Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
default-image.png
Default Image IDN

Jakarta, IDN Times - Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mendesak Dewan Keamanan untuk mengambil tindakan lebih tegas, demi menyudahi kerusuhan di Myanmar. Menurut Burgener, Burma saat ini berada di ambang perang sipil atau pertumpahan darah.
 
Sejauh ini, dilaporkan lebih dari 520 demonstran anti-kudeta tewas di tangan aparat. Mereka berbondong-bondong turun ke jalan menolak menuntut restorasi demokrasi dan pembebasan para tahanan politik, termasuk penasihat negara Aung San Suu Kyi.
 
"Saya mengimbau kepada Dewan (Keamanan) untuk mempertimbangkan semua alat yang tersedia. untuk mengambil tindakan kolektif dan melakukan apa yang benar, apa yang layak diterima rakyat Myanmar, dan mencegah bencana multi-dimensi," kata Burgener kepada AFP, sebagaimana dilansir dari Channel News Asia, Kamis (1/4/2021).

1. Potensi konflik antara aparat dengan kelompok etnis bersenjata

Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Myanmar merupakan salah satu negara multi-etnis di Asia Tenggara. Tidak sedikit dari etnis-etnis tersebut yang sampai saat ini menuntut kemerdekaan atas wilayah tempat tinggalnya.
 
Burgener menambahkan, ancaman perang sipil hadir karena kelompok etnis bersenjata telah menegaskan sikapnya, bahwa mereka menentang kudeta militer. Di sisi lain, meski kecaman internasional datang silih berganti, rezim darurat yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing justru semakin menunjukkan agresivitasnya.
 
"Kekejaman militer terlalu parah dan banyak (pejuang etnis bersenjata) mengambil sikap oposisi yang jelas, meningkatkan kemungkinan perang saudara pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Burgener.
 
Dia menyambung, "kegagalan untuk mencegah eskalasi kekerasan akan merugikan dunia jauh lebih banyak dalam jangka panjang, daripada berinvestasi sekarang dalam pencegahan, terutama oleh tetangga Myanmar dan kawasan yang lebih luas."

2. Keterlambatan menindak hanya memperparah situasi

Editorial Team

Tonton lebih seru di