Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bendera norwegia (unsplash.com/id/@skradi)
Ilustrasi bendera norwegia (unsplash.com/id/@skradi)

Intinya sih...

  • Keputusan ini muncul setelah politisi oposisi, mantan CEO pertama dana abadi Knut Kjaer, serta sejumlah aktivis menyerukan agar Norwegia sepenuhnya keluar dari investasi di Israel.

  • Menurut pernyataan resmi, awal Agustus 2025, SWF tersebut memiliki saham di 61 perusahaan Israel. Namun, dalam sepekan terakhir, 11 di antaranya telah dilepas.

  • Dana abadi ini juga memutuskan tidak lagi menggunakan jasa tiga manajer dana asal Israel. Seluruh pengelolaan investasi di negara tersebut kini akan dilakukan secara internal.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Dana kekayaan negara (SWF) Norwegia telah menjual seperlima saham perusahaan Israel yang dimiliknya. SWF terbesar di dunia itu juga memutuskan hubungan dengan manajer investasi Israel sebagai respons terhadap tudingan publik terkait peran mereka mendanai perang Israel di Gaza.

Menurut pernyataan resmi, awal Agustus 2025, SWF tersebut memiliki saham di 61 perusahaan Israel. Namun, dalam sepekan terakhir, 11 di antaranya telah dilepas. Pencabutan investasi di 11 perusahaan Israel itu bukan karena pelanggaran etika, tetapi tak termasuk dalam indeks acuan yang ditetapkan Kementerian Keuangan Norwegia.

“Situasi di Gaza adalah krisis kemanusiaan serius. Kami berinvestasi di negara yang sedang berperang, dan kondisi di Tepi Barat serta Gaza memburuk. Kami akan memperkuat uji kelayakan investasi kami,” ujar CEO dana abadi tersebut, Nicolai Tangen, Senin (11/8/2025).

1. Tekanan politik dan publik

Ilustrasi Bendera Norwegia (www.twitter.com/@NorwayTheHague)

Keputusan ini muncul setelah politisi oposisi, mantan CEO pertama dana abadi Knut Kjaer, serta sejumlah aktivis menyerukan agar Norwegia sepenuhnya keluar dari investasi di Israel. Mereka menuding Israel melanggar hukum internasional dalam serangan militer di Gaza yang sudah berlangsung selama 22 bulan.

Pemerintah Norwegia yang berhaluan tengah-kiri, dan menghadapi pemilu parlemen bulan depan, memerintahkan dana abadi serta dewan etika independen untuk meninjau seluruh investasi di Israel. Hasil peninjauan diharapkan keluar pekan depan.

Menteri Keuangan Norwegia Jens Stoltenberg mengatakan dana pensiun negara hanya akan menarik investasi dari perusahaan yang terbukti berkontribusi pada pelanggaran hukum internasional.

“Kami tidak menarik investasi hanya karena perusahaan itu berasal dari Israel,” ujarnya kepada Financial Times.

2. Hentikan kerja sama dengan manajer dana lokal

Selain melepas saham di 11 perusahaan, dana abadi ini juga memutuskan tidak lagi menggunakan jasa tiga manajer dana asal Israel. Seluruh pengelolaan investasi di negara tersebut kini akan dilakukan secara internal.

Salah satu perusahaan yang dijual adalah Bet Shemesh Engines, perusahaan bergerak di bidang pemeliharaan mesin pesawat militer Israel yang digunakan dalam serangan ke Gaza. Meski begitu, kelompok oposisi menilai langkah ini masih jauh dari cukup.

“Ini terlalu kecil. Dana abadi masih banyak berinvestasi pada genosida. Setelah dua tahun, pemerintah hanya menyerahkan daftar 11 perusahaan. Itu tidak memadai,” kata Kirsti Bergsto, pemimpin Partai Sosialis Kiri, yang menjadi mitra koalisi pemerintah saat ini.

3. Perang Gaza terus berlanjut

anak-anak di Gaza mengantre untuk makanan. (UNRWA, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons)

Israel melancarkan perang di Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 250 orang lainnya. Tekanan internasional semakin meningkat agar Israel menghentikan serangan yang telah menewaskan lebih dari 61.000 warga Palestina dan menyebabkan kelaparan di Jalur Gaza, menurut data otoritas kesehatan setempat.

Bahkan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berencana mengambil alih militer di Gaza. Ia bertekad untuk menggempur habis-habisan wilayah kantong Palestina tersebut.

Meski mendapat tentangan dari masyarakat di dalam negeri, namun Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana Netanyahu tersebut.

Editorial Team