50 Orang di Chad Tewas di Tengah Aksi Dukung Transisi Pemerintahan 

Pemerintah militer melanggar janji masa transisi

Jakarta, IDN Times - Protes terhadap pemerintah di Chad, pada Kamis (20/10/2022), berlangsung rusuh dan dipenuhi kekerasan. Akibat kericuhan itu, sekitar 50 orang tewas dan hampir 300 terluka.

Protes itu dilakukan menuntut diakhirinya kekuasaan militer dan mempercepat proses transisi ke pemerintahan demokratis.

1. Demonstrasi dianggap sebagai pemberontakan

Melansir Reuters, Perdana Menteri Saleh Kebzabo menyebut protes itu sebagai aksi pemberontakan senjata.

"Apa yang terjadi hari ini adalah pemberontakan rakyat bersenjata untuk merebut kekuasaan dengan paksa dan mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan ini akan menghadapi keadilan. Para demonstran memiliki senjata api dan mereka dianggap pemberontak. Pasukan keamanan hanya menanggapi untuk membela diri," kata Kebzabo.

Dalam aksi itu, massa telah berkumpul sejak pagi, membarikade jalan dan membakar markas partai Kebzabo, yang baru dilantik pada pekan lalu.

Mereka yang tewas termasuk wartawan Chad Oredje Narcisse, yang pernah bekerja dengan Reuters di masa lalu. Korban lain yang dikonfirmasi adalah seorang polisi yang terluka parah dalam bentrokan, seorang pengunjuk rasa berusia 28 tahun yang ditembak di leher, dan musisi Chad Ray's Kim yang meninggal di rumah sakit.

Baca Juga: Dilanda Banjir Bandang, Chad Umumkan Status Darurat

2. Pemerintah terapkan jam malam dan menghentikan aktivitas politik

50 Orang di Chad Tewas di Tengah Aksi Dukung Transisi Pemerintahan Ilustrasi bendera Chad. (Pixabay.com/jorono)

Melansir VOA News, protes itu membuat pemerintah mengumumkan penerapan jam malam dari pukul 18:00 hingga 06:00 sampai ketertiban pulih sepenuhnya di N'Djamena, Moundou , Doba, dan Koumra.

Kebzabo juga menghentikan aktivitas publik oleh semua partai politik dan organisasi masyarakat sipil, termasuk Partai Transformers, Partai Sosialis Tanpa Batas, dan Partai Wakit Tamma. Dia mengatakan, pengunjuk rasa dapat dituntut atas kematian, pencurian senjata, dan perusakan gedung serta kendaraan umum.

Kelompok hak asasi, Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia dan Amnesty International, menyebut  pasukan kemanan menggunakan kekerasan selama mengamankan aksi dengan menembak demonstran memakai peluru tajam.

Direktur Afrika Tengah untuk Human Rights Watch, Lewis Mudge, mendorong penyelidikan untuk mengetahui apakah tidankan pasukan keamanan telah menyimpang atau tidak.

Uni Afrika, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Amerika Serikat telah mengecam kekerasan yang dilakukan kepada demonstran dan menyerukan adanya solusi untuk masalah tersebut.

3. Perpanjangan masa transisi pemerintah

50 Orang di Chad Tewas di Tengah Aksi Dukung Transisi Pemerintahan Mahamat Idriss Deby, pemimpin pemerintahan militer Chad. (Twitter.com/Jasusi)

Pemerintahan Chad telah dijalankan oleh militer sejak Mahamat Idriss Deby memimpin mengantikan ayahnya, Idriss Deby, yang terbunuh dalam pertempuran melawan pemberontak pada April 2021. Idriss Deby telah memerintah selama tiga dekade.

Mahamat Deby awalnya menjajikan bahwa kekuasaan akan segera dipulihkan kepada pemerintahan demokratis setelah transisi selama 18 bulan menuju pemilu. Periode 18 bulan itu berakhir pada Kamis. Namun, pada 1 Oktober, ia mengumumkan transisi akan diperpanjang selama dua tahun.

Masa transisi yang diperpanjang membuat oposisi dan kelompok masyarakat sipil melakukan protes. Pemerintah telah melarang adanya aksi unjuk rasa dengan alasan keamanan.

Baca Juga: Pemerintah Transisi Chad Tunjuk Politikus Oposisi sebagai PM Baru

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya