Pemicu utama kejatuhan ini adalah rencana Bayrou untuk memangkas anggaran belanja negara sebesar 44 miliar euro atau sekitar Rp851 triliun. Kebijakan penghematan ini diusulkan untuk mengatasi kondisi utang publik Prancis yang dinilai sudah berada di tingkat mengkhawatirkan.
Kondisi ekonomi Prancis memang sedang berada di bawah tekanan. Defisit anggarannya mencapai 5,8 persen dari produk domestik bruto (PDB), hampir dua kali lipat dari batas tiga persen yang ditetapkan oleh Uni Eropa, sementara total utang negara telah membengkak hingga 114 persen dari PDB.
Langkah tersebut ditentang karena dianggap tidak adil dan akan memberikan beban terberat bagi masyarakat golongan miskin di Prancis. Ketidakstabilan politik ini juga telah mengguncang kepercayaan investor, yang menyebabkan imbal hasil obligasi pemerintah Prancis kini melampaui obligasi Spanyol, Portugal, dan Yunani.
Sebelum pemungutan suara, Bayrou sempat memberikan peringatan mengenai masalah ekonomi yang dihadapi Prancis.
"Anda memiliki kekuatan untuk menjatuhkan pemerintah, tetapi Anda tidak memiliki kekuatan untuk menghapus kenyataan. Realitas akan tetap ada, pengeluaran akan terus meningkat, dan beban utang yang sudah tak tertahankan akan tumbuh lebih berat dan lebih mahal," kata Bayrou, dikutip dari Al Jazeera.