Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi area tambang (pexels.com/Tom Fisk)
ilustrasi area tambang (pexels.com/Tom Fisk)

Intinya sih...

  • Serangan AS dan Israel tidak hancurkan program nuklir Iran

  • Iran menolak akses IAEA dan ancam keluar dari NPT

  • Iran siap balas serangan, Trump ancam bom lagi

Jakarta, IDN Times – Iran diperkirakan bisa kembali memperkaya uranium untuk bom nuklir hanya dalam beberapa bulan ke depan.

Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, mengatakan Iran masih punya kemampuan industri dan teknologi yang memadai. Menurut dia, beberapa kaskade sentrifugal bisa segera beroperasi dan memproduksi uranium yang diperkaya.

Dilansir dari Politico, Grossi juga menyebut kemampuan nuklir Iran tetap utuh meski fasilitas mereka jadi target serangan. Amerika Serikat (AS) sebelumnya menggempur situs nuklir Fordo, Natanz, dan Isfahan hingga mengalami kerusakan parah.

Tapi, Grossi membantah klaim Presiden AS Donald Trump yang bilang fasilitas itu sudah benar-benar hancur.

1. Serangan AS dinilai tak hancurkan program nuklir Iran

ilustrasi perang (pexels.com/Pixabay)

Sebelum AS, Israel lebih dulu menyerang fasilitas militer dan nuklir Iran pada 13 Juni lalu. Israel menuduh Iran nyaris berhasil membangun senjata nuklir sebelum serangan dilancarkan. Setelah itu, AS ikut menyerang dengan target utama fasilitas nuklir paling penting Iran.

Pentagon menilai serangan gabungan itu hanya menunda program nuklir Iran selama beberapa bulan saja. Penilaian ini sama dengan pernyataan Grossi yang mengatakan Iran bisa kembali memperkaya uranium dalam waktu dekat. Namun, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menganggap serangan itu tak terlalu berdampak.

Dilansir dari BBC, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan bahwa fasilitas nuklir telah rusak adalah berlebihan dan serius. Teheran memberikan pernyataan yang saling bertolak belakang soal dampak serangan tersebut. Kondisi itu membuat situasi di lapangan masih belum sepenuhnya jelas.

2. Iran tolak akses IAEA dan ancam keluar dari NPT

Dilansir dari CNN Internasional, Iran sampai sekarang menolak memberikan akses bagi IAEA untuk memeriksa fasilitas nuklir yang rusak. Iran juga sudah menangguhkan semua kerja sama dengan IAEA. Bahkan, parlemen mulai membahas kemungkinan keluar sepenuhnya dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).

Araghchi mengisyaratkan bahwa negaranya bisa saja keluar dari keanggotaan NPT. Sementara, Grossi mengaku prihatin karena Iran belum jelas soal aktivitas nuklir mereka. Sebelumnya, IAEA menemukan jejak uranium di beberapa lokasi rahasia yang tidak diumumkan ke publik.

Grossi mengatakan Iran harus memberikan penjelasan yang masuk akal demi menjaga transparansi. Berdasarkan kesepakatan nuklir 2015, Iran hanya boleh memperkaya uranium sampai tingkat kemurnian 3,67 persen. Tapi sejak AS keluar dari kesepakatan pada 2018, Iran mulai memperkaya uranium di Fordo lagi sejak 2021.

Menurut IAEA, Iran kini sudah mengumpulkan cukup uranium dengan tingkat pengayaan 60 persen. Jumlah itu dinilai cukup untuk memproduksi sembilan bom nuklir jika Iran memutuskan melanjutkan programnya.

3. Iran siap balas serangan, Trump ancam bom lagi

Bendera Iran (pexels.com/Engin Akyurt)

Meski Iran menolak inspeksi IAEA, Grossi berharap situasi bisa diselesaikan lewat jalur diplomasi. Dia mengingatkan bahwa sebagai anggota NPT, Iran wajib bekerja sama dengan IAEA. Namun, Grossi menyebut undang-undang nasional Iran sering menghambat tugas pengawasan IAEA.

Ketegangan masih tinggi walau Iran dan Israel sudah sepakat gencatan senjata. Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Abdolrahim Mousavi, mengatakan negaranya siap membalas jika Israel kembali menyerang. Mousavi juga meragukan komitmen Israel terhadap kesepakatan damai tersebut.

Trump tetap menyebut serangan militer terhadap Iran sebagai salah satu yang paling sukses sepanjang sejarah. Dia menyatakan program nuklir Iran sudah hancur total. Tapi, Trump juga mengancam bakal mengebom Iran lagi jika ada tanda-tanda Tehran memperkaya uranium ke tingkat berbahaya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRama