Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Italia. (unsplash.com/aitac)
ilustrasi bendera Italia. (unsplash.com/aitac)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah di lebih dari separuh wilayah Italia mengambil kebijakan darurat dengan melarang pekerjaan di luar ruangan selama jam-jam terpanas. Kebijakan ini menyusul gelombang panas ekstrem yang memecahkan rekor suhu di berbagai negara Eropa.

Langkah tersebut dipicu oleh tewasnya seorang pekerja konstruksi berusia 47 tahun, Brahim Ait El Hajjam, di dekat Bologna. Ia dilaporkan pingsan saat bekerja di bawah terik matahari pada hari Senin (30/6/2025), yang kemudian memicu seruan tindakan segera dari serikat pekerja.

1. Korban jiwa berjatuhan di Italia

Kematian pekerja bangunan tersebut bukan satu-satunya insiden fatal yang dilaporkan di Italia. Di Palermo, Sisilia, seorang wanita berusia 53 tahun juga meninggal dunia setelah pingsan di jalan, sementara dua pekerja lainnya jatuh sakit parah di dekat Vicenza.

Gelombang panas ini juga memberikan tekanan pada sistem kesehatan nasional. Unit gawat darurat di berbagai wilayah melaporkan adanya lonjakan penerimaan pasien sebesar 15 hingga 20 persen, dengan mayoritas adalah kalangan lansia yang menderita dehidrasi.

Sebagai respons, otoritas di kawasan industri utama seperti Lombardy dan Emilia-Romagna turut memberlakukan larangan kerja di luar ruangan. Larangan tersebut berlaku pada jam-jam paling panas, yakni antara pukul 12.30 siang hingga 16.00 sore.

Serikat pekerja CGIL Bologna merilis pernyataan yang menuntut perusahaan lebih serius dalam melindungi pekerjanya.

"Sambil menunggu penyebab pasti kematian, sangat penting selama periode yang mengerikan ini untuk mempromosikan budaya keselamatan. Keadaan darurat iklim jelas telah memperburuk kondisi bagi mereka yang bekerja di luar setiap hari dan perusahaan harus memberikan prioritas mutlak pada perlindungan pekerja," tutur serikat CGIL Bologna, dikutip dari The Guardian.

2. Pecahkan rekor suhu terpanas di berbagai negara Eropa

Krisis yang terjadi di Italia merupakan bagian dari situasi darurat yang lebih luas di seluruh benua. Spanyol mengonfirmasi bahwa Juni 2025 adalah bulan terpanas yang pernah tercatat. Sementara, Portugal melaporkan rekor suhu nasional baru mencapai 46,6 derajat celsius.

Suhu ekstrem ini juga melumpuhkan aktivitas publik di Prancis. Pemerintah Prancis terpaksa menutup hampir 1.900 sekolah untuk melindungi siswa dan guru, bahkan bagian puncak Menara Eiffel yang ikonik ditutup sementara untuk umum.

Panas juga memicu bencana baru, seperti kebakaran hutan hebat di Turki. Kebakaran tersebut memaksa sekitar 50 ribu orang dievakuasi untuk sementara waktu dari rumah mereka di sekitar kota Izmir dan provinsi Manisa.

Kondisi ini juga berdampak para turis yang sedang berlibur di Eropa. Seorang turis asal Barcelona, Laia Pons, mengungkapkan kekecewaannya saat kunjungannya ke Paris terganggu oleh penutupan Menara Eiffel.

"Saya sudah mencoba mengatur semuanya dengan baik sebelum keberangkatan kami dan hasilnya jadi omong kosong," kata Pons, seorang guru berusia 42 tahun yang telah memesan tiket sejak tiga tahun lalu, dilansir dari The Globe and Mail.

3. Penjelasan ilmiah di balik fenomena "kubah panas"

ilustrasi cuaca panas. (pexels.com/Aleksejs Bergmanis)

Para ilmuwan mencoba menjelaskan fenomena pemanasan di Eropa ini. Berdasarkan data layanan iklim Copernicus Uni Eropa, benua ini mengalami laju pemanasan tercepat di dunia, yakni mencapai dua kali lipat dari rata-rata global.

Gelombang panas saat ini dijelaskan sebagai fenomena "kubah panas" (heat dome), ketika tekanan tinggi menjebak udara panas di Eropa. Kondisi ini diperparah oleh suhu permukaan Laut Mediterania yang mencapai rekor 30 derajat Celsius.

Para ilmuwan menghubungkan peningkatan frekuensi dan intensitas peristiwa cuaca ekstrem seperti ini dengan emisi gas rumah kaca. Aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil, disebut sebagai salah satu penyebab utamanya.

Sementara itu, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyoroti anomali dari waktu terjadinya gelombang panas kali ini.

"Hal yang menarik, meskipun bukan kali pertama, adalah waktu terjadinya fenomena ini. Gelombang panas yang kita saksikan sekarang ini, biasanya baru akan muncul nanti di musim panas" tutur Juru bicara WMO, Clare Nullis, dilansir RTE.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRama