Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Netanyahu Minta Pengampunan Presiden Israel atas Kasus Korupsi

PM Israel Benjamin Netanyahu
PM Israel Benjamin Netanyahu (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Netanyahu meminta pengampunan demi kepentingan nasional
  • Terjerat kasus suap dan gratifikasi, Netanyahu mengaku tidak bersalah
  • Oposisi menuntut Netanyahu mundur dan mengaku bersalah sebelum diberikan pengampunan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengajukan permohonan pengampunan kepada Presiden Isaac Herzog terkait kasus korupsi yang menjeratnya. Netanyahu beralasan proses hukum yang sedang berjalan menghambat kemampuannya untuk memimpin negara di tengah situasi perang.

Surat permohonan tersebut diserahkan oleh tim pengacara Netanyahu pada Minggu (30/11/2025). Pihaknya berargumen pengampunan ini diperlukan demi kepentingan nasional dan untuk meredakan ketegangan politik yang memecah belah masyarakat Israel.

Langkah Netanyahu ini juga mendapat dukungan dari sekutunya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Sebelumnya, Trump diketahui telah mengirim surat kepada Herzog awal November, meminta agar Netanyahu diberikan pengampunan karena penuntutannya dianggap bermotif politik.

1. Alasan demi kepentingan nasional

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (Ron Przysucha / U.S. Department of State from United States, Public domain, via Wikimedia Commons)
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (Ron Przysucha / U.S. Department of State from United States, Public domain, via Wikimedia Commons)

Dalam dokumen setebal 111 halaman, pengacara Netanyahu menyatakan pengampunan ini adalah demi kepentingan publik. Mereka mengklaim persidangan yang berlarut-larut justru memperdalam perpecahan sosial di Israel saat negara tersebut membutuhkan persatuan.

Netanyahu juga mengeluhkan jadwal pengadilan yang mengharuskannya bersaksi tiga kali seminggu. Menurutnya, tuntutan tersebut mustahil dipenuhi oleh seorang kepala negara yang sedang menangani isu keamanan mendesak dan berbagai tantangan besar lainnya.

"Pengadilan yang sedang berlangsung menghancurkan kita dari dalam, memicu perselisihan, dan memperdalam perpecahan. Saya yakin, seperti banyak orang lainnya, bahwa mengakhiri persidangan akan membantu menurunkan ketegangan dan mendorong rekonsiliasi luas yang sangat dibutuhkan negara kita," ujar Netanyahu dalam pernyataan yang disiarkan televisi, dilansir The Guardian.

Kantor Presiden Isaac Herzog mengonfirmasi telah menerima permohonan tersebut dan menyebutnya sebagai permintaan luar biasa yang memiliki implikasi serius. Permohonan itu kini telah diteruskan ke departemen pengampunan di Kementerian Kehakiman untuk mendapatkan opini hukum sebelum Presiden mengambil keputusan.

2. Netanyahu terjerat kasus suap dan gratifikasi

ilustrasi bendera Israel. (unsplash.com/Taylor Brandon)
ilustrasi bendera Israel. (unsplash.com/Taylor Brandon)

Netanyahu telah menjalani persidangan sejak tahun 2020 atas tiga kasus korupsi terpisah. Ia didakwa melakukan penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan terkait hubungannya dengan sejumlah tokoh kaya dan pengusaha media. Ia tercatat sebagai satu-satunya perdana menteri aktif dalam sejarah Israel yang diadili atas tuduhan kriminal.

Kasus utama menuduh Netanyahu dan istrinya, Sara, menerima barang-barang mewah senilai lebih dari 260 ribu dolar AS (sekitar Rp4,3 miliar). Barang-barang tersebut meliputi cerutu, perhiasan, dan sampanye yang diberikan oleh miliarder sebagai imbalan atas bantuan politik.

Selain gratifikasi barang, Netanyahu juga dituduh berusaha memanipulasi liputan media. Dalam kasus lainnya, ia diduga mencoba menegosiasikan liputan yang lebih positif dari dua outlet media Israel, dilansir Al Jazeera.

Namun, Netanyahu tetap membantah semua tuduhan dan mengaku tidak bersalah. Ia menyebut kasus-kasus ini sebagai persekusi politik yang dirancang oleh kepolisian, kejaksaan, dan media untuk menggulingkannya dari kekuasaan.

3. Oposisi tuntut Netanyahu mundur dan mengaku bersalah

Permintaan pengampunan ini memicu kemarahan dari kubu oposisi dan aktivis demokrasi di Israel. Oposisi menuntut agar pengampunan tidak diberikan sebelum Netanyahu mengaku bersalah dan mengundurkan diri dari jabatannya.

Pengamat menyoroti bahwa pengampunan presiden di Israel hampir tidak pernah diberikan sebelum adanya vonis bersalah. Satu-satunya preseden signifikan terjadi pada tahun 1986 dalam kasus Shin Bet, tapi situasi saat itu sangat berbeda karena para pejabat yang terlibat mengakui kesalahan mereka dan mengundurkan diri.

Tanpa adanya pengakuan bersalah dari Netanyahu, Presiden Herzog dinilai akan sangat sulit mengabulkan permohonan tersebut. Penghentian proses pidana yang sedang berlangsung tanpa dasar hukum yang kuat dinilai akan menjadi contoh buruk bagi supremasi hukum di Israel.

"Anda tidak dapat memberikan pengampunan kepada Netanyahu tanpa pengakuan bersalah, ungkapan penyesalan, dan penarikan diri segera dari kehidupan politik," kata pemimpin oposisi Yair Lapid, dilansir The Times of Israel.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in News

See More

BNPB Kritisi Kepala Daerah Kerap Salahkan Hujan Jadi Penyebab Bencana

01 Des 2025, 14:01 WIBNews