Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Prancis, Emmanuel Macron (Пресс-служба Президента Российской Федерации, This file is licensed under the Creative Commons Attribution 4.0 International license, via Wikimedia Commons)
Presiden Prancis, Emmanuel Macron (Пресс-служба Президента Российской Федерации, This file is licensed under the Creative Commons Attribution 4.0 International license, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Lecornu hadapi tantangan berat dalam pembentukan pemerintahan

  • Lecornu menerima penugasan tersebut dengan pernyataan di platform X.

  • Macron memberi Lecornu kebebasan penuh untuk menentukan susunan kabinet dan merundingkan anggaran 2026.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Presiden Prancis, Emmanuel Macron, kembali menunjuk Sebastien Lecornu sebagai perdana menteri pada Jumat (10/10/2025), hanya empat hari setelah ia mengundurkan diri dari jabatan yang sama. Keputusan tersebut mengejutkan publik di tengah krisis politik yang terus mengguncang Prancis. Lecornu, yang berusia 39 tahun dan dikenal sebagai sekutu dekat Macron, ditugaskan membentuk pemerintahan baru serta menyerahkan rancangan anggaran 2026 ke parlemen sebelum Senin (13/10/2025).

Langkah itu diambil Macron setelah ia melakukan pertemuan dengan para pemimpin partai besar di Istana Élysée untuk menggalang dukungan. Dalam pertemuan tersebut, hanya Partai Nasionalis Sayap Kanan (RN) dan partai kiri jauh France Unbowed yang tidak hadir.

Kembalinya Lecornu ke kursi perdana menteri menuai reaksi keras dari oposisi kanan dan kiri. Jordan Bardella, presiden Partai Nasionalis, menyebut keputusan itu sebagai lelucon buruk dan aib demokrasi, serta berjanji akan mengajukan mosi tidak percaya terhadap kabinet baru. Mathilde Panot dari France Unbowed juga mengecam langkah Macron.

“Belum pernah sebelumnya seorang presiden begitu ingin memerintah dengan rasa jijik dan kemarahan,” katanya, menilai keputusan itu hanya menunda kejatuhan Macron yang dianggap tak terhindarkan, dikutip dari Al Jazeera.

1. Lecornu hadapi tantangan berat dalam pembentukan pemerintahan

Perdana Menteri Prancis, Sébastien Lecornu (Politeknik Ecole Université Paris-Saclay, CC BY-SA 2.0, via Wikimedia Commons)

Lecornu menerima penugasan tersebut dengan pernyataan di platform X. Ia menilai krisis politik yang sedang berlangsung telah membuat rakyat Prancis jengkel dan memperburuk citra negara di mata dunia.

“Saya menerima — karena tugas — misi yang dipercayakan kepada saya oleh Presiden Republik untuk melakukan segala yang mungkin untuk menyediakan anggaran bagi Prancis sebelum akhir tahun dan menangani masalah kehidupan sehari-hari warga kita,” tulisnya.

Dalam pesannya, Lecornu menekankan pentingnya loyalitas internal dengan meminta calon anggota kabinet menyingkirkan ambisi pribadi menuju pemilihan presiden 2027. Ia menilai hal itu penting untuk menjaga stabilitas pemerintahan baru.

Dilansir dari NBC News, Macron memberi Lecornu kebebasan penuh atau carte blanche untuk menentukan susunan kabinet dan merundingkan anggaran 2026. Ruang gerak yang luas ini diberikan karena parlemen kini terpecah menjadi tiga blok besar dengan ideologi berbeda, sentris, sayap kanan, dan kiri, akibat pemilu legislatif 2024 yang digagas Macron. Kondisi tersebut menyulitkan persetujuan kebijakan fiskal, termasuk pemotongan anggaran dan kenaikan pajak, yang menjadi isu paling krusial dalam negosiasi anggaran tahun depan.

2. Krisis anggaran dan tekanan politik di parlemen Prancis

ilustrasi utang (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Dilansir dari BBC, utang publik Prancis kini mencapai 114 persen dari produk domestik bruto (PDB), menjadikannya yang tertinggi ketiga di kawasan euro. Defisit anggaran 2025 diperkirakan menembus 5,4 persen dari PDB, hampir dua kali lipat batas yang ditetapkan Uni Eropa. Lecornu berjanji akan menurunkan defisit 2026 menjadi antara 4,7 dan 5 persen, namun rencana tersebut terhambat oleh perbedaan tajam antarpartai.

Partai kiri mendesak pemerintah mencabut reformasi pensiun Macron pada 2023 yang menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun, sekaligus menaikkan pajak bagi kelompok berpenghasilan tinggi. Sebaliknya, partai konservatif menolak kebijakan tersebut dan menekankan pentingnya pengendalian belanja negara. Perbedaan prioritas ini membuat persetujuan anggaran sulit dicapai.

Sebagai langkah kompromi, Macron mengusulkan penundaan penerapan usia pensiun 64 tahun hingga 2028. Namun pemimpin Partai Hijau, Marine Tondelier, menilai tawaran itu tidak cukup.

Sementara itu, pemimpin Partai Sosialis, Olivier Faure, menambahkan bahwa partainya tidak akan memberikan dukungan dalam pemungutan suara kepercayaan karena tidak menerima jaminan apa pun dari pihak pemerintah. Kekecewaan dari kubu kiri semakin memperlemah peluang Lecornu membentuk koalisi yang solid.

3. Ketidakstabilan politik bayangi pertumbuhan ekonomi Prancis

Bendera Prancis (pexels.com/Atypeek Dgn)

Krisis politik yang berkepanjangan kini berdampak pada perekonomian. Kepala Bank Sentral Prancis, François Villeroy de Galhau, memperkirakan ketidakpastian politik akan menurunkan pertumbuhan PDB 2025 sebesar 0,2 poin persentase, dengan total proyeksi pertumbuhan hanya 0,7 persen.

“Ketidakpastian adalah … musuh nomor satu pertumbuhan,” katanya di radio RTL, sambil menyerukan agar semua partai membentuk koalisi dan berkompromi demi kepastian ekonomi nasional.

Walau sentimen bisnis melemah, ekonomi Prancis dinilai masih stabil sejauh ini. Namun risiko meningkat jika Lecornu gagal membentuk pemerintahan atau gagal mengesahkan anggaran 2026 tepat waktu. Dalam skenario itu, undang-undang darurat mungkin diperlukan untuk mempertahankan anggaran sementara.

Runtuhnya kabinet juga dapat memaksa Macron menggelar pemilu mendadak, yang berpotensi menguntungkan Partai Nasionalis (RN) yang kini memimpin jajak pendapat.

“Selama berminggu-minggu, Majelis Nasional telah berfungsi penuh, siap memainkan perannya secara maksimal: berdebat, meneliti, dan memilih. Sekarang saatnya untuk bekerja,” kata Presiden Majelis Nasional, Yael Braun-Pivet.

Dengan tingkat kepuasan Macron yang turun hingga 14 persen menurut survei Elabe, Lecornu menghadapi ujian besar untuk menjaga kestabilan politik Prancis.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team