Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Iran Mulai Pulangkan Paksa Jutaan Migran Afghanistan

bendera Iran. (unsplash.com/mostafa meraji)

Jakarta, IDN Times - Iran mulai memberlakukan deportasi paksa terhadap jutaan migran Afghanistan setelah tenggat waktu untuk meninggalkan negara itu berakhir pada Minggu (6/7/2025). Setelah konflik Iran-Israel terbaru, angka kepulangan migran melonjak dari sekitar 3 ribu orang menjadi lebih 30 ribu orang per hari.

Sejak Maret, lebih dari 700 ribu warga Afghanistan telah meninggalkan Iran, dengan lebih dari 256 ribu di antaranya pulang pada bulan Juni saja. PBB melaporkan setidaknya 1,2 juta warga Afghanistan telah dipaksa pulang dari Iran dan Pakistan sepanjang tahun ini.

Pemerintah Iran menjadikan isu keamanan nasional sebagai alasan utama dalam kebijakan ini. Sejumlah warga Afghanistan telah dituduh terlibat dalam kegiatan spionase untuk Israel, dilansir Al Jazeera.

1. Beberapa warga Afghanistan dituduh menjadi agen Mossad

Menteri Dalam Negeri Iran, Eskandar Momeni, mengklaim ada warga Afghanistan yang sengaja memasuki Iran untuk melakukan sabotase selama konflik. Otoritas Iran telah menangkap beberapa warga Afghanistan yang dituduh membantu Mossad, meskipun belum ada bukti yang diungkap kepada publik, dilansir Iran International.

Pelapor Khusus PBB, Richard Bennett, mengaku prihatin atas penahanan dan pelabelan warga Afghanistan sebagai pengkhianat oleh media Iran. Selain narasi keamanan, tekanan ekonomi seperti inflasi tinggi dan pengangguran telah lama membuat migran Afghanistan menjadi kambing hitam di Iran. Mereka kerap dituduh mengambil lapangan pekerjaan dan membebani layanan publik serta subsidi pemerintah.

Retorika-retorika ini semakin memperluas sentimen antimigran di Iran. Pemerintah Iran bahkan telah membatalkan semua kontrak sewa bagi migran tidak berdokumen, dengan ancaman penyitaan properti bagi pemilik yang melanggar.

2. Pemerintah Iran semakin gencar menekan migran Afghanistan

Pihak berwenang Iran semakin gencar menekan para migran, salah satunya dengan memberlakukan aturan yang menyulitkan mereka untuk tinggal. Sejumlah laporan bahkan menyebutkan, warga Afghanistan yang memiliki visa dan izin tinggal yang sah ikut menjadi target pengusiran, dilansir RFE/RL.

Beberapa migran yang ditahan juga mengaku mengalami perlakuan buruk hingga penyiksaan atas tuduhan spionase. Seorang pemuda Afghanistan mengungkap bahwa ayahnya sempat ditangkap, disiksa dengan kaki dirantai, tidak diberi makan dan minum, sebelum akhirnya dideportasi.

"Beberapa orang sangat takut sehingga mereka tidak berani keluar rumah, mereka menyuruh anak-anak mereka keluar untuk mencari sepotong roti, dan terkadang anak-anak itu pun ditangkap. Bahkan jika saya harus mengemis di negara saya sendiri, itu masih lebih baik daripada tinggal di tempat di mana kami diperlakukan seperti ini," ujar Aref Atayi, seorang migran berusia 38 tahun, dikutip dari France24.

3. PBB peringatkan dampak buruk pemulangan paksa

PBB menyatakan situasi di pos perbatasan seperti Islam Qala dalam kondisi darurat. Pos ini bahkan pernah menampung hingga lebih dari 43 ribu orang per hari. Angka tersebut jauh melampaui kapasitasnya yang hanya dirancang untuk menangani 7-10 ribu orang per hari.

Ribuan orang dilaporkan tiba setiap hari dalam kondisi kelelahan, kelaparan, dan kebingungan. Banyak dari mereka tiba tanpa harta benda selain pakaian di badan dan sangat membutuhkan bantuan medis, makanan, serta tempat tinggal yang layak.

Tajudeen Oyewale, perwakilan UNICEF di Afghanistan, menilai situasi ini dapat berdampak buruk bagi anak-anak.

"Ini adalah situasi darurat di negara yangs sejak awal sudah menghadapi krisis pengungsi parah. Lebih parahnya, sekitar 25 persen dari semua pengungsi ini adalah anak-anak, karena demografinya telah bergeser dari laki-laki lajang menjadi seluruh keluarga," kata Oyewale.

PBB memperingatkan bahwa gelombang pengungsi massal ini dapat semakin mengguncang Afghanistan yang sudah rapuh akibat kemiskinan dan perubahan iklim. Upaya bantuan juga terhambat akibat kekurangan dana sehingga lembaga kemanusiaan hanya mampu menjangkau sekitar 10 persen dari mereka yang membutuhkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us