Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bendera Iran (unsplash.com/mostafa meraji)
Ilustrasi bendera Iran (unsplash.com/mostafa meraji)

Intinya sih...

  • Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, siap berunding terkait senjata nuklir jika AS memberikan pendekatan yang terhormat.
  • Iran akan memberikan perlawanan jika AS meneruskan tekanan maksimum seperti masa pemerintahan Trump sebelumnya.
  • Trump diisukan tetap memberlakukan kebijakan tekanan maksimum untuk mencegah Iran mendanai proksi dan pengembangan senjata nuklir lebih lanjut.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Abbas Araghchi, mengatakan bahwa Teheran siap berunding terkait senjata nuklir jika Amerika Serikat (AS) memberikan pendekatan secara terhormat. Namun jika yang terjadi justru sebaliknya, maka Iran siap memberikan perlawanan yang sama.

“Jika AS melanjutkan jalur tekanan maksimumnya, kami akan meresponsnya sebagaimana mestinya,” kata Araghchi kepada Tasnim, dilansir Jerusalem Post, Rabu (1/1/2025).

Di masa pemerintahan Donald Trump sebelumnya, Washington memberikan kebijakan yang menekan terhadap Iran terkait program nuklirnya. Iran dijatuhi berbagai sanksi yang membuat ekonomi Iran terbelenggu.

1. Tak masalah jika AS tak siap berunding

Araghchi juga memberikan sinyal bahwa tak ada tendensi apakah AS ingin berunding atau tidak. Ia siap melanjutkan apa yang telah dilakukan Iran sebelumnya jika ada pihak yang enggan berunding.

“Jika pihak lain menolak jalan ini (perundingan yang adil), wajar bagi kami untuk melanjutkan jalan kami sendiri, sebagaimana yang telah kami lakukan dalam beberapa tahun terakhir dan akan terus kami lakukan hingga sekarang,” bebernya.

Ia kemudian memuji kekuatan Iran yang telah dicapai hingga saat ini. Baginya, kekuatan Iran dalam hal pengembangan rudal menjadi faktor penting negosiasi yang bisa menjadi kekuatan untuk memaksa pihak lain berunding.

 "Jika mereka bisa menghancurkan fasilitas nuklir kita dengan serangan militer, mengapa mereka menghabiskan lebih dari dua tahun dalam perundingan? Mengapa menteri luar negeri AS dan menteri luar negeri G5+1 menghabiskan 18 hari untuk mencapai kesepakatan?" katanya.

2. AS bakal tetap memberikan tekanan maksimum untuk Iran

Dalam sebuah laporan Financial Times pada November, Trump diduga bakal tetap memberlakukan kebijakan tekanan maksimum terhadap Iran di masa kepemimpinannya.

Hal ini dilakukan untuk mencegah Iran mendanai proksi dan pengembangan senjata nuklirnya lebih lanjut. Sanksi akan dibuat semakin ketat dengan menargetkan ekspor minyak Iran.

"Dia bertekad untuk menerapkan kembali strategi tekanan maksimum untuk membuat Iran bangkrut sesegera mungkin," kata seorang pakar keamanan nasional kepada Financial Times.

Rencana tersebut akan menandai perubahan dalam kebijakan luar negeri AS di saat terjadi kekacauan di Timur Tengah. Di masa kampanyenya, Trump mengatakan bahwa ia menginginkan kesepakatan dengan Iran.

“Kita harus membuat kesepakatan, karena konsekuensinya tidak mungkin. Kita harus membuat kesepakatan,” katanya pada September.

Orang-orang yang mengetahui pemikiran Trump mengatakan taktik tekanan maksimum akan digunakan untuk mencoba memaksa Iran berunding dengan AS. Beberapa ahli meragukan hal tersebut.

3. Teheran bakal tetap terbuka untuk berunding

Ilustrasi bendera Iran (unsplash.com/mostafa meraji)

Dalam sebuah cuitan sebelumnya di X pada November, Araghchi mengatakan bahwa kebijakan AS tersebut tak akan berdampak terhadap Iran. Tindakan itu justru bakal menemui kegagalan seperti di periode awal jabatan Trump.

Ia kemudian mengatakan bahwa Teheran tetap terbuka untuk berunding, tetapi hanya dalam kondisi yang adil. 

Washington sempat menarik diri dalam perundingan nuklir Iran pada 2018 saat pemerintahan Donald Trump. Tindakan ini membuat Iran tetap melanjutkan program nuklirnya.

Iran berulang kali dituduh mengembangkan senjata nuklir dengan pengayaan uranium yang telah melebihi 60 persen. Namun, Teheran juga membantah tuduhan tersebut. Negara tersebut mengatakan bahwa nuklir mereka digunakan untuk tujuan damai.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team