Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (Avi Ohayon, CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons)
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (Avi Ohayon, CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Netanyahu memohon pengampunan demi kepentingan nasional

  • Permohonan berpotensi menciptakan krisis konstitusional di Israel

  • Respons politik terbelah, oposisi menolak sementara sayap kanan mendukung

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu resmi menyerahkan permohonan pengampunan kepada Presiden Isaac Herzog pada Kamis (27/11/2025). Berkas setebal 111 halaman itu mencakup dakwaan suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan dalam perkara korupsi yang masih berjalan. Dokumen yang diumumkan ke publik pada Minggu (30/11/2025) itu meminta penghentian sidang lima tahun demi kepentingan publik, dan kantor presiden langsung meneruskannya ke bagian pengampunan Kementerian Kehakiman sambil menunggu masukan penasihat hukum sebelum keputusan diambil.

Netanyahu lalu menyertakan surat singkat serta pernyataan yang disiarkan televisi. Ia kembali menolak seluruh dakwaan yang menjeratnya dan menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak sidang tersebut.

“Persidangan yang berlangsung sedang merobek kita dari dalam, memicu perselisihan sengit, dan memperdalam perpecahan,” katanya, dikutip dari The Guardian.

Ia menilai penghentian proses hukum akan menurunkan suhu politik dan membuka ruang rekonsiliasi yang dibutuhkan Israel saat ini. Permohonan itu juga tak memuat pengakuan bersalah ataupun pernyataan mundur dari dunia politik.

1. Netanyahu menyebut kepentingan nasional sebagai pertimbangan utama

ilustrasi sidang (pexels.com/Sora Shimazaki)

Secara pribadi Netanyahu ingin sidang berjalan hingga putusan bebas karena, menurutnya, bukti-bukti pembebasan terus bermunculan. Namun ia memandang kondisi keamanan dan politik yang berkembang menuntut langkah berbeda demi kepentingan nasional.

Sidang itu sudah memicu polemik berkepanjangan, sehingga ia kembali menekankan komitmennya meredakan ketegangan serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga negara, terutama di tengah situasi keamanan dan peluang diplomasi yang berubah cepat.

2. Permohonan pengampunan berpotensi memicu krisis konstitusional

Presiden AS Donald Trump (kanan) dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) bersalaman saat menggelar konferensi pers bersama di East Room, Gedung Putih, Washington, D.C., pada 15 Februari 2017. (The White House from Washington, DC, Public domain, via Wikimedia Commons)

Di Israel, pengampunan presiden hampir tak pernah diberikan sebelum putusan bersalah dijatuhkan. Satu pengecualian terjadi pada 1986 ketika seorang pejabat Shin Bet dilindungi setelah menutupi eksekusi dua militan Palestina.

Karena itu, permohonan Netanyahu tanpa pengakuan bersalah dinilai dapat menciptakan preseden baru yang amat kontroversial dan bahkan memicu krisis konstitusional yang berpotensi diakhiri Mahkamah Agung. Para ahli hukum menilai preseden Barzilai v government of Israel tahun 1986 tak otomatis berlaku dalam konteks saat ini.

Permohonan ini muncul beberapa pekan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengirim surat yang meminta pengampunan penuh bagi Netanyahu. Dalam surat itu, Trump menyebut Netanyahu sebagai Perdana Menteri Perang yang tegas dan memimpin Israel menuju masa damai. Survei Channel 12 pada pertengahan November memperlihatkan 48 persen warga menolak pengampunan tanpa syarat, 44 persen mendukung, dan 8 persen belum menentukan sikap, sementara Presiden Herzog belum memiliki batas waktu untuk memberikan keputusan.

3. Respons politik Israel terbelah atas permohonan pengampunan

bendera Israel (pexels.com/Leon Natan)

Pemimpin oposisi Yair Lapid langsung meminta Herzog menolak permintaan pengampunan itu.

“Anda tidak boleh memberikan pengampunan kepada Netanyahu tanpa pengakuan bersalah, ekspresi penyesalan, dan penarikan diri segera dari kehidupan politik,” katanya, dikutip dari CNN.

Yair Golan dari Partai Demokrat menyampaikan posisi yang lebih keras dengan menyebut hanya orang bersalah yang mengajukan pengampunan. Kelompok masyarakat sipil ikut berjanji akan menentang habis-habisan jika permohonan itu disetujui.

Sebaliknya, Menteri Keamanan Nasional sayap kanan jauh Itamar Ben-Gvir mendukung penuh permohonan tersebut dan menilainya penting bagi keamanan negara. Kantor Presiden Herzog menyebut permohonan ini bersifat luar biasa dan membawa implikasi besar, sehingga akan diproses secara bertanggung jawab setelah seluruh pendapat terkait diterima.

Netanyahu menjadi PM petahana pertama di Israel yang menghadapi proses pidana saat masih menjabat. Sidang yang berlangsung sejak Mei 2020 itu mencakup tiga perkara, termasuk dakwaan bahwa ia memberikan keuntungan regulasi lebih dari 250 juta dolar AS (setara Rp4,1 triliun) kepada pemilik Bezeq, Shaul Elovitch, sebagai imbalan liputan positif di Walla! News—klaim yang dibantah keduanya. Kesaksiannya mulai digelar pada Desember 2024, namun pemeriksaan terus tertunda, sebagian besar atas permintaan Netanyahu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team