Ilustrasi COVID-19. (Unsplash.com/Martin Sanchez)
Melansir The Independent, Institute of Health Metrics and Evaluation pada awal pekan ini memperkirakan bahwa pencabutan kebijakan pemerintah China dapat menyebabkan ledakan kasus dan menimbulkan lebih dari satu juta kasus kematian pada tahun depan.
Analisis yang belum ditinjau memproyeksikan, kasus akan mencapai puncaknya sekitar 1 April, ketika kasus kematian diperkirakan telah mencapai 322 ribu orang.
Gabriel Leung dari University of Hong Kong mengatakan, China butuh strategi untuk mengatasi mencegah beban yang berlebihan terhadap sistem kesehatan.
“Pembukaan kembali pada status quo akan menghasilkan beban kematian kumulatif sebesar 684 per satu juta. Namun, jalan keluar yang lebih aman dari nol-COVID yang dinamis dapat dicapai dengan mengadopsi pendekatan multi-cabang yang terdiri dari vaksinasi, pengobatan antivirus, kesehatan masyarakat dan tindakan sosial, dan pembukaan kembali secara berurutan,” kata dia.
Hasil studi yang dirilis minggu lalu oleh Airfinity, perusahaan analitik kesehatan yang berbasis di London, memperkirakan bakal ada 1,3 juta hingga 2,1 juta kasus kematian selama 83 hari setelah pencabutan pelonggaran kebijakan.
"Sangat penting bagi China untuk meningkatkan vaksinasi guna meningkatkan kekebalan saaf mencabut kebijakan nol-COVID, terutama mengingat besarnya populasi lansia," kata Louise Blair, kepala Vaksin dan Epidemiologi Airfinity.
Selanjutnya, China akan membutuhkan kekebalan hibrida agar memungkinkan negara tersebut menahan gelombang di masa depan dengan dampak minimal. Ini telah terbukti efektif di negara dan wilayah lain,” tambahnya.