Penyelidik PBB Kecam Lambatnya Bantuan untuk Korban Gempa Suriah

Pemerintah, komunitas internasional dan juga PBB disalahkan

Jakarta, IDN Times - Dunia telah gagal bertindak cepat untuk memberikan bantuan penyelamatan jiwa kepada korban gempa di Suriah, kata Komisi Penyelidikan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Suriah pada Senin (13/3/2023).

Pemerintah Suriah, komunitas internasional, dan bahkan PBB sendiri dianggap bertanggung jawab terhadap lambatnya pengiriman bantuan ke wilayah barat laut yang dikuasai pemberontak.

Melansir Al Jazeera, komisi mengatakan mereka telah gagal untuk menyepakati jeda dalam permusuhan dan memfasilitasi bantuan penyelamat melalui rute yang tersedia, terutama pada minggu pertama usai gempa.

Adapun panel independen yang beranggotakan tiga orang tersebut telah dibentuk untuk menyelidiki pelanggaran hukum internasional akibat perang yang dimulai sejak Maret 2011. Mereka mengatakan kini sedang menyelidiki serangan baru sejak gempa 6 Februari lalu, melansir Channel News Asia.

Baca Juga: KBRI Suriah Pulangkan 20 TKI dari Suriah, Ada yang Gak Digaji 11 Tahun

1. Butuh waktu seminggu bagi presiden Suriah setujui pembukaan penyeberangan baru

Komisi tersebut mengatakan, Presiden Bashar al-Assad membutuhkan waktu seminggu untuk menyetujui pembukaan dua titik penyeberangan baru untuk akses bantuan ke barat laut yang dikuasai oposisi. Sebelumnya, PBB hanya diizinkan mengirimkan bantuan melalui satu penyeberangan di Bab Al-Hawa, atas desakan sekutu Suriah, Rusia.

Melansir BBC, sejumlah ahli ikut menyayangkan keputusan PBB yang harus menunggu izin masuk dari pemerintah Suriah atau Dewan Keamanan dalam situasi darurat tersebut. Padahal, badan itu bisa saja menerapkan interpretasi hukum internasional yang lebih luas.

PBB juga mengatakan sangat penting untuk mencoba dan menyelamatkan korban gempa dalam waktu 72 jam.

“Warga Suriah merasa ditinggalkan dan diabaikan oleh mereka yang seharusnya melindungi mereka, di saat-saat yang paling menyedihkan. Banyak suara yang menyerukan penyelidikan dan pertanggungjawaban,” kata komisi itu dalam sebuah pernyataan.

Ketua komisi penyelidikan, Paulo Pinheiro, menegaskan bahwa rakyat Suriah telah dikecewakan oleh pemerintah mereka, komunitas internasional, dan PBB.

“Meskipun ada banyak tindakan kepahlawanan di tengah penderitaan, kami juga menyaksikan kegagalan besar-besaran oleh pemerintah dan komunitas internasional, termasuk PBB, untuk segera mengarahkan bantuan penyelamatan jiwa kepada warga Suriah yang sangat membutuhkan,” kata Pinheiro mengutip ABC News.

Baca Juga: 4 Pesawat RI Berisi Bantuan Terbang ke Turki-Suriah

2. Muncul serangan baru di Suriah

Gempa berkekuatan 7,8 SR pada 6 Februari dan serangkaian gempa susulan yang menghancurkan Turki selatan dan Suriah barat laut menewaskan lebih dari 50 ribu orang, termasuk lebih dari 6 ribu di Suriah.

Komisi itu juga mengatakan ada serangan baru di Suriah, termasuk serangan udara Israel yang dilaporkan pekan lalu di bandara internasional kota utara Aleppo. Akibat insiden tersebut, bandara tidak dapat digunakan selama tiga hari. 

"Suriah sekarang membutuhkan gencatan senjata komprehensif yang sepenuhnya dihormati, agar warga sipil - termasuk pekerja bantuan - aman. Tidak dapat dipahami, karena kekejaman dan sinisme pihak-pihak yang berkonflik, kami sekarang sedang menyelidiki serangan baru, bahkan di daerah-daerah yang hancur akibat gempa,” imbuhnya.

3. Kebutuhan akan bantuan kemanusiaan di Suriah mencapai tingkat tertinggi

Sejak 2011, konflik Suriah telah menewaskan hampir setengah juta penduduk. Sekitar setengah penduduknya juga terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka, melansir CNA.

Komisi tersebut mengeluarkan laporan terbarunya pada Senin (13/3/2023), yang mencakup pelanggaran yang dilakukan pada paruh kedua 2022. Adapun laporan tersebut akan disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 21 Maret.

“Lebih dari 13 juta orang kehilangan tempat tinggal atau mengungsi pada saat 90 persen dari semua warga sipil Suriah hidup dalam kemiskinan, dan 15,3 juta diperkirakan membutuhkan bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup – tingkat tertinggi sejak awal konflik," kata laporan itu.

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya