Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Montana Jadi Negara Bagian AS Pertama yang Larang Tiktok

ilustrasi penggunaan TikTok (pexels.com/cottonbro studio)

Jakarta, IDN Times - Gubernur Montana, Greg Gianforte, menandatangani undang-undang yang melarang aplikasi TikTok beroperasi di negara bagian itu pada Rabu (17/5/2023). Putusan ini menjadikan Montana sebagai negara bagian Amerika Serikat (AS) pertama yang melarang penggunaan aplikasi berbagi video populer dari China itu.

Aturan yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024 itu nantinya akan melarang toko aplikasi Google maupun Apple untuk menawarkan TikTok.

TikTok adalah perusahaan teknologi internet yang berbasis di Beijing, ByteDance. Aplikasi ini memiliki lebih dari 1 miliar pengguna di seluruh dunia, dengan 150 juta di antaranya berasal dari AS. 

TikTok telah mendapatkan pengawasan bipartisan di AS dan negara lain atas masalah privasi, pengawasan, dan dugaan hubungan dengan pemerintah Beijing. Namun pemilik Tiktok berulang kali menyangkal bahwa aplikasi berbagi videonya merupakan ancaman.

1. Gianforte serukan agar aplikasi asing lainnya dicekal

Melansir Al Jazeera, Gianforte berjanji untuk melindungi data pribadi warga Montana dari Partai Komunis China.

Dia juga mengeluarkan memorandum kepada pejabat kepala informasi negara, yang menyerukan agar larangan tersebut diperluas ke aplikasi media sosial lain yang memiliki hubungan dengan asing. Selain WeChat, aplikasi yang terancam dilarang adalah Telegram karena dibuat oleh pengusaha Rusia. 

Selain itu, memorandum tersebut mengatakan bahwa mulai 1 Juni tidak ada pegawai negeri yang dapat mengunduh atau mengakses aplikasi media sosial menggunakan perangkat dan jaringan yang dikeluarkan pemerintah.

Dalam surat itu, Gianforte menuding Tiktok telah mengambil banyak informasi dan data pribadi dari perangkat penggunanya, yang sebagian besar tidak terkait dengan tujuan aplikasi yang diklaim sebelumnya. Perusahaan juga disebut memberikan informasi dan data tersebut kepada pemerintah China.

Melansir Reuters, TikTok dapat didenda untuk setiap pelanggaran dan mendapat denda tambahan 10 ribu dolar AS per hari jika melanggar aturan tersebut. Apple dan Google juga akan didenda sebesar 10 ribu dolar AS per pelanggaran per harinya jika perusahaan tersebut tidak mematuhi undang-undang terbaru.

2. Aturan dinilai bertentangan dengan kebebasan berpendapat

Undang-undang terbaru diperkirakan akan menghadapi banyak tantangan hukum. Pasalnya, perusahaan teknologi dan para pendukung kebebasan berekspresi menilai aturan itu merupakan pelanggaran terhadap hak kebebasan berbicara Amandemen Pertama, dikutip dari CNA.

"Undang-undang ini menginjak-injak hak kebebasan berbicara kami dengan kedok keamanan nasional dan meletakkan dasar untuk kontrol pemerintah yang berlebihan atas internet," cuit American Civil Liberties Union (ACLU).

“Pejabat terpilih tidak memiliki hak untuk menyensor seluruh aplikasi media sosial secara selektif berdasarkan negara asalnya," tambahnya.

Penasihat umum grup industri NetChoice Carl Szabo juga mengkritik undang-undang baru tersebut, menuding bahwa pemerintah Montana mengabaikan Konstitusi AS, proses hukum dan kebebasan berbicara.

"Pemerintah tidak boleh memblokir kemampuan kami untuk mengakses pidato yang dilindungi konstitusi, baik itu di surat kabar, di situs web, atau melalui aplikasi," katanya.

3. TikTok tegaskan hak pengguna terhadap kebebasan berekspresi

Sejauh ini, TikTok belum mengumumkan apakah akan mengajukan gugatan untuk membatalkan larangan Montana. Namun perusahaan sebelumnya telah mengeluarkan pernyataan yang menegaskan hak pengguna terhadap kebebasan berekspresi melalui platform tersebut.

“Kami ingin meyakinkan rakyat Montana bahwa mereka dapat terus menggunakan TikTok untuk mengekspresikan diri, mencari nafkah, dan menemukan komunitas karena kami terus membela hak pengguna kami di dalam dan di luar Montana,” kata juru bicara Brooke Oberwetter.

Sekitar 30 negara bagian AS dan pemerintah federal telah melarang penggunaan TikTok di perangkat milik pemerintah. Negara seperti Belanda, Kanada, Belgia, Denmark, dan India juga telah mengikuti langkah serupa dalam beberapa bulan terakhir.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us