Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Korea Utara Marah AS Longgarkan Ekspor Senjata

Ilustrasi Bendera Korea Utara (freepik.com/leoaltman)

Jakarta, IDN Times - Korea Utara mengkritik keputusan Amerika Serikat (AS) untuk melonggarkan pembatasan ekspor senjata, pada Minggu (20/4/2025). Pyongyang menyebut kebijakan AS sebagai langkah berbahaya yang dapat memicu eskalasi konflik global.

Komentar ini disampaikan melalui Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), menyusul perintah eksekutif Presiden AS Donald Trump yang dikeluarkan pada Selasa (8/4/2025). Korea Utara menilai tindakan AS ini bertentangan dengan upaya diplomasi damai yang selama ini digaungkan.

1. Kecaman keras dari Pyongyang

KCNA menyebut AS berpura-pura sebagai mediator damai sambil memasok senjata dalam jumlah besar ke berbagai pihak yang dianggap sebagai pemicu perang.

“Di satu sisi, AS berbicara tentang dialog dan negosiasi, tetapi di sisi lain, mereka terus-menerus menyerahkan senjata penghancur massal untuk mendorong para penggiat perang memperpanjang konflik,” demikian pernyataan KCNA, dikutip dari Reuters.

Kritik ini menyoroti kontradiksi dalam kebijakan luar negeri AS, terutama terkait peran Washington dalam mediasi konflik seperti antara Ukraina dan Rusia. Pernyataan ini juga mencerminkan kekhawatiran Korea Utara terhadap meningkatnya ketegangan di kawasan Asia-Pasifik.

Pyongyang menilai bahwa kebijakan ekspor senjata AS dapat memicu perlombaan senjata baru, terutama di wilayah yang sudah tegang akibat latihan militer gabungan AS, Korea Selatan, dan Jepang.

2. Latar belakang keputusan AS

Keputusan ini bertujuan meningkatkan penjualan peralatan militer oleh perusahaan pertahanan AS, dengan menaikkan ambang batas minimum transaksi yang memerlukan tinjauan Kongres. Untuk sekutu dekat seperti Australia, Israel, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru, ambang batasnya lebih tinggi dibanding negara lain.

Dilansir The Times of Israel, perubahan ini memungkinkan transfer senjata senilai hingga 23 juta dolar AS (Rp388,2 miliar) dan 83 juta dolar AS (Rp1,4 triliun) untuk penjualan peralatan militer, pelatihan, dan layanan lainnya tanpa tinjauan ekstensif.

“Kebijakan ini akan memberikan keuntungan besar bagi industri pertahanan AS,” kata seorang sumber anonim dalam pemerintahan Trump.

Namun, kebijakan ini menuai kritik karena dianggap mengabaikan isu hak asasi manusia dan stabilitas global. Selama masa jabatan pertamanya, Trump diketahui sering kesal dengan penundaan penjualan senjata ke luar negeri akibat tinjauan Kongres, yang kerap mempertimbangkan isu-isu seperti pelanggaran HAM.

3. Dampak dan tanggapan regional

Kebijakan AS ini memicu kekhawatiran di kawasan Asia-Pasifik, terutama di tengah meningkatnya ketegangan dengan Korea Utara. Pyongyang, yang terus memperkuat program nuklir dan rudalnya, melihat langkah AS sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasionalnya.

Media Korea Utara pada Jumat (4/4/2025) juga mengkritik kesepakatan AS-Jepang untuk memproduksi rudal udara-ke-udara, menyebutnya sebagai upaya untuk memiliterisasi Jepang.

“Langkah AS ini menambah elemen baru ketidakstabilan strategis di kawasan Asia-Pasifik,” kata seorang pejabat Korea Utara, dilansir dari NBC News. 

Pernyataan ini merujuk pada latihan militer reguler yang melibatkan AS, Jepang, dan Korea Selatan, yang sering kali diprotes keras oleh Pyongyang.

Di sisi lain, negara-negara seperti Korea Selatan dan Jepang belum memberikan tanggapan resmi terkait kecaman Korea Utara. Namun, keduanya terus mempererat kerja sama militer dengan AS untuk menghadapi ancaman dari Korea Utara, termasuk melalui latihan gabungan seperti Freedom Shield.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us