Minim Dukungan Mental, Penyintas Itaewon Harus Atasi Trauma Sendiri 

Mereka terpaksa mengatasi trauma mereka sendirian

Jakarta, IDN Times - Tragedi Itaewon di Korea Selatan tahun lalu masih menyisakan trauma mendalam bagi keluarga korban meninggal dan orang-orang yang selamat. Banyak dari mereka mengaku harus menanggung penderitaan mereka sendiri, karena sumber daya pemerintah tidak tersedia atau tidak mencukupi.

159 orang tewas ketika sekitar 100 ribu orang memadati gang sempit di distrik Itaewon, Seoul, untuk menyambut perayaan Halloween pada 29 Oktober 2022. Kondisi yang berdesak-desakan membuat banyak orang mengalami kesulitan bernapas hingga serangan jantung.

Salah seorang korban meninggal dalam tragedi tersebut adalah putri Choi Joung-joo, Yu-jin.

“Istri saya ingin menjalani terapi setelah putri kami meninggal, jadi dia menelepon kantor distrik kami untuk mencari bantuan karena itulah yang diperintahkan kepada kami,” kata Choi, dikutip The Korea Herald.

“Tetapi rasanya mereka tidak tahu bagaimana mereka harus membantunya. Seseorang bahkan bertanya padanya, ‘Jadi, apa yang kamu ingin kami lakukan?’”

Choi dan istrinya akhirnya terpaksa mencari sumber dukungan kesehatan mental mereka sendiri.

Baca Juga: 1.316 Petugas Penyelamat Masih Trauma dengan Tragedi Itaewon

1. Banyak penyintas merasa tidak dilindungi oleh pemerintah

Gia Shin, seorang mahasiswa yang selamat dari kerumunan mematikan tersebut, juga harus berjuang sendiri untuk mengatasi traumanya.

“Saya menggunakan platform online kesehatan mental yang mencocokkan saya dengan berbagai terapis. Saya merasa ini adalah pilihan terbaik bagi saya saat itu karena terapi tidak dapat diakses di Korea. Tetapi layanan ini tidak membantu saya, karena terapis yang ada di sana sepertinya tidak tahu tentang tragedi tersebut dan Korea dengan baik," kata Shin.

Ia pun memutuskan berbicara dengan orang-orang di sekitarnya dan teman-teman yang berbagi pengalaman yang sama dengannya.

“Meskipun saya cukup beruntung memiliki keluarga, pasangan, dan teman-teman di Korea yang dapat menghibur saya, saya masih merasakan banyak rasa bersalah dari para penyintas,” katanya.

Korban selamat lainnya, Lee Joo-hyun, mengaku lelah harus terusmembuktikan bahwa dia merupakan korban dari bencana tersebut. Perempuan itu mengalami cedera lutut tahun lalu, dan ia harus menunjukkan surat dokter yang membuktikan bahwa lututnya terluka di tempat kejadian untuk dapat menerima bantuan keuangan dari pemerintah.

“Saya masih merasakan sakit, namun saya berhenti berobat karena pemerintah tidak lagi membiayai biaya pengobatan saya. Tapi sekarang saya harus membuktikan secara resmi bahwa saya memang terluka saat kejadian tahun lalu. Saya selalu perlu menunjukkan surat dokter untuk mendapatkan perlindungan asuransi swasta. Keseluruhan proses ini sangat melelahkan," kata Lee. 

Lee mendefinisikan dirinya sebagai korban tersembunyi dari insiden tersebut, dan mengatakan bahwa dia tidak sendirian.

“Alasan banyaknya korban yang bersembunyi adalah karena korban seperti kami tidak dilindungi oleh pemerintah. Kita harus menjelaskan dan menangani sesuatu yang traumatis yang terjadi pada kita sendiri.”

Baca Juga: Buntut Insiden Itaewon, Parlemen Ajukan Mosi Pemecatan Mendagri Korsel

2. Pemadam kebakaran dan polisi juga terdampak oleh tragedi itu

Menurut data dari Badan Pemadam Kebakaran Nasional, sebanyak 1.316 petugas pemadam kebakaran yang dikerahkan ke lokasi kejadian masih mengalami masalah psikologis akibat tragedi tersebut. Mereka hingga kini masih menerima perawatan mental.

Sementara itu, Data Badan Kepolisian Nasional menunjukkan bahwa dari 1.371 petugas polisi yang dikirim ke lokasi kejadian, 327 di antaranya menerima 340 sesi terapi dari November hingga Desember tahun lalu. Laporan media lokal menyebutkan lebih banyak lagi yang masih menderita trauma dan rasa bersalah.

Keluarga yang berduka dan korban Itaewon yang masih hidup telah mendorong agar undang-undang khusus terkait tragedi Itaewon segera disahkan. Mereka ingin komite undang-undang khusus dapat menyelidiki tragedi tersebut dan memberikan dukungan yang diperlukan bagi mereka yang terdampak.

“Para keluarga dan para korban, kami semua membutuhkan dukungan masyarakat. Kami membutuhkan mereka untuk mengingat kami sampai semuanya masuk akal. Tolong jangan lupakan kami," kata Lee.

3. Pemerintah Seoul lakukan latihan pengendalian massa

Dilansir Reuters, pemerintah Seoul pada Rabu (25/10/2023) melakukan latihan pengendalian massa menjelang peringatan satu tahun tragedi Itaewon. Latihan itu melibatkan hampir seribu kamera CCTV, yang didukung teknologi AI, untuk mendeteksi dan memperingatkan jika adanya kerumunan yang berbahaya.

Sekitar 150 sukarelawan berpartisipasi dalam uji coba sistem peringatan dini tersebut

Tahun ini, para pejabat di ibu kota Korea Selatan mengatakan mereka akan bekerja sama dengan polisi, layanan darurat, dan pejabat setempat untuk memastikan tidak ada satu orang pun yang terluka selama perayaan Halloween.

“Latihan ini berfokus pada bagaimana menjamin keselamatan warga dengan memantau situasi secara real-time dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir,” kata Walikota kota Seoul, Oh Se-hoon.

Baca Juga: Pejabat Korsel Didakwa atas Tragedi Itaewon, Termasuk Polisi

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya