Kasus COVID-19 Meningkat, Shanghai Tutup Semua Sekolah

Kasus kematian diprediksi mencapai 1 juta

Jakarta, IDN Times - Biro pendidikan Shanghai mengumumkan, pada Sabtu (17/12/2022), bahwa sekolah dasar, menengah, dan atas akan ditutup pada 19 Desember dan akan mengadakan pembelajaran secara daring. Kebijakan serupa juga diterapkan untuk taman kanak-kanak dan pusat penitipan anak.

Langkah tersebut diambil karena kasus COVID-19 di China sedang melonjak. Hal itu disebabkan karena negara tersebut telah melonggarkan kebijakannya, di mana sebelumnya menerapkan kebijakan yang ketat.

1. Sebelumnya beberapa sekolah telah ditutup

Kasus COVID-19 Meningkat, Shanghai Tutup Semua SekolahIlustrasi ruang kelas sekolah. (Unsplash.com/Nam Hoang)

Melansir BBC, biro pendidikan Shanghai mengatakan bahwa sebagian besar siswa sekolah dasar dan menengah akan pindah ke pembelajaran daring mulai 19 Desember. Siswa yang tidak memperoleh pengaturan pengasuhan anak alternatif masih dapat belajar di sekolah.

Sebelumnya, beberapa sekolah di kota tersebut juga telah menghentikan kelas tatap muka karena guru dan staf mereka yang sakit akibat virus.

Biro mengatakan langkah-langkah tersebut dilakukan untuk melindungi kesehatan guru dan siswa sejalan dengan langkah-langkah pencegahan virus corona yang diterapkan saat ini.

Keputusan itu membuat sekolah-sekolah akan melaksanakan pembelajaran daring hingga akhir semester pada 17 Januari, saat liburan Tahun Baru Imlek dimulai.

Kebijakan penutupan sekolah menimbulkan pro dan kontra di media sosial. Mereka yang mendukung menganggap bahwa pelajar saat ini sebaiknya tinggal di rumah, tapi mereka yang menentang meragukan pembelajaran daring dalam kaitannya dengan pengajaran langsung dan tekanan ekstra yang diberikan pada orang tua yang bekerja.

Baca Juga: Shanghai Masih Lockdown, KJRI Shanghai Pantau WNI 

2. Kebijakan nol COVID-19 dicabut

Kasus COVID-19 Meningkat, Shanghai Tutup Semua SekolahIlustrasi virus corona. (Pexels.com/CDC)

China telah menghapus kebijakan nol COVID-19 pada awal bulan ini, setelah terjadi protes besar-besaran selama berhari-hari menentang kebijakan tersebut. Pelonggaran itu termasuk menghentikan layanan aplikasi pelacakan seluler yang digunakan untuk melacak riwayat perjalanan.

Namun, sejak pembatasan dilonggarkan, terjadi peningkatan kasus dan ada kekhawatiran bahwa virus tersebut dapat menyebar dengan cepat ke seluruh negeri saat liburan Tahun Baru Imlek.

Jumlah kasus di China saat ini sulit diketahui, karena negara itu sejak 14 Desember telah berhenti melaporkan jumlah kasus tanpa gejala. China telah menyarankan agar mereka yang mengalami gejala ringan menjalani perawatan di rumah.

Saat ini rumah sakit dan fasilitas medis sedang mengalami tekanan yang meningkat, dengan pusat kesehatan sementara dan fasilitas perawatan intensif didirikan di seluruh negeri. Di Shanghai telah tersedia tambahan 230 ribu tempat tidur di rumah sakit.

3. Kasus kematian akibat COVID-19 diperkirakan akan melonjak

Kasus COVID-19 Meningkat, Shanghai Tutup Semua SekolahIlustrasi COVID-19. (Unsplash.com/Martin Sanchez)

Melansir The Independent, Institute of Health Metrics and Evaluation pada awal pekan ini memperkirakan bahwa pencabutan kebijakan pemerintah China dapat menyebabkan ledakan kasus dan menimbulkan lebih dari satu juta kasus kematian pada tahun depan.

Analisis yang belum ditinjau memproyeksikan, kasus akan mencapai puncaknya sekitar 1 April, ketika kasus kematian diperkirakan telah mencapai 322 ribu orang.

Gabriel Leung dari University of Hong Kong mengatakan, China butuh strategi untuk mengatasi mencegah beban yang berlebihan terhadap sistem kesehatan.

“Pembukaan kembali pada status quo akan menghasilkan beban kematian kumulatif sebesar 684 per satu juta. Namun, jalan keluar yang lebih aman dari nol-COVID yang dinamis dapat dicapai dengan mengadopsi pendekatan multi-cabang yang terdiri dari vaksinasi, pengobatan antivirus, kesehatan masyarakat dan tindakan sosial, dan pembukaan kembali secara berurutan,” kata dia.

Hasil studi yang dirilis minggu lalu oleh Airfinity, perusahaan analitik kesehatan yang berbasis di London, memperkirakan bakal ada 1,3 juta hingga 2,1 juta kasus kematian selama 83 hari setelah pencabutan pelonggaran kebijakan.

"Sangat penting bagi China untuk meningkatkan vaksinasi guna meningkatkan kekebalan saaf mencabut kebijakan nol-COVID, terutama mengingat besarnya populasi lansia," kata Louise Blair, kepala Vaksin dan Epidemiologi Airfinity.

Selanjutnya, China akan membutuhkan kekebalan hibrida agar memungkinkan negara tersebut menahan gelombang di masa depan dengan dampak minimal. Ini telah terbukti efektif di negara dan wilayah lain,” tambahnya.

Baca Juga: 5 Museum Menarik yang Terdapat di Kota Shanghai, Megah dan Modern!

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya