHS Abul Bashar Mohammad Khurshid Alam menilai, masih terlalu dini untuk menyatakan DBD sebagai epidemik di Bangladesh tahun ini.

“Untuk menyatakannya sebagai epidemik, kita perlu membenarkan beberapa kriteria lagi. Saya pikir kita belum mencapai titik itu. Selain itu, tidak ada gunanya menciptakan ketakutan di antara orang-orang dengan menyatakannya sebagai wabah,” kata Alam.

Baca Juga: WHO: Setengah Populasi Dunia Terancam Terinfeksi Demam Berdarah

2. Para orang tua khawatir dengan maraknya DBD

Ancaman DBD membuat banyak orang tua khawatir dengan kesehatan anak-anaknya. Data DGHS menyebut, sebanyak 7.240 anak berusia di bawah 14 tahun telah terjangkit penyakit ini.

“Saya berhenti menyekolahkan putri saya karena beberapa teman sekelasnya sudah terinfeksi demam berdarah,” Rashed Jitu, seorang pengusaha di daerah Lalbagh Dhaka.

“Sekolahnya telah mengeluarkan pemberitahuan kepada setiap orang tua untuk memasang obat nyamuk pada anak-anak mereka. Ini sangat menakutkan," tambah dia. 

Shatavisa Dhar, dokter dari Rumah Sakit dan Institut Shishu Bangladesh, mengatakan bahwa dibutuhkan waktu satu hari bagi anak-anak yang terinfeksi untuk sampai ke tahap kritis, sedangkan orang dewasa perlu waktu sekitar 48 jam.

“Selain itu, seorang anak memiliki risiko 20 persen lebih besar daripada orang dewasa untuk mengalami sindrom syok,” katanya.

Sindrom syok adalah kondisi yang mendorong sistem kekebalan tubuh untuk bereaksi berlebihan terhadap virus dengue, sehingga menyebabkan kebocoran plasma, pendarahan, dan dehidrasi parah.

3. DBD bukan lagi wabah musiman

Dengan tingginya laporan DBD, banyak warga Bangladesh menyalahkan pihak berwenang lantaran dianggap tidak mengambil langkah tepat untuk memeriksa perkembangbiakan nyamuk Aedes.

“Saya telah pergi ke Korporasi Kota Selatan Dhaka beberapa kali dan meminta mereka untuk menyemprot obat nyamuk di daerah tersebut. Permohonan saya jatuh di telinga 'tuli'. Suatu hari, beberapa orang dari perusahaan kota datang dan mengambil foto saluran air. Mereka bercanda dengan kami,” kata aktivis yang berbasis di Dhaka, Mizanur Rahman.

Namun, kepala petugas kesehatan di Dhaka South City Corporation Fazle Shamsul Kabir menolak tuduhan tersebut, dengan mengatakan mereka telah melakukan kampanye kesadaran DBD di kota itu sejak Mei.

“Kami juga rutin melakukan pemberantasan nyamuk dan penyemprotan anti nyamuk. Masalahnya adalah jumlah lokasi konstruksi telah meningkat berlipat ganda dan merupakan tempat berkembang biak yang sempurna bagi nyamuk. Kami tidak memiliki cukup tenaga untuk memeriksa semua tempat,” katanya.

Sementara itu, Kabirul Bashar, seorang ahli entomologi di Universitas Jahangirnagar Dhaka, mengatakan bahwa DBD dulunya merupakan demam musiman. Namun, kini telah berubah menjadi fenomena selama setahun dalam dekade terakhir.

“Saya pikir itu terjadi karena perubahan iklim. Biasanya kisaran suhu 20-30 derajat celcius cocok untuk nyamuk Aedes berkembang biak. Kami sekarang mendapatkan konstan di atas 20 derajat bahkan selama musim dingin. Juga, kami menyaksikan hujan sebelum waktunya sepanjang tahun ini, ”katanya.

Minggu lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa setengah dari populasi dunia berisiko terinfeksi DBD. Kasus tersebut dilaporkan telah naik hingga delapan kali lipat dari 500 ribu sejak tahun 2000 menjadi 4,2 juta pada 2022, dikutip dari Anadalou Agency.

Baca Juga: Pakar PBB Marah Kamp Eks ISIS Suriah Pisahkan Anak dengan Ibunya

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya