Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Koalisi Partai PM Ishiba Kalah, Politik Jepang Berguncang

Presiden Prabowo Subianto ketika menerima kunjungan kenegaraan dari Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba di Istana Bogor. (www.instagram.com/@prabowo)
Presiden Prabowo Subianto ketika menerima kunjungan kenegaraan dari Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba di Istana Bogor. (www.instagram.com/@prabowo)
Intinya sih...
  • PM Ishiba kalah dalam pemilu dan koalisi minoritas
  • Kinerja buruk koalisi diakibatkan oleh isu harga, pendapatan, dan jaminan sosial
  • Trump menambah tekanan dengan keluhan perdagangan terhadap Jepang

Jakarta, IDN Times - Koalisi partai Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba gagal mengamankan suara mayoritas di majelis tinggi. Partai Demokrat Liberal (LDP) dan mitra juniornya, Komeito, perlu memenangkan 50 kursi di atas 75 kursi yang sudah mereka miliki untuk mempertahankan mayoritas.

Sayangnya, koalisi tersebut hanya memiliki 47 kursi. Kekalahan ini merupakan pukulan telak bagi koalisi Ishiba, menjadikannya minoritas di kedua majelis setelah kekalahannya pada Oktober dalam pemilihan majelis rendah.

Ini adalah pertama kalinya LDP kehilangan mayoritas di kedua majelis parlemen sejak partai tersebut didirikan pada 1955. Kekalahannya memperburuk ketidakstabilan politik di Negeri Sakura tersebut.

1. Ishiba akan bertanggung jawab dan bertahan

Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba. (x.com/JPN_PMO)
Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba. (x.com/JPN_PMO)

Meski demikian, Ishiba menyatakan tekadnya untuk tetap bertahan dan tidak menciptakan kekosongan politik untuk mengatasi tantangan seperti ancaman tarif Amerika Serikat. Namun, ia mungkin akan menghadapi desakan dari dalam partainya untuk mundur atau mencari mitra koalisi lain.

"Saya akan memenuhi tanggung jawab saya sebagai ketua partai nomor 1 dan bekerja untuk negara," ucapnya, dilansir dari Korean Herald, Senin (21/7/2025).

Ishiba telah menetapkan target yang rendah, menginginkan mayoritas sederhana 125 kursi, berarti LDP-nya dan mitra koalisi juniornya yang didukung Buddha, Komeito, perlu memenangkan 50 kursi. Hasil jajak pendapat yang dirilis beberapa detik setelah pemungutan suara ditutup Minggu malam sebagian besar menunjukkan kemunduran besar bagi koalisi Ishiba.

LDP memenangkan 39 kursi, lebih baik daripada sebagian besar proyeksi jajak pendapat yang hanya 32 kursi, dan masih menjadi partai nomor 1 di parlemen, yang dikenal sebagai 'Diet'. Namun, Ishiba mengatakan kinerja koalisi yang buruk disebabkan oleh langkah-langkah pemerintahnya untuk mengatasi kenaikan harga yang belum menjangkau banyak orang.

"Ini situasi yang sulit. Saya menghadapinya dengan rendah hati dan tulus," kata Ishiba dalam wawancara langsung dengan NHK.

2. Kinerja buruk koalisi dalam pemilu

Ruang sidang Parlemen Jepang. (Wikimedia.org/Kimtaro)
Ruang sidang Parlemen Jepang. (Wikimedia.org/Kimtaro)

Kinerja buruk dalam pemilu ini tidak akan serta merta memicu pergantian pemerintahan karena majelis tinggi tidak memiliki wewenang mengajukan mosi tidak percaya terhadap seorang pemimpin, tetapi hal itu tentu akan memperdalam ketidakpastian atas nasib Ishiba dan stabilitas politik Jepang. Ishiba kemungkinan akan menghadapi desakan dari dalam partai LDP untuk mundur atau mencari mitra koalisi lain.

Melonjaknya harga, pendapatan yang menurun, dan beban pembayaran jaminan sosial merupakan isu utama bagi para pemilih yang frustrasi dan kekurangan uang. Langkah-langkah ketat yang menargetkan penduduk dan pengunjung asing juga muncul sebagai isu utama, dengan partai populis sayap kanan yang sedang naik daun memimpin kampanye.

Pemungutan suara hari Minggu ini terjadi setelah koalisi Ishiba kehilangan mayoritas dalam pemilihan majelis rendah bulan Oktober, yang tersengat oleh skandal korupsi di masa lalu, dan pemerintahannya yang tidak populer sejak itu terpaksa memberikan konsesi kepada oposisi untuk meloloskan undang-undang melalui parlemen.

Koalisi tersebut belum mampu dengan cepat memberikan langkah-langkah efektif untuk memitigasi kenaikan harga, termasuk beras, bahan pokok tradisional Jepang, dan penurunan upah.

3. Tekanan dari Trump

Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba (kiri) dan Presiden AS Donald Trump di Washington pada 7 Februari 2025. (x.com/WhiteHouse)
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba (kiri) dan Presiden AS Donald Trump di Washington pada 7 Februari 2025. (x.com/WhiteHouse)

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga menambah tekanan bagi Ishiba. Trump mengeluhkan kurangnya kemajuan dalam negosiasi perdagangan.

Ia juga mengeluh jika penjualan mobil AS ke Jepang berkurang. Tak hanya itu, Trump juga mengomel karena penjualan beras Amerika ke Jepang, juga berkurang meskipun terjadi kekurangan stok biji-bijian domestik.

Tarif 25 persen yang akan berlaku mulai 1 Agustus nanti juga menjadi pukulan bagi Ishiba. Pasalnya, ia menolak kompromi apapun sebelum pemilu, tetapi prospek terobosan setelah pemilu juga tidak jelas karena pemerintah minoritas akan kesulitan mencapai konsensus dengan oposisi.

Para pemilih yang frustrasi dengan cepat beralih ke partai-partai populis yang sedang berkembang. Namun, delapan kelompok oposisi utama terlalu terpecah untuk membentuk platform bersama sebagai front persatuan dan mendapatkan dukungan pemilih sebagai alternatif yang layak.

Merebaknya retorika xenofobia dalam kampanye pemilu dan di media sosial memicu protes oleh aktivis hak asasi manusia dan membuat warga asing khawatir.

LDP hampir selalu mendominasi politik pascaperang Jepang, berkontribusi pada stabilitas politik dan konformitas sosialnya. Namun, para pemilih terbagi antara stabilitas dan perubahan, dengan beberapa menyuarakan kekhawatiran tentang meningkatnya xenofobia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us