Jakarta, IDN Times - Kelompok Palestina Hamas dilaporkan telah membunuh 50 anggota geng yang dipersenjatai oleh Israel di Gaza dalam beberapa bulan terakhir. Geng tersebut dikenal kerap terlibat dalam kegiatan kriminal dan penjarahan bantuan kemanusiaan.
Media Israel melaporkan bahwa bentrokan antara pejuang Hamas dan anggota milisi yang dipimpin oleh Yasser abu Shabab meletus di Rafah pada Selasa (10/6/2025) pagi. Tentara Israel ikut turun tangan untuk melindungi Abu Shabab dari upaya pembunuhan. Insiden ini mengakibatkan kematian di kedua belah pihak.
“Hamas telah membunuh lebih dari 50 relawan kami, termasuk kerabat dari pemimpin kami, Yasser, saat kami menjaga konvoi bantuan dan mendistribusikan kembali pasokan yang seharusnya ditujukan kepada pihak-pihak korup yang terkait dengan Hamas," kata milisi Abu Shabab, yang menamakan dirinya sebagai Layanan Anti-Teror atau Pasukan Populer, dalam pernyataan pada Selasa
Pekan lalu, pejabat pertahanan Israel mengakui telah mempersenjatai milisi Abu Shabab, dengan tujuan melemahkan Hamas. Para pekerja bantuan mengatakan bahwa kelompok tersebut sering menjarah truk-truk milik PBB.
"Israel telah secara terbuka mengklaim bahwa bantuan PBB dan LSM dialihkan oleh Hamas. Namun hal ini tidak perlu dilakukan pengawasan. Pencurian bantuan yang sebenarnya sejak awal perang telah dilakukan oleh geng-geng kriminal, di bawah pengawasan pasukan Israel, dan mereka diizinkan untuk beroperasi di dekat titik penyeberangan Kerem Shalom ke Gaza," kata Jonathan Whittall, kepala kantor PBB untuk koordinasi urusan kemanusiaan (OCHA) di wilayah pendudukan Palestina, pada 28 Mei.
Pada 4 Juni, serikat buruh yang mewakili para sopir truk di Gaza menyatakan bahwa mereka menghentikan pengangkutan bantuan kemanusiaan di wilayah tersebut. Keputusan ini diambil menyusul insiden penembakan yang menewaskan beberapa sopir truk oleh pria bersenjata.
“Kejahatan ini bukan yang pertama, tetapi sejauh ini merupakan yang paling serius dalam serangkaian serangan berulang yang bertujuan menghambat operasi bantuan dan mencegah bantuan vital menjangkau ratusan ribu warga sipil yang menghadapi kondisi kemanusiaan yang sangat memprihatinkan,” demikian pernyataan dari Asosiasi Transportasi Swasta, dilansir dari The Guardian.