Warga Mali Protes Sanksi yang Dijatuhkan ke ECOWAS

Sanksi membuat hidup warga Mali makin sulit

Jakarta, IDN Time - Warga Mali pada hari Jumat (14/1/2022) melakukan aksi turun ke jalan untuk memprotes sanksi yang dijatuhkan oleh Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS). Sanksi itu itu diberikan setelah pemerintah militer Mali mengumumkan untuk menunda pemilu hingga 2026, sebelumnya telah berjanji untuk mengadakan pemilu pada Februari 2022.

1. Dukungan untuk pemerintah militer

Warga Mali Protes Sanksi yang Dijatuhkan ke ECOWASWarga Mali melakukan unjuk rasa pada 14 Januari 2022, untuk memprotes sanksi dari ECOWAS. (Twitter.com/Rida Lyammouri)

Melansir dari VOA News, protes dilaporkan terjadi di seluruh Mali, termasuk di ibu kota Bamako, dan  di kota-kota besar Mali seperti Gao dan Timbuktu. Jalan-jalan di sekitar monumen kemerdekaan di Bamako diblokir untuk lalu lintas, karena ribuan massa berkumpul mereka ada yang membawa bendera Mali dan Rusia.

Modibo Drame, seorang mahasiswa di Bamako yang membantu mengorganisir demonstrasi, mengatakan dia memberikan dukungan kepada pemerintahan militer saat ini untuk memimpin dalam waktu lima hingga 10 tahun. Hal itu dipilih Drame karena menganggap itu adalah satu-satunya cara agar Mali aman.

Drame mengatakan jika ECOWAS mau, maka bisa bersama membangun Mali, tapi jika tidak, maka dia dan warga lainnya menerima hal itu dan tidak bisa bersama kelompok tersebut.

Demonstran lainnya adalah Abdrahman Fofana, seorang apoteker berusia 60 tahun. Fofana ikut mendukung para pemimpin militer, dengan menganggap pemimpin militer merupkan yang pertama dalam sejarah Mali yang mampu melawan Prancis. Fonfana menyampaikan bahwa sanksi telah menyatukan warga Mali dan siap mati untuk melewati itu.

Beberapa organisasi politik dan agama di negara itu juga mengecam sanksi yang dijatuhkan ECOWAS, termasuk mereka yang menolak proposal pemilu 2026.

Etienne Fakaba Sissoko, seorang analis politik dan ekonomi dan direktur Pusat Penelitian Analisis Kebijakan Ekonomi dan Sosial Mali, juga berpendapat bahwa sanksi itu menyatukan warga Mali. Analis itu menjelaskan mengapa warga Mali bersatu karena memahami bahwa mereka yang paling merasakan dampak sanksi, bukan mereka yang berada di pemerintahan.

2. Sanksi ECOWAS terhadap Mali

Baca Juga: Dijatuhi Sanksi, Junta Militer Mali: Kami Mau Dialog Terbuka

Melansir dari Al Jazeera, blok negara-negara di Afrika Barat setuju menjatuhkan sanksi kepada Mali pada pekan lalu. Sanksi berupa embargo perdagangan dan menutup perbatasan darat dan udara anggotanya dengan Mali. ECOWAS juga menghentikan bantuan keuangan ke Mali dan membekukan aset negara itu di Bank Sentral Negara-negara Afrika Barat.

Beberapa hari terakhir sejak sanksi diberlakukan warga Mali telah merasakan dampaknya, yang terlihat dari harga kebutuhan pokok seperti beras yang naik. Sanksi itu juga dilaporkan membuat pemerintah kesulitan mengakses dana sendiri dari bank sentral daerah, untuk membayar pegawai negeri dan tentara. Mali juga diperkirakan akan kekurangan uang tunai.

Prancis juga bereaksi terhadap sanksi penundaan pemilu dengan Air France, telah menangguhkan penerbangan ke Bamako, selain itu beberapa maskapai lainnya juga dilaporkan melakukan hal serupa.

Sanksi ini akan semakin menyulitkan ekonomi Mali yang saat ini dianggap sebagai salah satu negara termiskin di dunia. Pemberontakan bersenjata telah terjadi di Mali sejak 2012, dengan beberapa wilayah telah dikuasai pemberontak.

Kolonel Assimi Goita, yang saat ini merupakan presiden Mali mendesak agar warga mempertahankan negara. Goita pda 10 Januari dalam sebuah pidato mengatakan dia terbuka untuk berdialog dengan ECOWAS. Kantornya pada hari Jumat menyampaikan bahwa pemerintah telah menyiapakan rencana untuk menanggapi sanksi.

3. PBB meminta pemerintah Mali menetapkan jadwal pemilu yang dapat diterima

Warga Mali Protes Sanksi yang Dijatuhkan ke ECOWASSekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. (Twitter.com/António Guterres).

Melansir dari African News, sanksi yang diberikan ECOWAS telah mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat dan Prancis, yang merupakan mantan penguasa kolonial Mali. Uni Eropa pada hari Kamis telah menyampaikan bahwa mereka akan mengikuti ECOWAS dalam mengambil tindakan terhadap Mali yang menunda transisi pemerintahan.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres pada hari Kamis meminta agar pemerintah Mali untuk segera menetapkan jadwal pemilihan yang dapat diterima.

Mali kacau sejak Goita pada Agustus 2020 mengkudeta Presiden Ibrahim Boubacar Keita. Kudeta membuat Mali terancam sanksi dan Goita berjanji mengadakan pemilu presiden dan legislatif untuk memulihkan pemerintahan sipil pada Februari 2022, tapi mengingkarinya dan kembali melakukan kudeta pada Mei 2021, memaksa pemerintah sipil sementara mundur dan menunda transisi.Goita juga mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara.

Kudeta ini telah membuat hubungan Mali dengan tetangga dan mitranya terus memburuk.

Pemerintah Mali saat ini menunda pemilu karena berpendapat bahwa ketidakamanan yang merajalela di telah menimbulkan kekhawatiran pemilu dapat berlangsung aman.

Baca Juga: Tersinggung Pernyataan Macron, Mali Panggil Dubes Prancis

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya