Gelombang Unjuk Rasa Warga Israel Serukan Penghentian Perang di Gaza

- Pengunjuk rasa berusaha memblokir jalan, terowongan, dan jembatan di Yerusalem dan Tel Aviv. Massa juga membakar ban, yang menyebabkan kemacetan lalu lintas.
- Pemimpin oposisi Yair Lapid turut berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut. Pemimpin National Unity, Benny Gantz, juga menyuarakan dukungan kepada para pengunjuk rasa.
- Netanyahu klaim pendudukan Gaza dapat bebaskan para sandera. Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana Netanyahu untuk sepenuhnya menduduki Kota Gaza.
Jakarta, IDN Times - Ribuan warga Israel menggelar pemogokan nasional dan demonstrasi pada Minggu (17/8/2025). Mereka mendesak pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk segera mengakhiri perang di Gaza demi menjamin pembebasan sandera.
Aksi ini diinisiasi oleh keluarga sandera Israel dan para pendukung, yang khawatir bahwa rencana pemerintah untuk menduduki Gaza sepenuhnya akan membahayakan nyawa orang-orang yang mereka cintai. Dari 50 sandera yang diperkirakan masih berada di Gaza, sekitar 20 di antaranya diyakini masih hidup.
“Tekanan militer tidak membawa sandera kembali – itu hanya membunuh mereka. Satu-satunya cara untuk membawa mereka kembali adalah melalui kesepakatan, sekaligus, tanpa permainan,” kata mantan sandera, Arbel Yehoud, dalam demonstrasi di Lapangan Penyanderaan di Tel Aviv.
1. Sebanyak 32 demonstran ditangkap di seluruh negeri
Dilansir dari Anadolu, pengunjuk rasa berusaha memblokir jalan, terowongan, dan jembatan di Yerusalem dan Tel Aviv, sehingga mendorong pihak berwenang menggunakan meriam air untuk membubarkan mereka. Massa juga membakar ban, yang menyebabkan kemacetan lalu lintas.
Ratusan perusahaan swasta, pemerintah kota, dan organisasi ikut ambil bagian dalam aksi ini. Serikat pekerja besar, termasuk pengacara, dokter, dan forum bisnis, serta Universitas Ibrani Yerusalem, juga mengonfirmasi partisipasi mereka, begitu pula para artis, selebriti dan atlet.
Aksi tersebut melumpuhkan bisnis dan mengganggu layanan kereta api. Polisi mengatakan telah menangkap 32 pengunjuk rasa di seluruh negeri selama protes berlangsung,
2. Respons pejabat terhadap demonstrasi tersebut
Pemimpin oposisi Yair Lapid turut berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut. Dalam pidatonya di Lapangan Sandera di Tel Aviv, ia berjanji tidak akan berhenti berjuang sampai para sandera berhasil dipulangkan.
“Kami menutup negara hari ini. Karena para tawanan kami bukan pion yang boleh dikorbankan pemerintah demi perang, mereka adalah warga negara yang harus dikembalikan pemerintah kepada keluarga mereka,” kata Lapid kepada para pengunjuk rasa.
Pemimpin National Unity, Benny Gantz, juga menyuarakan dukungan kepada para pengunjuk rasa dan menuntut agar pemerintah tidak menyerang keluarga para sandera.
Sementara itu, para anggota sayap pemerintahan Israel mengecam protes tersebut. Menteri Keuangan Bezalel Smotrich menyebutnya sebagai kampanye berbahaya yang justru menguntungkan Hamas.
"Desakan publik untuk segera mencapai kesepakatan hanya akan mengubur para sandera di terowongan serta mendorong Negara Israel untuk menyerah kepada musuh-musuhnya dan mempertaruhkan keamanan serta masa depannya," ujarnya.
3. Netanyahu klaim pendudukan Gaza dapat bebaskan para sandera
Pada 8 Agustus, Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana Netanyahu untuk sepenuhnya menduduki Kota Gaza, sebuah keputusan yang menuai kecaman luas dari internasional. Perdana Menteri Israel tersebut mengklaim bahwa rencananya bertujuan untuk melucuti senjata Hamas, membebaskan semua sandera Israel, mendemiliterisasi Gaza, mengambil alih kendali keamanan, serta membentuk administrasi sipil non-Israel.
"Sebagian besar perdana menteri akan mengundurkan diri setelah tanggal 7 Oktober. Dia bukan sekadar perdana menteri. Dia hanya peduli pada kelangsungan hidupnya. Dia didorong oleh beberapa khayalan Mesianis mengenai penataan ulang Timur Tengah," ungkap Alon Pinkas, mantan diplomat Israel dan konsul jenderal di New York, kepada Al Jazeera.
Sementara itu, para pejabat Mesir mengatakan bahwa upaya sedang dilakukan untuk menengahi gencatan senjata selama 60 hari yang mencakup pembebasan sandera. Putaran perundingan sebelumnya di Qatar gagal mencapai kemajuan, sementara kesepakatan terakhir yang dicapai pada Januari 2025 dilanggar oleh Israel dua bulan kemudian.
Perang Israel di Gaza telah membunuh lebih dari 61.900 warga Palestina di Gaza sejak Oktober 2023. Kampanye militer ini juga telah menghancurkan wilayah tersebut dan menyeret penduduknya ke ambang kelaparan.