Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_8325.jpeg
Logo ASEAN. (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Intinya sih...

  • Indonesia tetap memberikan prioritas pada ASEAN di kawasan, namun harus memperluas jaringan kerja sama di luar ASEAN.

  • Philips menanggapi kritik terhadap respons konflik Kamboja-Thailand dan menyebutnya sebagai hal biasa dalam dinamika organisasi internasional.

  • Dalam menghadapi persaingan Amerika Serikat dan China, Indonesia perlu memperluas kemitraan dengan negara dan blok non-tradisional.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Juru Bicara Kantor Komunikasi Presiden (PCO) Philips Vermonte menegaskan, posisi Indonesia di ASEAN tetap kuat dan strategis. Menurutnya, Indonesia tetap memberikan prioritas pada ASEAN di kawasan.

Namun, berbagai perkembangan situasi geopolitik di dunia menuntut Indonesia tak hanya berfokus pada ASEAN saja. Terlebih, dengan adanya berbagai perang dan juga rivalitas dagang dan ekonomi di dunia.

1. Dikritik tak aktif dalam respons konflik Kamboja-Thailand

Infografis Indonesia Prioritaskan ASEAN (IDN Times/M Rakan)

Philips menanggapi kritik Indonesia dianggap tidak terlalu aktif dalam merespons konflik perbatasan Kamboja–Thailand. Menurutnya, sikap ini bukan berarti Indonesia melepas peran, melainkan menjaga etika diplomatik terhadap ketua ASEAN yang saat ini dijabat Malaysia.

“Indonesia mendukung penuh langkah yang dilakukan Malaysia sebagai ketua ASEAN tahun ini. Kita punya hubungan baik, presiden juga dekat, dan kedua negara sering melakukan kunjungan timbal balik. Kalau Indonesia terlalu aktif, secara diplomatik tidak elok karena ada ketuanya,” ujar Philips di Jakarta, Kamis (14/8/2025).

Philips menambahkan, langkah Indonesia sejalan dengan prinsip kebutuhan diplomatik.

“Dalam konflik seperti ini, cara terbaik adalah para pemimpin kedua negara langsung mencapai kesepakatan, dan itu saya kira sudah terjadi,” ujarnya.

2. Kritik terhadap ASEAN dinilai wajar

Menlu Sugiono dan para wakil tetap negara-negara ASEAN melakukan ASEAN Way di ASEAN Day. (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Menanggapi kritik dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menilai konflik Kamboja–Thailand menunjukkan kemunduran ASEAN, Philips menilai itu merupakan hal biasa dalam dinamika organisasi internasional.

“Kritik itu wajar. Inggris saja keluar dari Uni Eropa lewat Brexit, tapi EU tidak bubar. Organisasi punya masa-masa di mana negara anggota melihat platform lain sesuai kebutuhan mereka,” jelasnya.

Meski begitu, ia menegaskan, ASEAN tetap menjadi cornerstone atau pilar utama politik luar negeri Indonesia, terutama dalam konteks kawasan. Namun, ia juga menyoroti situasi geopolitik global yang semakin rumit membuat Indonesia perlu memperluas jaringan kerja sama di luar ASEAN.

3. Perluas kemitraan nontradisional

Juru bicara PCO Philips J. Vermonte. (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Philips menyebut, dalam menghadapi persaingan Amerika Serikat dan China, serta dinamika baru setelah Donald Trump kembali ke Gedung Putih, Indonesia harus cermat mencari platform kerja sama lain.

“Semua negara melakukan hal ini. Contohnya Uni Eropa yang akhirnya ingin segera menandatangani EU–CEPA setelah bertahun-tahun negosiasi. Mereka melihat Indonesia sebagai mitra strategis, apalagi daya beli mereka kuat,” paparnya.

Ia menegaskan, ASEAN akan selalu menjadi fokus Indonesia sebagai kawasan terdekat (immediate region), namun kemitraan dengan negara dan blok nontradisional juga penting untuk menjaga kepentingan nasional di tengah perubahan lanskap geopolitik dan ekonomi global.

Editorial Team