Eks Dosen Harvard Dihukum karena Bekerja untuk China 

Dihukum 3 bulan penjara hingga denda Rp742 juta

Jakarta, IDN Times - Mantan profesor Universitas Harvard Charles Lieber, pada Rabu (26/3/2023), divonis enan bulan tahanan rumah, dua tahun pembebasan dengan pengawasan, dan satu hari penjara yang telah dijalani setelah penangkapan.

Lieber bersalah karena berbohong kepada pihak berwenang dan tidak membayar pajak atas pembayaran dari universitas China. Akademisi ini juga harus membayar denda 50 ribu dolar AS (Rp742,1 juta).

Jaksa telah menyarankan hukuman tiga bulan penjara, satu tahun masa percobaan dan denda 150 ribu dolar AS (Rp2,2 miliar) bersama dengan restitusi pajak 33.600 dolar AS (498,7 juta) ke Internal Revenue Service.

1. Bekerja untuk China

Eks Dosen Harvard Dihukum karena Bekerja untuk China Bendera China. (Pixabay.com/PPPSDavid)

Dilansir BBC, Lieber sebelumnya adalah kepala departemen kimia dan biologi kimia di Harvard. Pada 2011 dia bergabung dengan Universitas Teknologi Wuhan China sebagai ilmuwan. Dia digaji sekitar 50 ribu dolar AS per bulan (Rp742,1 juta) dan biaya hidup hingga 158 ribu dolar AS (Rp2,3 miliar).

Profesor itu dengan sengaja menyembunyikan keterlibatannya dalam rencana seribu talenta China, yang bertujuan untuk menarik spesialis penelitian asing.

Jaksa mengatakan dia juga diberi lebih dari 1,5 juta dolar AS (Rp22,2 miliar) untuk mendirikan laboratorium penelitian di universitas dan diharapkan bekerja untuk universitas, mengajukan paten hingga menerbitkan artikel atas nama universitas.

Meskipun keterlibatannya bukan kejahatan, jaksa mengatakan bahwa Lieber dengan sengaja berulang kali berbohong tentang hubungannya dengan universitas di China dan tidak melaporkan pendapatannya.

Lieber telah diberi dana 15 juta dolar AS (Rp222,68 juta dolar AS) dalam bentuk hibah oleh Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat (AS) dan Departemen Pertahanan AS. Penerima dana diharuskan mengungkapkan konflik kepentingan apa pun, termasuk dukungan keuangan dari pemerintah atau organisasi asing.

Baca Juga: 14 Superpower dalam Sejarah: dari Mesir Kuno sampai Amerika Serikat

2. Pengacara minta pembebasan hukum

Eks Dosen Harvard Dihukum karena Bekerja untuk China Ilustrasi penjara. (Unsplash.com/Emiliano Bar)

Pengacara Lieber, Marc Mukasey, meminta kliennya dibebaskan dari hukuman penjara. Permintaan itu diajukan karena kliennya menderita kanker darah yang tidak dapat disembuhkan. Ia juga mengigatkan bahwa kliennya telah melakukan penelitian luar biasa yang bermanfaat pada kehidupan yang tak terhitung jumlahnya.

“Di penjara dia akan menjadi sarang penyakit, dan tidak akan mendapatkan perawatan medis harian yang dia butuhkan,” katanya.

Mukasey menekankan, Lieber tidak pernah didakwa atas pelanggaran terkait spionase, penyalahgunaan uang hibah, tidak ada pencurian atau perdagangan rahasia dagang atau kekayaan intelektual. Dia juga tidak mengungkap penelitian hak milik apa pun kepada pemerintah atau universitas China.

Namun, jaksa Jason Casey mengatakan Lieber adalah seseorang yang bersedia berbohong dan menipu untuk melindungi kariernya. Dia menegaskan bahwa sebagai orang berpendidikan, Lieber memiliki kapasitas untuk memahami kesalahannya.

Casey mengatakan, hukuman penjara tiga bulan sudah tepat. Dia mengatakan untuk masalah kesehatan, Lieber bisa mendapatkan perawatan yang layak di penjara federal karena dia dalam remisi.

Mukasey menyebut pernyataan terhadap kliennya tidak berperasaan, menyesatkan, naif, dan berbahaya bagi kesehatannya, dan mengatakan kliennya telah cukup dihukum karena reputasinya telah rusak.

"Tolong jangan masukkan dia ke penjara di mana dia tidak bisa mengontrol kesehatannya," kata Mukasey kepada hakim.

3. Kasus terkait dengan kebijakan AS terhadap China

Eks Dosen Harvard Dihukum karena Bekerja untuk China Bendera Amerika Serikat. (Unsplash.com/Cristina Glebova)

Kasus Lieber terkait dengan kebijakan Inisiatif China oleh Departemen Kehakiman AS. Program itu dimulai pada kepemimpinan mantan Presiden AS Donald Trump pada 2018 untuk mengekang spionase ekonomi dari China.

Pemerintah AS pada Februari tahun lalu membuat keputusan untuk mengubah program tersebut dan memberlakukan batasan yang lebih tinggi untuk penuntutan.

Perubahan itu dilakukan setelah ada keluhan mengancam penelitian akademis, menargetkan peneliti China secara tidak proporsional, dan merusak daya saing AS dalam penelitian dan teknologi.

Baca Juga: Presiden Ceko Sebut China Tidak Ingin Rusia-Ukraina Damai

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya