Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Seseorang yang membawa bendera pelangi. (pexels.com/@brett-sayles)
Seseorang yang membawa bendera pelangi. (pexels.com/@brett-sayles)

Jakarta, IDN Times - Pawai LGBTQ+ resmi diselenggarakan di Chisinau, Moldova pada Minggu (18/6/2023). Perayaan yang bertajuk 'Moldova Pride' itu disebut sebagai yang paling damai. Bahkan, aparat kepolisian tidak perlu mengamankan jalannya acara tahunan tersebut. 

Beberapa tahun terakhir, perayaan Moldova Pride harus mendapat penjagaan ketat dari aparat kepolisian. Pasalnya, kelompok berpandangan konservatif dan pemuka agama dari Gereja Ortodoks menentang keras penyelenggaraan pawai LGBTQ+ di Moldova. 

1. Berlangsung dengan damai tanpa ada kericuhan

Acara 'Moldova Pride' dimulai tepat pada pukul 12.00 waktu setempat. Pada Minggu, perayaan yang digelar dalam sepekan tersebut resmi diakhiri dengan aksi long-march peserta di sejumlah jalanan utama Chisinau. 

Penyelenggara acara Moldova Pride, Alexei Marcicov, mengatakan bahwa kondisi pawai berlangsung dengan damai. Bahkan, tidak ada keributan sama sekali di tengah aksi long-march dari peserta yang berasal dari komunitas LGBTQ+. 

"Melihat berlangsungnya long-march, Moldova sangat berkembang ke arah Eropa dan masyarakat memiliki pandangan yang luas. Keinginan politik masih dibutuhkan bagi kami agar bisa diterima seperti halnya orang normal di dalam masyarakat," terang Marcicov. 

Meski demikian, terdapat aksi protes dari pemuka agama Ortodoks dan simpatisan lainnya. Mereka membawa spanduk yang bertuliskan, 'Kami menjunjung tinggi keluarga tradisional di Moldova,'. 

2. Mendapat penolakan dari Wali Kota Chisinau

Pada Senin (12/6/2023), Wali Kota Chisinau Ion Ceban mengumumkan bahwa otoritas lokal menolak mengotorisasi aksi long-march LGBTQ+ di wilayahnya. Ia pun menolak adanya pengamanan dalam acara tersebut. 

"Pada 18 Juni, kami tidak akan mengikuti deklarasi yang diminta untuk menyelenggarakan long-march LGBT di ibu kota. Tempat terbaik unutk menyelenggarakan aktivitas itu adalah di Gedung Parlemen Moldova dan Pemerintah Moldova," ungkap Ceban, dikutip RFE/RL.

"Saya mempertahankan hak-hak untuk bekerja, belajar, dan segala aspek yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Namun, tidak untuk propaganda ini yang dinamai nilai-nilai buatan di antara anak-anak, dan keluarga," tambahnya. 

Koordinator program Moldova Pride, Angelica Frolov, menyebut bahwa pernyataan yang diuarakan Ceban adalah bentuk diskriminasi. Ia pun membela penuh hak yang dimiliki oleh kelompok LGBTQ+ di Moldova. 

3. Sebanyak 29 orang dilarang masuk ke Moldova

ilustrasi bendera Moldova (unsplash.com/@thecyclichedgehog)

Dilaporkan Radio Moldova, sebanyak 29 orang dilarang masuk ke wilayah Republik Moldova dalam 24 jam terakhir. Mereka disebut melakukan pelanggaran, seperti menyeberang secara ilegal, melanggar peraturan di pintu perbatasan, membawa dokumen palsu, dan tinggal melebihi batas. 

Dalam 24 jam terakhir, sudah ada 61.209 orang yang masuk ke Moldova. Mayoritas atau sekitar 34.313 di antaranya merupakan warga asing. Dari keseluruhan, 35.929 orang menyeberang lewat perbatasan Rumania dan 16.342 menyeberang dari Ukraina. 

Sebanyak 15.223 warga Ukraina masuk ke Moldova dalam 1 hari terakhir. Sebesar 7.816 dari memang berniat masuk ke Moldova. Sedangkan, 2.759 sisanya merupakan anak-anak asal Ukraina. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team