Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jepang Anggarakan Rp4.998 Triliun untuk Tambah Kekuatan Militer

Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida. (twitter.com/kishida230)

Jakarta, IDN Times - Jepang mengumumkan bakal memulai pembangunan militer senilai 320 miliar dolar AS (sekitar Rp4.998 triliun), sebuah kebijakan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

Tokyo kini merasa terancam dengan ketegangan regional, khususnya dari China dan Korea Utara, serta invasi Rusia ke Ukraina yang dapat memicu ketakutan perang, dilansir Al Jazeera

Pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida khawatir, invasi Rusia menetapkan preseden yang akan mendorong China untuk menyerang Taiwan. Hal itu praktis mengancam pulau-pulau Jepang di dekatnya, mengganggu pasokan semikonduktor, dan mencekik jalur laut yang memasok minyak Timur Tengah.

Sebagai informasi, konstitusi Jepang pasca-Perang Dunia II tidak secara resmi mengakui militer dan membatasinya pada kemampuan pertahanan diri.

1. Jepang lakukan banyak cara untuk perkuat pertahanannya

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida (ANTARA/REUTERS/Baek Seung-ryol/Yonhap)

Naskah keamanan nasional, yang terungkap pada Jumat (16/12/2022), menyebut bahwa Jepang akan menimbun suku cadang dan amunisi lainnya, memperkuat logistik, mengembangkan kemampuan perang dunia maya, dan bekerja sama lebih erat dengan Amerika Serikat dan pihak lain yang sepemikiran.

"Invasi Rusia ke Ukraina merupakan pelanggaran serius terhadap undang-undang yang melarang penggunaan kekuatan dan mengguncang fondasi tatanan internasional," katanya dalam makalah keamanan nasional, yang menandai perubahan kebijakan keamanan Jepang.

“Tantangan strategis yang ditimbulkan oleh China adalah yang terbesar yang pernah dihadapi Jepang,” tambahnya.

2. Anggaran pertahanan Jepang melonjak

Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida. (Twitter.com/JPN_PMO)

Menariknya adalah ternyata kebijakan Jepang untuk memperkuat diri, termasuk dengan menampung pasukan Amerika Serikat (AS) dan beberapa kapal induk, mendapat dukungan dari masyarakat. Jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa 70 persen pemilih mendukung keputusan tersebut.

Rencana Kishida akan menggandakan pengeluaran pertahanan menjadi sekitar 2 persen dari produk domestik bruto (PDB) selama lima tahun ke depan, dan meningkatkan bagian kementerian pertahanan menjadi sekitar sepersepuluh dari seluruh pengeluaran publik.

Itu juga akan menjadikan Jepang sebagai pembelanja militer terbesar ketiga di dunia, setelah AS dan China, berdasarkan anggaran saat ini.

Peta jalan pengeluaran lima tahun tidak datang dengan rencana terperinci tentang bagaimana administrasi Kishida akan membayarnya, karena anggota parlemen Partai Demokrat Liberal yang berkuasa terus mendiskusikan apakah akan menaikkan pajak atau meminjam uang.

3. Tanggapan China

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wang Wenbin, saat memberikan pidato terkait vaksin COVID-19, Sinovac. (Twitter.com/MFA_China)

Anggaran triliunan akan digunakan untuk mendanai proyek-proyek, salah satunya apa yang disebut Jepang sebagai kapasitas serangan balasan, yaitu kemampuan untuk mencapai lokasi peluncuran yang mengancam negara, termasuk China dan Korea Utara.

Dokumen tersebut memperingatkan bahwa sistem intersepsi rudal Jepang saat ini tidak lagi memadai dan kapasitas untuk serangan balasan diperlukan.

Sementara, pemerintah Jepang telah lama menyarankan bahwa serangan balik untuk menetralisir serangan musuh akan diizinkan berdasarkan konstitusi.

Kementerian Luar Negeri China menanggapi dokumen tersebut, dan meminta Jepang untuk merenungkan kebijakannya.

“Jepang mengabaikan fakta, menyimpang dari pemahaman bersama antara China dan Jepang dan komitmennya terhadap hubungan bilateral, dan mendiskreditkan China,” kata juru bicara kementerian Wang Wenbin.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us