Iran Stop Inspeksi Nuklir, Badan Energi Atom Desak Negosiasi

- Israel dan AS serang fasilitas nuklir, Iran balas hentikan inspeksi.
- Iran menyatakan ketidakpercayaannya terhadap IAEA pasca serangan dari Israel dan AS.
- Menteri Luar Negeri Iran menolak permintaan untuk mengunjungi situs yang dibom
Jakarta, IDN Times – Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, menyatakan bahwa negosiasi dengan Iran sangat krusial untuk melanjutkan inspeksi nuklir. Seruan itu muncul pada Jumat (4/7/2025), setelah Teheran memutus kerja sama dengan IAEA menyusul konflik selama 12 hari melibatkan Israel dan Amerika Serikat (AS).
Tim inspektur dari badan pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu telah meninggalkan Iran dan kembali ke markas besar di Wina, Austria. Keputusan Iran menghentikan kerja sama ini diumumkan tak lama setelah konflik memanas.
1. Israel dan AS serang fasilitas nuklir, Iran balas hentikan inspeksi

Dilansir dari Anadolu Agency, Israel meluncurkan serangan ke fasilitas militer dan nuklir Iran pada 13 Juni 2025, menewaskan sejumlah komandan dan ilmuwan senior. Serangan itu memicu balasan dari Teheran, sebelum Amerika Serikat (AS) turut terlibat dengan menggempur tiga situs nuklir di Iran.
Gencatan senjata yang diinisiasi AS mulai berlaku pada 24 Juni 2025, tetapi situasi tetap memanas. Menurut The Wall Street Journal, penarikan tim inspektur IAEA dilakukan karena alasan keamanan.
Bahkan sebelum serangan terjadi, Iran sudah mengancam akan mengusir para inspektur. Ancaman itu disampaikan beberapa bulan sebelum Israel dan AS melakukan serangan ke wilayahnya.
2. Iran kritik IAEA dan tolak kunjungan ke fasilitas nuklir
Iran secara terbuka menyatakan ketidakpercayaannya terhadap IAEA pasca serangan dari Israel dan AS. Meski tetap mengklaim komitmen pada Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), Teheran mengecam IAEA karena gagal mengutuk serangan tersebut. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menolak permintaan Grossi untuk mengunjungi situs yang dibom.
“Kegigihan Grossi untuk mengunjungi situs-situs yang dibom dengan dalih pengamanan tidak ada artinya dan mungkin bahkan berniat buruk,” kata Araghchi, dikutip Al Jazeera, Sabtu (5/7/2025).
Dilansir dari Newsweek, Araghchi juga menyampaikan di platform X bahwa Iran tetap terikat pada NPT dan perjanjian pengamanan lainnya. Ia menambahkan bahwa sesuai undang-undang baru, seluruh kerja sama dengan IAEA akan dikontrol oleh Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.
3. Iran legalkan penghentian kerja sama
Pada 25 Juni 2025, parlemen Iran meloloskan rancangan undang-undang untuk menghentikan kerja sama dengan IAEA. Dewan Wali langsung mengesahkan aturan itu keesokan harinya, dan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menandatanganinya pada 2 Juli 2025.
Juru bicara Dewan Wali, Hadi Tahan Nazif, menyebut keputusan itu bentuk penghormatan penuh terhadap kedaulatan nasional dan integritas wilayah Republik Islam Iran. Undang-undang itu menetapkan bahwa kerja sama baru bisa dilanjutkan jika ada jaminan keamanan fasilitas dan ilmuwan Iran.
Dari pihak Washington, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, mengecam keputusan tersebut.
“Iran tidak bisa dan tidak akan memiliki senjata nuklir,” tegas Bruce.
Iran sendiri berkali-kali membantah ingin membuat bom nuklir dan menyebut program nuklir mereka murni untuk kepentingan sipil. IAEA dan intelijen AS juga mengaku belum menemukan bukti bahwa Iran sedang mengembangkan senjata nuklir.
Meski begitu, Iran sempat mengumumkan rencana pembangunan fasilitas baru untuk pengayaan uranium usai serangan Israel dan AS. Belum ada jadwal perundingan baru, namun penghentian kerja sama dengan IAEA diyakini menjadi kartu negosiasi Iran di masa depan.