Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kandidat Presiden Venezuela, Maria Corina Machado. (twitter.com/MariaCorinaYA)
Pemenang Nobel Perdamaian 2025, Maria Corina Machado. (twitter.com/MariaCorinaYA)

Intinya sih...

  • Maria Corina Machado, peraih Nobel Perdamaian 2025

  • Dari dunia bisnis ke aktivisme sosial

  • Karier politik dan tekanan dari rezim

  • Pengakuan dunia

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Sosok María Corina Machado kini menjadi sorotan dunia setelah dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian 2025. Ia digambarkan oleh Komite Nobel Norwegia sebagai perempuan yang menjaga api demokrasi tetap menyala di tengah kegelapan yang kian pekat.

Machado dikenal sebagai pemimpin oposisi yang gigih memperjuangkan demokrasi di Venezuela, negara yang selama lebih dari dua dekade terjerat dalam cengkeraman rezim otoriter. Dalam pengumuman resmi, Komite Nobel menyebut penghargaan ini diberikan atas kerja tanpa lelah mempromosikan hak-hak demokratis bagi rakyat Venezuela dan perjuangannya mencapai transisi damai dan adil dari kediktatoran menuju demokrasi.”

Dikenal sebagai ‘Iron Lady of Venezuela’, Machado telah berjuang selama puluhan tahun melawan represi politik dan pembungkaman suara rakyat. Dikutip dari situs resmi Nobel Peace Prize, Machado menjadi simbol harapan bagi warga Venezuela yang mendambakan kebebasan dan keadilan.

1. Dari dunia bisnis ke aktivisme sosial

Pemimpin oposisi Venezuela, Maria Corina Machado (Wikimedia.org/World Economic Forum/Bel Pedrosa)

Lahir pada 1967 di Venezuela, Maria Corina Machado menempuh pendidikan di bidang teknik dan keuangan, sebelum memulai karier singkat di dunia bisnis. Namun, panggilan nuraninya membawanya ke dunia sosial. Pada 1992, ia mendirikan Atenea Foundation, organisasi yang berfokus membantu anak-anak jalanan di Caracas.

Sepuluh tahun kemudian, pada 2002, Machado ikut mendirikan Súmate, lembaga yang mempromosikan pemilihan umum yang bebas dan adil serta melakukan pelatihan dan pemantauan pemilu. Melalui Súmate, ia mulai dikenal luas sebagai aktivis prodemokrasi yang menentang penyalahgunaan kekuasaan di bawah pemerintahan Hugo Chávez.

Peranannya dalam memajukan kesadaran politik rakyat membuatnya sering menjadi target tekanan rezim. Namun, hal itu tak membuatnya mundur. Ia terus berjuang agar suara rakyat Venezuela tetap didengar di tengah sistem politik yang menindas.

2. Karier politik dan tekanan dari rezim

ilustrasi bendera Venezuela (unsplash.com/engin akyurt)

Pada 2010, Machado terpilih sebagai anggota Majelis Nasional Venezuela dengan rekor suara terbanyak dalam sejarah saat itu, sebuah pencapaian luar biasa bagi oposisi. Namun, hanya empat tahun kemudian, pada 2014, ia diusir secara paksa dari parlemen oleh rezim yang berkuasa.

Meski kehilangan jabatannya, semangat perjuangannya tak padam. Ia kemudian memimpin partai oposisi Vente Venezuela, dan pada 2017, menjadi salah satu pendiri Soy Venezuela, sebuah aliansi lintas partai yang menyatukan kekuatan prodemokrasi di tengah polarisasi politik nasional.

Pada 2023, Machado mengumumkan pencalonannya sebagai presiden untuk pemilu 2024. Namun, rezim Nicolás Maduro mencegahnya ikut dalam kontestasi. Menolak menyerah, ia memberikan dukungan penuh kepada kandidat oposisi Edmundo González Urrutia.

Oposisi berhasil menggalang dukungan luas dan mendokumentasikan bukti kemenangan mereka, namun pemerintah kembali mengklaim kemenangan secara sepihak dan memperkuat kekuasaannya. Machado pun terus melanjutkan perjuangan dari persembunyian, menjadi simbol moral bagi perlawanan tanpa kekerasan.

3. Pengakuan dunia

medali Hadiah Nobel Perdamaian (commons.wikimedia.org/ProtoplasmaKid)

Bagi Komite Nobel, perjuangan Machado melampaui batas-batas nasional. Demokrasi, kata mereka, adalah fondasi perdamaian, baik di dalam negara maupun antarnegara. “Maria Corina Machado telah memimpin perjuangan demokrasi di tengah meningkatnya otoritarianisme di Venezuela,” tulis Komite Nobel dalam pernyataannya.

Ketua Komite Nobel Norwegia, Jorgen Watne Frydnes, menyebut Machado sebagai contoh luar biasa dari keberanian politik di Amerika Latin. Ia menegaskan bahwa demokrasi kini berada dalam kemunduran global, dan tokoh seperti Machado menjadi pengingat akan pentingnya mempertahankan ruang kebebasan.

Lewat penghargaan ini, Machado menjadi simbol global bagi keteguhan moral dan keberanian sipil. Ia membuktikan bahwa perjuangan untuk demokrasi tidak selalu harus dilakukan dengan kekerasan, melainkan melalui keteguhan hati, konsistensi, dan keyakinan pada kekuatan rakyat.

“Demokrasi adalah prasyarat bagi perdamaian yang abadi. Di dunia yang semakin otoriter, perjuangan untuk mempertahankannya adalah perjuangan untuk kemanusiaan,” ujar Frydnes saat pengumuman penganugerahan.

Hadiah Nobel Perdamaian 2025 menjadi bukti bahwa perjuangan María Corina Machado, seorang perempuan dari Caracas dengan tekad baja, kini diakui dunia. Ia tidak hanya membela hak rakyat Venezuela, tetapi juga menyalakan kembali harapan akan masa depan demokrasi yang lebih terang di seluruh dunia.

Editorial Team