Pengadilan Jepang Sebut Persyaratan Operasi Trans Tidak konstitusional

Sterilisasi adalah syarat untuk mengubah gender di Jepang

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Agung Jepang, pada Rabu (25/10/2023), memutuskan bahwa undang-undang yang mewajibkan warga negaranya untuk disterilisasi agar dapat mengubah jenis kelamin secara resmi merupakan tindakan inkonstitusional.

Keputusan yang diambil oleh 15 hakim Pengadilan Tinggi itu kini mengharuskan pemerintah untuk merevisi undang-undang Jepang tahun 2003, yang mewajibkan pengangkatan organ reproduksi untuk perubahan gender yang diakui negara.

Hal tersebut membuka jalan bagi kaum transgender untuk mengubah jenis kelamin mereka dalam dokumen resmi tanpa harus menjalani operasi.

1. Berawal dari petisi perempuan transgender

Keputusan itu diambil setelah seorang perempuan transgender mengajukan petisi yang menantang undang-undang lama. Permohonannya untuk mengubah jenis kelamin dalam daftar keluarganya, dari laki-laki menjadi perempuan, sebelumnya ditolak oleh pengadilan yang lebih rendah.

Menurut Undang-undang Jepang, orang yang ingin mengubah jenis kelaminnya secara resmi harus menunjukkan diagnosis disforia gender dan memenuhi lima persyaratan.

Persyaratan tersebut adalah berusia minimal 18 tahun, tidak menikah, tidak mempunyai anak di bawah umur, mempunyai alat kelamin yang mirip dengan lawan jenisnya, dan tidak memiliki kelenjar reproduksi atau kehilangan fungsinya secara permanen.

Pengacara penggugat mengatakan, dua persyaratan terakhir melanggar hak konstitusional klien mereka untuk mengejar kebahagiaan dan hidup tanpa diskriminasi, dan menimbulkan penderitaan fisik serta beban keuangan yang signifikan bagi kaum transgender, dilansir Associated Press.

Baca Juga: AS-Korsel-Jepang Latihan Militer Bareng Hadapi Ancaman Nuklir Korut

2. Pro dan kontra tentang putusan tersebut

Human Rights Watch menyambut baik keputusan Mahkamah Agung tersebut dan mengatakan pemerintah kini harus menindaklanjutinya.

“Pemerintah berkewajiban membuat undang-undang konstitusional sehingga pemerintah sekarang perlu bertindak cepat untuk menghapus klausul tersebut. Telat, tapi tidak ada kata terlambat," kata Kanae Doi, direktur kelompok hak asasi manusia di Jepang, dikutip Reuters.

Sementara itu, Protect the Definition of Women, kelompok yang mendukung persyaratan operasi, mengajukan petisi terpisah ke Mahkamah Agung pekan lalu. Mereka mengatakan bahwa pencabutan persyaratan tersebut akan melanggar hak dan martabat perempuan secara signifikan.

Bulan lalu, sekelompok anggota parlemen dari Partai Demokrat Liberal yang berkuasa mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa keputusan apa pun yang menganggap undang-undang tersebut inkonstitusional akan menimbulkan kebingungan.

3. Kemenangan bagi kaum LGBTQ+ di Jepang

Aktivis LGBTQ+ di Jepang belakangan ini telah meningkatkan upaya untuk mengesahkan undang-undang anti-diskriminasi, sejak mantan ajudan Perdana Menteri Fumio Kishida pada Februari mengatakan bahwa dia tidak ingin tinggal berdekatan dengan orang-orang LGBTQ+. 

Perubahan terjadi secara perlahan dan Jepang tetap menjadi satu-satunya anggota G7 yang tidak mengizinkan pernikahan sesama jenis atau perlindungan hukum, termasuk undang-undang anti-diskriminasi yang efektif.

Awal bulan ini, pengadilan keluarga setempat menerima permintaan seorang pria transgender untuk melakukan perubahan jenis kelamin tanpa kewajiban operasi, dengan mengatakan bahwa peraturan tersebut inkonstitusional. 

Baca Juga: China Resmi Tangkap Warga Jepang karena Tuduhan Spionase

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya