Politik Kacau, Presiden Prancis Segera Cari PM Baru

- Macron akan tunjuk PM baru dalam 48 jam setelah pengunduran Lecornu
- Kebuntuan politik di Prancis akibat parlemen tanpa mayoritas tunggal dan krisis utang negara
- Ketegangan dengan oposisi dan desakan reformasi pensiun mempengaruhi proses pemilihan PM baru
Jakarta, IDN Times – Presiden Prancis Emmanuel Macron akan menunjuk perdana menteri baru dalam waktu 48 jam setelah pengunduran diri Sebastien Lecornu. Istana Elysee menyatakan pada Rabu (8/10/2025) bahwa langkah ini menjadi bagian dari upaya Macron mengatasi krisis politik yang mengguncang pemerintahannya sejak pekan lalu.
Pengumuman tersebut menyusul penolakan luas terhadap kabinet Lecornu yang diumumkan pada Minggu sebelumnya dan gagal mendapat dukungan dari sekutu maupun oposisi.
Lecornu, yang hanya menjabat selama 14 jam, mengundurkan diri pada Senin (6/10/2025) setelah susunan kabinetnya dikecam karena melibatkan banyak anggota pemerintahan lama. Meski telah mundur, Macron memintanya memimpin pembicaraan selama dua hari dengan para pemimpin partai guna mencari jalan keluar dari kebuntuan politik. Masa jabatan Lecornu yang sangat singkat itu menjadikannya perdana menteri dengan masa pemerintahan terpendek dalam sejarah modern Prancis, dilansir dari Al Jazeera.
1. Lecornu akui gagal bangun konsensus politik

Kantor Kepresidenan Elysee menyebut hasil pembicaraan Lecornu menunjukkan mayoritas anggota Majelis Nasional menolak pembubaran parlemen untuk pemilu dini. Pertemuan itu juga menemukan adanya landasan stabilitas yang dapat membuka peluang pengesahan anggaran sebelum akhir 2025. Macron memuji upaya Lecornu yang tetap bekerja keras sejak Senin meski telah meletakkan jabatannya.
Dalam wawancara televisi pada Rabu malam, Lecornu mengatakan bahwa ia telah mencoba segala cara, menandakan kegagalannya membangun kesepakatan lintas partai. Ia mengatakan sebagian besar anggota parlemen ingin menghindari pemilu baru dan fokus menuntaskan pembahasan anggaran guna mengatasi krisis utang negara.
Namun, ia mengakui bahwa membentuk pemerintahan baru tetap sulit karena perbedaan ideologi yang tajam di parlemen. Lecornu juga menyarankan agar pemerintahan berikutnya lebih teknokratis dan terlepas dari ambisi politik.
“Siapa pun yang akhirnya memimpin pemerintahan harus benar-benar terlepas dari ambisi presiden untuk tahun 2027,” katanya.
Ia juga menolak seruan untuk mengadakan pemilu presiden dini dan menyampaikan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengganti presiden, sebagai tanggapan atas tekanan dari oposisi yang menuntut Macron mundur.
2. Kebuntuan parlemen dan krisis utang negara

Dilansir dari BBC, akar kebuntuan politik di Prancis bermula dari pemilu mendadak pada Juli 2024 yang menghasilkan parlemen tanpa mayoritas tunggal. Kondisi ini membuat pengesahan berbagai rancangan undang-undang penting terhambat, termasuk anggaran untuk menekan utang nasional yang kini mencapai 3,4 triliun euro (setara Rp65,4 kuadriliun) atau hampir 114 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara itu. Angka tersebut menjadikan Prancis sebagai negara dengan beban utang terbesar ketiga di zona euro setelah Yunani dan Italia.
Situasi semakin genting pada September lalu, ketika Macron menunjuk Lecornu sebagai perdana menteri kelima dalam dua tahun terakhir. Ia menggantikan Francois Bayrou yang terpaksa mundur akibat penolakan terhadap kebijakan anggaran ketat. Beberapa pendahulu Lecornu, termasuk Michel Barnier, juga tumbang karena mosi tidak percaya setelah mengajukan rancangan anggaran untuk mengendalikan defisit.
Lecornu menilai rancangan anggaran yang hendak diajukan pekan depan bersifat terbuka untuk perdebatan. Ia memperingatkan agar partai-partai tidak menolak proposal tersebut tanpa pertimbangan matang, mengingat urgensi untuk menekan defisit negara yang terus membengkak.
3. Ketegangan dengan oposisi dan desakan reformasi pensiun

Pemimpin partai sayap kanan National Rally (RN), Marine Le Pen, menegaskan partainya akan menentang perdana menteri baru sebelum pemilu diadakan. Sementara itu, Mathilde Panot dari partai kiri France Unbowed (LFI) menuntut Macron segera mengundurkan diri sebagai satu-satunya jalan keluar. Koalisi sentris yang selama ini mendukung pemerintahan juga mulai terpecah, sehingga tidak jelas siapa yang akan mendukung pemerintahan berikutnya.
Lecornu menilai reformasi pensiun yang diterapkan Macron pada 2023 menjadi salah satu sumber perpecahan utama.
“Kita harus menemukan cara agar debat dapat berlangsung,” katanya.
Dukungan untuk menangguhkan kebijakan yang menaikkan usia pensiun minimum ini semakin luas, bahkan mantan Perdana Menteri Elisabeth Borne kini mendukung revisinya. Partai Sosialis, yang bertemu Lecornu pada Rabu, juga menuntut peninjauan ulang, tetapi pembahasan berakhir tanpa kesepakatan.
Macron belum berkomentar sejak pengunduran diri Lecornu. Ia dijadwalkan berbicara saat upacara penghormatan untuk eks Menteri Kehakiman Robert Badinter di Pantheon, meski kecil kemungkinan akan menyinggung krisis politik secara langsung.
Dukungan terhadap Macron makin menipis, bahkan sekutu dekat seperti eks Perdana Menteri Edouard Philippe dan Gabriel Attal mulai mengambil jarak. Attal baru-baru ini berkata bahwa ia tidak lagi memahami Macron dan menyerukan penunjukan negosiator independen untuk memimpin pemerintahan baru.