Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Jerman (unsplash.com/Mark König)
ilustrasi bendera Jerman (unsplash.com/Mark König)

Jakarta, IDN Times - Kanselir Jerman, Olaf Scholz, memimpin delegasi tingkat tinggi di New Delhi pekan ini, mengincar peluang baru di pasar India yang luas. Langkah ini bertujuan mengurangi ketergantungan Jerman pada China, meskipun India belum tentu menjadi "China baru".

Kunjungan Scholz dilakukan pada saat yang krusial bagi ekonomi Jerman, yang berorientasi ekspor dan tengah menghadapi kontraksi untuk tahun kedua berturut-turut.

Pada saat yang sama, Jerman juga khawatir dengan ketegangan perdagangan antara Uni Eropa dan China yang bisa mempengaruhi perusahaan-perusahaan Jerman.

1. Potensi India untuk Jerman

Perusahaan-perusahaan Jerman melihat potensi pertumbuhan yang besar di India, didukung oleh tenaga kerja muda yang terampil, biaya produksi yang lebih murah, dan pertumbuhan ekonomi yang stabil sekitar 7 persen. Ini menjadikan India sebagai pasar yang menarik untuk diversifikasi bisnis.

Menurut Volker Treier, kepala perdagangan luar negeri di Kamar Dagang Jerman (DIHK), investasi langsung Jerman di India pada 2022 mencapai sekitar 25 miliar euro (Rp420,1 triliun).

"India adalah ujian litmus. Jika upaya untuk mengurangi risiko dari China ingin berhasil, India adalah kuncinya karena ukuran pasar dan dinamisme ekonominya," kata Treier.

Scholz membawa sebagian besar kabinetnya, termasuk menteri luar negeri dan pertahanan, untuk bertemu dengan Perdana Menteri India Narendra Modi. Diskusi ini diharapkan memperkuat hubungan ekonomi antara kedua negara.

2. Tantangan yang dihadapi di India

Meskipun India menjanjikan potensi yang besar, perusahaan-perusahaan Jerman juga menghadapi sejumlah tantangan. Birokrasi yang rumit, korupsi, dan sistem pajak India menjadi hambatan utama dalam berinvestasi di negara tersebut, menurut studi dari konsultan KPMG dan Kamar Dagang Jerman di Luar Negeri (AHK).

Namun, sebagian besar perusahaan Jerman tetap optimis. Sebanyak 82 persen dari mereka memperkirakan pendapatan mereka akan meningkat dalam lima tahun ke depan.

"Kami melihat potensi pertumbuhan yang besar di kawasan Asia-Pasifik, dengan India memiliki porsi yang signifikan," kata Oscar de Bok, kepala divisi DHL, dikutip dari The Economic Times.

Investasi besar dari perusahaan-perusahaan seperti DHL yang berencana menggelontorkan 500 juta euro (Rp8,4 triliun) hingga tahun 2026 menjadi bukti keyakinan ini, terutama dalam sektor e-commerce yang berkembang pesat di India.

3. Strategi China+1

Bagi banyak perusahaan Jerman, India merupakan bagian dari strategi 'China + 1', di mana India dianggap sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada China. Volkswagen, misalnya, mempertimbangkan kerja sama baru di India setelah mengalami penurunan penjualan di China dan tingginya biaya produksi di Jerman.

"India memiliki potensi besar, baik sebagai pasar maupun dalam hal ketidakpastian regulasi antara AS dan China," ujar Arno Antlitz, kepala keuangan Volkswagen.

Kesepakatan seperti yang dilakukan oleh Deutz, produsen mesin asal Jerman, dengan TAFE, produsen traktor terbesar ketiga di dunia, semakin menunjukkan bahwa India memainkan peran penting dalam strategi ini.

"Stabilitas politik dan biaya tenaga kerja yang rendah menjadi alasan utama bagi perusahaan untuk mempertimbangkan India sebagai bagian dari strategi diversifikasi mereka," kata Jonathan Brown, direktur manajemen di Boston Consulting Group, dikutip dari Reuters.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team